Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
Minggu,16Maret2025 | Jam:02:44:54WIB
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Didalam cerita pengalaman saya
yang pertama
yang saya beri judul "Masa kecil
saya di
Palembang", saya menceritakan
bagaimana saya
diperkenalkan kepada kenikmatan
senggama pada
waktu saya masih berumur 13
tahun oleh Ayu,
seorang wanita tetangga kami yang
telah berumur
jauh lebih tua. Saya dibesarkan
didalam keluarga
yang sangat taat dalam agama.
Saya sebelumnya
belum pernah terekspos terhadap
hubungan laki-
laki dan perempuan. Pengetahuan
saya mengenai
hal-hal persetubuhan hanyalah
sebatas apa yang
saya baca didalam cerita-cerita
porno ketikan yang
beredar di sekolah ketika saya duduk
di bangku
SMP. Pada masa itu belum banyak
kesempatan
bagi anak lelaki seperti saya
walaupun melihat
tubuh wanita bugil sekalipun. Anak-
anak lelaki
masa ini mungkin susah
membayangkan bahwa
anak seperti saya cukup melihat
gambar-gambar
di buku mode-blad punya kakak
saya seperti Lana
Lobell, dimana terdapat gambar-
gambar bintang
film seperti Ginger Roberts, Jayne
Mansfield, yang
memperagakan pakaian dalam, ini
saja sudah
cukup membuat kita terangsang
dan melakukan
masturbasi beberapa kali. Bisalah
dibayangkan
bagaimana menggebu-gebunya
gairah dan nafsu
saya ketika diberi kesempatan untuk
secara nyata
bukan saja hanya bisa melihat tubuh
bugil wanita
seperti Ayu, tetapi bisa mengalami
kenikmatan
bersanggama dengan wanita
sungguhan, tanpa
memperdulikan apakah wanita itu
jauh lebih tua.
Dengan hanya memandang tubuh
Ayu yang
begitu mulus dan putih saja sucah
cukup
sebetulnya untuk menjadi bahan
imajinasi saya
untuk bermasturbasi, apalagi
dengan secara
nyata-nyata bisa merasakan
hangatnya dan
mulusnya tubuhnya. Apalagi betul-
betul melihat
kemaluannya yang mulus tanpa
jembut. Bisa
mencium dan mengendus bau
kemaluannya yang
begitu menggairahkan yang
kadang-kadang masih
berbau sedikit amis kencing
perempuan dan yang
paling hebat lagi buat saya adalah
bisanya saya
menjilat dan mengemut
kemaluannya dan
kelentitnya yang seharusnyalah
masih merupakan
buah larangan yang penuh rahasia
buat saya.
Mungkin pengalaman dini inilah
yang membuat
saya menjadi sangat menikmati apa
yang disebut
cunnilingus, atau mempermainkan
kemaluan
wanita dengan mulut. Sampai
sekarangpun saya
sangat menikmati mempermainkan
kemaluan
wanita, mulai dari memandang, lalu
mencium
aroma khasnya, lalu
mempermainkan dan
menggigit bibir luarnya (labia
majora), lalu
melumati bagian dalamnya dengan
lidah saya, lalu
mengemut clitorisnya sampai si
wanita minta-
minta ampun kewalahan. Yang
terakhir barulah
saya memasukkan batang kemaluan
saya kedalam
liang sanggamanya yang sudah
banjir. Setelah
kesempatan saya dan Ayu untuk
bermain cinta
(saya tidak tahu apakah itu bisa
disebut bermain
cinta) yang pertama kali itu, maka
kami menjadi
semakin berani dan Ayu dengan
bebasnya akan
datang kerumah saya hampir setiap
hari, paling
sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia
datang, dia
akan langsung masuk kedalam
kamar tidur saya,
dan tidak lama kemudian sayapun
segera
menyusul. Biasanya dia selalu
mengenakan daster
yang longgar yang bisa
ditanggalkan dengan
sangat gampang, hanya tarik saja
keatas melalui
kepalanya, dan biasanya dia duduk
dipinggiran
tempat tidur saya. Saya biasanya
langsung
menerkam payudaranya yang
sudah agak kendor
tetapi sangat bersih dan mulus.
Pentilnya dilingkari
bundaran yang kemerah-merahan
dan pentilnya
sendiri agak besar menurut penilaian
saya. Ayu
sangat suka apabila saya mengemut
pentil
susunya yang menjadi tegang dan
memerah, dan
bisa dipastikan bahwa kemaluannya
segera
menjadi becek apabila saya sudah
mulai ngenyot-
ngenyot pentilnya. Mungkin saking
tegangnya
saya didalam melakukan sesuatu
yang terlarang,
pada permulaannya kami mulai
bersanggama,
saya sangat cepat sekali mencapai
klimaks.
