Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Sebenarnya aku teramat
malu untuk menceritakan
kejadian tragis ini,
bagaimanapun ini rahasia
keluarga, aku dan mama.
Waktu itu hari Minggu pagi,
pertengahan bulan
Desember 1988, ketika
liburan sekolah semester
ganjil, semester pertama
setelah di SMU.
Pada hari itu aku diminta
mama untuk mengantar ke
Solo, katanya ada acara
reuni dengan teman-
temannya di kota Solo.
Dengan sepeda motor
pemberian mama sebagai
hadiah ulang tahun ke-17
juga sebagai hadiah aku
diterima di salah satu SMA
negeri bonafid di
kabupaten, aku antar
mama ke Solo, tepatnya di
kota Palur.
Sesampainya di tujuan,
sudah banyak teman
mama yang hadir. Mereka
datang berpasangan
(mama sudah menjanda
ketika aku duduk di kelas II
SMP, papa tertanggap
menghamili gadis tetangga)
. Semula aku kira mereka
pasangan suami istri atau
ibu dengan puteranya
sepertiku, namun lama-
lama aku menjadi sangsi.
Bagaimana tidak, meskipun
selisih usianya cukup jauh
tapi mereka tampak begitu
mesra. Bahkan ketika
mama memperkenalkan
aku kepada teman-
temannya sebagai anaknya,
mereka semua tidak
percaya, malah-malah
mereka bilang mama hebat
dalam memilih pasangan.
Beberapa lelaki, yang
semula aku anggap suami-
suami mereka, banyak yang
memberi semangat
kepadaku. Menurut
mereka, aku merupakan
lelaki yang beruntung bisa
mendapatkan cewe seperti
mama, selain cantik, muda
dan tidak pelit namun yang
lebih penting duitnya
banyak.
Sebenarnya aku malu,
marah dan kesal.
Bagaimana tidak marah,
mereka tetap tidak percaya
kalau aku anak mama yang
sebenarnya. Namun demi
melihat mama hanya
tersenyum saja, aku tak
menampakkan
kesemuanya itu.
Dalam perjalanan pulang
mama baru cerita
semuanya kalau
sebenarnya mereka bukan
suami istri atau ibu dengan
anak-anaknya, mereka
merupakan pasangan
idaman lain (PIL). Mama
juga cerita mengapa tadi
hanya tersenyum waktu
mereka bilang aku
pasangan mama dan hanya
sedikit membela diri bahwa
aku anaknya yang
sebenarnya.
Menurut mama susah
menjelaskan kepada
mereka kalau aku anak
mama yang sebenarnya,
karena dihati mereka
sudah lain. Mama juga
cerita kenapa mengajak
aku untuk mengantar ke
acara tersebut, selain aku
libur juga mama akan
susah menolak seandainya
nanti lelaki (gigolo) yang
mereka tawarkan kepada
mama jadi datang. Selama
ini sudah sering mama
diolok-olok oleh mereka.
Mama dikata sebagai janda
muda yang cantik dan
punya uang tapi kuper.
Dan jadwal selanjutnya,
tahun baru (siang) di
yogyakarta, di rumah Tante
Ina.
Dua minggu sejak
pertemuan di Solo, Tahun
Baru pun datang, 1 Januari
1989. Dengan sepeda
motor yang sama aku antar
mama ke rumah Tante Ina
di yogyakarta. Sengaja
untuk acara ini aku minta
mama untuk membeli
beberapa pakaian, aku
tidak terlalu kalah gengsi
dengan cowok-cowok
mereka. Sesampainya kami
di di rumah Tante Ina,
teman-teman mama sudah
banyak yang datang
lengkap dengan centheng-
centhengnya. Ketika datang
kami disambut dengan
peluk dan cium mesra.
Rumah Tante Ina cukup
besar dan luas, cukup
untuk menampung lebih
dari 30 orang. Acara dibuka
dengan sambutan selamat
datang dan selamat tahun
baru dari tuan rumah,
dilanjutkan dengan makan
bersama dan seterusnya
acara biasa “ngerumpi”.
Entah usul dari siapa,
diruangan tengah menyetel
VCD porno. Kata mereka
biasa untuk
menghangatkan suasana
yang dingin karena musin
hujan.
Bisa dibayangkan
bagaiaman perasaanku,
diusia ke-17 dikala tingkat
birahi sedang tumbuh
menyaksikan kesemuanya
ini. Mamapun juga tampak
kikuk terhadapku, terlebih
ketika Tante Astuti dan
pacarnya tampak asyik
bercium mesra
disampingku dengan
tangannya yang gencar
menjelajah dan suaranya
yang cukup berisik. Dan
diantara kegelisahan itu,
Tante Ina membisikkan
kepada kami kalau mau
boleh menggunakan kamar
diatas. Sambil
menyerahkan kunci dia
ngeloyor pergi sama
pacarnya. Aku dan mama
hanya tersenyum, tapi
ketika aku toleh di
sekeliling sudah kosong,
yang ada tinggal Tante
Melani dan Tante Yayuk
beserta pasangan mereka
masing-masing, dimana
pakaian yang mereka
kenakan juga sudah
kedodoran dan tidak
lengkap lagi. Dengan rasa
jengah mama mengajakku
ke lantai atas.
Di lantai atas, di kamar
yang disediakan untuk
kami, tidak banyak yang
dapat dilakukan. Kasur
yang luas dan kain sprei
yang berwarna putih polos
hanya menambah gairah
mudaku yang tak
tersalurkan. Mama minta
maaf, kata mama kegiatan
semacam ini tidak biasanya
diadakan waktu siang hari,
dan baru kali ini mama ikut
didalamnya (biasanya
mama tidak hadir kalau
acara malam hari).
Sewaktu akan keluar
kamar mama sengaja
membuat rambutnya
tampak awut-awutan (biar
enggak ada yang curiga,
katanya).
Waktu menunjukkan pukul
15.30 wib acara selesai.
Pertemuan selanjutnya
dikediaman Tante Astuti di
Solo, bertepatan hari ulang
tahun Tante Astuti yang
ke-42. Sejak acara
mendadak di rumah Tante
Ina, selama dalam
perjalanan pulang, mama
tak banyak bicara.
Kebekuan ini akhirnya cair
waktu kami istirahat isi
bensin.
Satu hal yang tak dapat
kulupa dari mama, ketika
akan keluar kamar atas
tidak tampak penolakan
mama waktu aku sekilas
mencium pipi dan bibirnya
serta waktu akan pamitan
pulang mama juga tampak
santai ketika tanganku
sekilas meremas buah
dadanya. Ketika aku
tanyakan semua ini, mama
hanya tersenyum dan
mengatakan kalau aku
mulai nakal.
Sehari menjelang
pertemuan di rumah Tante
Astuti mama tanya sama
aku, mau datang apa
enggak karena malam hari
dan takut hal-hal seperti
dirumah Tante Ina yang
lalu akan terulang. Karena
bertepatan hari ulang
tahun Tante Astuti aku
sarankan hadir, masalah
yang lalu kalau memang
harus terjadi yach itung-
itung rejeki, kataku sambil
berkelakar.
5 Februari 1989 di rumah
Tante Astuti suasana
hingar-bingar. Maklum
Tante Astuti seorang janda
sukses dengan seorang
putera yang masih kecil.
Dalam acara hari ini Tante
Astuti sengaja mendekorasi
rumahnya dengan suasana
diskotik. Dentuman musik
keras, asap rokok dan bau
minuman beralkohol
menyemarakkan hari ulang
tahunnya.
Setelah memberikan
ucapan selamat dan
mencicipi makan malam
acara dilanjutkan dengan
ajang melantai. Sebenarnya
mama sudah berusaha
untuk tidak beranjak dari
tempat duduknya, namun
permintaan Tante Susan
agar mama bersedia
berdansa dengan relasi
Tante Susan jualah yang
membuat mama bersedia
bangkit. Tak tega aku
melihat kekikukan mama
apalagi relasi Tante Susan
tampak berusaha untuk
mencium mama, serta
merta akupun berdiri dan
permisi kepada relasi Tante
Susan agar mama berdansa
denganku.