Untunglah Ayu selalu menyuruh
saya untuk
menjilat-jilat dan menyedot-nyedot
kemaluannya
lebih dulu sehingga biasanya dia
sudah orgasme
duluan sampai dua atau tiga kali
sebelum saya
memasukkan penis saya kedalam
liang
peranakannya, dan setelah saya
pompa hanya
beberapa kali saja maka saya
seringkali langsung
menyemprotkan mani saya
kedalam vaginanya.
Barulah untuk ronde kedua saya
bisa menahan
lebih lama untuk tidak ejakulasi dan
Ayu bisa
menyusul dengan orgasmenya
sehingga saya
bisa merasakan empot-empotan
vaginanya yang
seakan-akan menyedot penis saya
lebih dalam
kedalam sorga dunia. Ayu juga
sangat doyan
mengemut-ngemut penis saya
yang masih belum
bertumbuh secara maksimum.
Saya tidak disunat
dan Ayu sangat sering menggoda
saya dengan
menertawakan "kulup" saya, dan
setelah beberapa
minggu Ayu kemudian berhasil
menarik seluruh
kulit kulup saya sehingga topi baja
saya bisa
muncul seluruhnya. Saya masih
ingat bagaimana
dia berusaha menarik-narik atau
mengupas kulup
saya sampai terasa sakit, lalu dia
akan
mengobatinya dengan
mengemutnya dengan
lembut sampai sakitnya hilang.
Setelah itu dia
seperti memperolah permainan
baru dengan
mempermainkan lidahnya
disekeliling leher penis
saya sampai saya merasa begitu
kegelian dan
kadang-kadang sampai saya tidak
kuat
menahannya dan mani saya
tumpah dan muncrat
ke hidung dan matanya. Kadang-
kadang Ayu juga
minta "main" walaupun dia sedang
mens.
Walaupun dia berusaha mencuci
vaginanya lebih
dulu, saya tidak pernah mau
mencium vaginanya
karena saya perhatikan bau-nya
tidak
menyenangkan. Paling-paling saya
hanya
memasukkan penis saja kedalam
vaginanya yang
terasa banjir dan becek karena darah
mensnya.
Terus terang, saya tidak begitu
menikmatinya dan
biasanya saya cepat sekali ejakulasi.
Apabila saya
mencabut kemaluan saya dari
vagina Ayu, saya
bisa melihat cairan darah mensnya
yang
bercampur dengan mani saya.
Kadang-kadang
saya merasa jijik melihatnya. Satu
hari, kami
sedang asyik-asyiknya menikmati
sanggama,
dimana kami berdua sedang
telanjang bugil dan
Ayu sedang berada didalam posisi
diatas
menunggangi saya. Dia menaruh
tiga buah bantal
untuk menopang kepala saya
sehingga saya bisa
mengisap-isap payudaranya
sementara dia
menggilas kemaluan saya dengan
dengan
kemaluannya. Pinggulnya naik turun
dengan
irama yang teratur. Kami rileks saja
karena sudah
begitu seringnya kami
bersanggama. Dan
pasangan suami isteri yang tadinya
menyewa
kamar dikamar sebelah, sudah
pindah kerumah
kontrakan mereka yang baru. Saya
sudah ejakulasi
sekali dan air mani saya sudah
bercampur dengan
jus dari kemaluannya yang selalu
membanjir. Lalu
tiba-tiba, pada saat dia mengalami
klimaks dan dia
mengerang-erang sambil menekan
saya dengan
pinggulnya, anak perempuannya
yang bernama
Efi ternyata sedang berdiri dipintu
kamar tidur saya
dan berkata, "Ibu main kancitan,
iya..?" (kancitan =
ngentot, bahasa Palembang) Saya
sangat kaget
dan tidak tahu harus berbuat
bagaimana tetapi
karena sedang dipuncak klimaksnya,
Ayu diam
saja terlentang diatas tubuh saya.
Saya melirik dan
melihat Efi datang mendekat
ketempat tidur,
matanya tertuju kebagian tubuh
kami dimana
penis saya sedang bersatu dengan
dengan
kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di
pinggiran
tempat tidur dengan mata melotot.
"Hayo, ibu
main kancitan," katanya lagi. Lalu
pelan-pelan Ayu
menggulingkan tubuhnya dan
berbaring
disamping saya tanpa berusaha
menutupi
kebugilannya. Saya mengambil satu
bantal dan
menutupi perut dan kemaluan
saya . "Efi, Efi.