Kujauhkan rasa sungkan,
malu dan grogi. Kurengkuh
pinggang mama sambil
terus berdansa kuajak ke
arah taman untuk istirahat
minggir dari keramaian
pesta. Dibangku taman
bukan ketenangan yang
kudapat, justru yang ada
Tante Yani dan Tante Sri
dengan pasangannya asyik
bercumbu mesra. Kepalang
tanggung mau kembali ke
pesta kasihan mama yang
sudah cukup lelah selain
tak enak sama mereka
karena kalaupun kembali
ke dalam harus melewati
Tante Yani dan Tante Sri.
Akhirnya mama
memutuskan kami tetap
dibangku taman sambil
menunggu pesta usai.
Supaya Tante Yani dan
Tante Sri tidak merasa
jengah, mama memintaku
untuk menciumnya.
Awalnya hanya sekedar pipi
dan sekilas bibir namun
demi mendengar dengus
nafsu Tante Yani, nafsu
mudaku pun tak dapat
kutahan. Tak hanya
kecupan, justru pagutan
yang lebih dominan dan
tanpa sadar entah kapan
mulainya, tangan ini sudah
bergerilya di dalam baju
mama, memeras, memilin
dan ….. hingga teriakan
nafsu Tante Sri
menyadarkan perbuatanku
atas mama.
Bercampurlah rasa malu,
bersalah dan entah …. pada
diri ini, aku mengajak
mama untuk segera pamit
kepada tuan rumah
meskipun Tante Astuti
menyarankan kami
menginap dirumahnya.
Sesampainya dirumah
kutumpahkan rasa sesalku
atas perbuatan tak
senonohku pada mama.
Lagi-lagi mama hanya
tersenyum dan
mengatakan tak apa-apa,
wajar orang lupa dan khilaf
apalagi suasana seperti di
rumah Tante Yani yang
serba bebas. Sambil iseng
aku bertanya mengapa
waktu itu mama tidak
menolak. Kata mama
supaya Tante Yani dan
Tante Sri tak terganggu
apalagi waktu itu aku
tampak bernafsu sekali.
Oleh mama aku tak perlu
memikirkan yang sudah-
sudah dan sambil beranjak
tidur mama masih sempat
mencium pipiku.
Namun bagaimana aku
bisa tak perlu memikirkan
yang sudah-sudah
sementara nafsu sudah
bersimaharajalela. Karena
tetap tak bisa tidur, dengan
terpaksa tengah malam (+
02.00 wib) kubangunkan
mama. Dikamar tengah
kucumbu mama, kucium,
kupagut dan tangan ini tak
terhalang bergentayangan
disekujur tubuh mama.
Namun tangan ini akhirnya
berhenti sebelum sampai
pada tujuan akhir, tempat
yang teramat khusus.
Pagi harinya tak tampak
kemarahan pada wajah
mama, sambil sarapan pagi
mama malah berkata kalau
aku mewarisi sifat-sifat
papa yang nakal tanpa
menegur kelakuanku tadi
malam. Bahkan mama
geleng-geleng kepala
ketika aku pamit berangkat
sekolah kucium bibirnya
didepan pintu.
4 April 1989 genap sudah
18 tahun usiaku, hari itu
terasa lama sekali
menunggu sore. Hari itu
aku menunggu-nunggu
hadiah ulang tahun spesial
yang telah dijanjikan
mama. Dua hari yang lalu,
aku ditanya mama ingin
hadiah apa untuk
merayakan hari ulang
tahunku. Sudah cukup
banyak hadiah ulang tahun
yang aku punya seperti :
motor atau komputer.
Akhirnya aku katakan pada
mama, kalau mama tidak
keberatan aku mau mama.
Sekilas mama terdiam, ada
perasaan tidak percaya
atau tidak dapat menerima
permintaanku. Aku dikira
bercanda lagi dan mama
bertanya seebnarnya aku
mau hadiah apa, aku
bilang pada mama kalau
aku tidak bercanda kalau
aku mau mama.
Dua hari mama terdiam,
dua hari kami tidak
bertegur sapa. Aku kira
mama marah atas
permintaanku terdahulu.
Pagi hari tadi setelah
sarapan aku minta maaf
pada mama atas
permintaanku dua hari
yang lalu dan sekaligus aku
bermaksud menarik
permintaanku.
Namun mama berkata lain,
bahwa permintaanku dua
hari yang lalu akan mama
penuhi. Aku nanti malam
diminta tidak mengundang
teman-temanku dan aku
juga diminta untuk
mempersiapkan diri.
Timbul dihatiku rasa
senang, cemas, grogi,
bahagia dan entah….
Spontan kucium mama,
kucium pipinya, kucium
bibirnya dan kucium
matanya serta kupeluk
erat.
Selepas pulang kerja tadi
sore mama tidak keluar
dari kamarnya. Baru tepat
pukul 21.30 wib bersamaan
dengan selesainya acara
Dunia Dalam Berita di TVRI
mama memanggilku untuk
ke kamarnya.
Dengan gemuruh hati yang
berdetak keras kuhampiri
kamarnya dan kudapati
mama di depan pintu
dengan tubuhnya terbalut
kain sprei. Sambil
tersenyum manis mama
mencium bibirku dan mulai
melepas satu-persatu
pakaian yang kukenakan.
Tak kudapati wajah
keterpaksaan pada mama,
bahkan dengan serta merta
tangan mama meraba dan
mengelus dengan lembut
ketika pakaian yang
kukenakan tinggal celana
dalam saja.
Dengan nafsu dan gairah
yang menggelegak
kuserang mama. Kucium,
kupeluk, kucumbu dan
dengan kekuatan prima
kuakhiri perjakaku yang
disambut mama dengan
belitan yang memabukkan,
yang menuntuk terus dan
selalu terus, entah berapa
kali malam itu birahi
kutuntaskan.
Ada terbersit rasa bangga,
puas dan plong ketika
kutemukan mama tertidur
pulas dengan bertelanjang
dalam pelukanku. Kucium
keningnya, namun ketika
aku akan bangun mama
menahanku dan dengan
kelihaiannya mampu
membangkitkan lagi gairah
birahiku. Dan pagi hari
itupun menjadi pagi yang
teramat indah. Sebelum
aku meninggalkan
kamarnya mama mencium
pipi dan bibirku sekilas
sambil mengucapkan
selamat ulang tahun
kepadaku.
Entah mengapa dengan
mama aku bisa begitu
bergairah, semenjak
kejadian di rumah Tante
Yani di Yogyakarta yang
lalu setiap memandang
mama selalu timbul
birahiku. Di sekolah tak
kurang gadis sebaya yang
lebih cantik yang tak
menolak aku pacari,
namun justru dengan
mama birahiku timbul. Tapi
harus diakui meskipun
mama sudah cukup umur
namun memang masih
cantik, putih, tinggi, sintal,
supel, luwes, berisi dan …..
Semenjak itu, hampir tiada
batas penghalang antara
aku dan mama. Dimana
tempat dan dimana waktu,
kalau aku mau mama
selalu memenuhi. Dengan
mama birahiku tak padam-
padam. Setiap acara
teman-teman mama selalu
menjadi acara luar kota
yang sangat mengasyikan
dan menjadi acara favorit
yang selalu aku tunggu-
tunggu.
Sungguh permainan
ranjang mama menjadi
suatu candu hidupku, sore
hari, sebelum tidur,
sebelum belajar bahkan
sebelum berangkat sekolah
pun mama selalu siap.
Dengan lemah-lembut,
keayuan, kepasrahan, dan
naluri keibuannya mama
memenuhi hasratku
sebagai lelaki.
Hingga kini, ketika istriku
tengah mengandung
anakku yang ketiga,
dimana istri sedang tidak
laik pakai, kembali mama
sebagai penyelamat saluran
nafsuku dan entah sampai
kapan lagi kami masih
harus begini …