Kamu ngapain sih disini?" kata Ayu
lemas. "Efi
pulang sekolah agak pagi dan Efi
cari-cari Ibu
dirumah, tahunya lagi kancitan
sama Bang Johan,"
kata Efi tanpa melepaskan matanya
dari arah
kemaluan saya. Saya merasa sangat
malu tetapi
juga heran melihat Ayu tenang-
tenang saja. "Efi
juga mau kancitan," kata Efi tiba-tiba.
"E-eh, Efi
masih kecil.." kata ibunya sambil
berusaha duduk
dan mulai mengenakan dasternya.
"Efi mau
kancitan, kalau nggak nanti Efi
bilangin Abah."
"Jangan Efi, jangan bilangin Abah..,
kata Ayu
membujuk. "Efi mau kancitan," Efi
membandel.
"Kalo nggak nanti Efi bilangin Abah.."
"Iya udah,
diam. Sini, biar Johan ngancitin Efi."
Ayu berkata.
Saya hampir tidak percaya akan apa
yang saya
dengar. Jantung saya berdegup-
degup seperti alu
menumbuk. Saya sudah sering
melihat Efi
bermain-main di pekarangan
rumahnya dan
menurut saya dia hanyalah seorang
anak yang
masih begitu kecil. Dari mana dia
mengerti tentang
"main kancitan" segala? Ayu
mengambil bantal
yang sedang menutupi kemaluan
saya dan
tangannya mengelus-ngelus penis
saya yang
masih basah dan sudah mulai
berdiri kembali.
"Sini, biar Efi lihat." Ayu mengupas
kulit kulup saya
untuk menunjukkan kepala penis
saya kepada Efi.
Efi datang mendekat dan tangannya
ikut
meremas-remas penis saya. Aduh
maak, saya
berteriak dalam hati. Bagaimana ini
kejadiannya?
Tetapi saya diam saja karena betul-
betul bingung
dan tidak tahu harus melakukan apa.
Tempat tidur
saya cukup besar dan Ayu
kemudian menyutuh
Efi untuk membuka baju sekolahnya
dan telentang
di tempat tidur didekat saya. Saya
duduk dikasur
dan melihat tubuh Efi yang masih
begitu remaja.
Payudaranya masih belum
berbentuk, hampir rata
tetapi sudah agak membenjol.
Putingnya masih
belum keluar, malahan sepertinya
masuk kedalam.
Ayu kemudian merosot celana
dalam Efi dan saya
melihat kemaluan Efi yang sangat
mulus, seperti
kemaluan ibunya. Belum ada bibir
luar, hanya
garis lurus saja, dan diantara garis
lurus itu saya
melihat itilnya yang seperti
mengintip dari sela-sela
garis kemaluannya. Efi merapatkan
pahanya dan
matanya menatap kearah ibunya
seperti
menunggu apa yang harus
dilakukan selanjutnya.
Saya mengelus-elus bukit venus Efi
yang agak
menggembung lalu saya coba
merenggangkan
pahanya. Dengan agak enggan, Efi
menurut, dan
saya berlutut di antara kedua
pahanya dan
membungkuk untuk mencium
selangkangan Efi.
"Ibu, Efi malu ah.." kata Efi sambil
berusaha
menutup kemaluannya dengan
kedua tangannya.
"Ayo, Efi mau kancitan, ndak?" kata
Ayu. Saya
mengendus kemaluan Efi dan
baunya sangat
tajam. "Uh, mambu pesing." Saya
berkata dengan
agak jijik. Saya juga melihat adanya
"keju" yang
keputih-putihan diantara celah-celah
bibir
kemaluan Efi. "Tunggu sebentar,"
kata Ayu yang
lalu pergi keluar kamar tidur. Saya
menunggu
sambil mempermainkan bibir
kemaluan Efi dengan
jari-jari saya. Efi mulai membuka
pahanya makin
lebar. Sebentar kemudian Ayu
datang membawa
satu baskom air dan satu handuk
kecil. Dia pun
mulai mencuci kemaluan Efi dengan
handuk kecil
itu dan saya perhatikan kemaluan Efi
mulai
memerah karena digosok-gosok
Ayu dengan
handuk tadi. Setelah selesai, saya
kembali
membongkok untuk mencium
kemaluan Efi.
Baunya tidak lagi setajam
sebelumnya dan
sayapun menghirup aroma
kemaluan Efi yang
hanya berbau amis sedikit saja.
Saya mulai
membuka celah-celah kemaluannya
dengan
menggunakan lidah saya dan Efi-
pun
merenggangkan pahanya semakin
lebar. Saya
sekarang bisa melihat bagian dalam
kemaluannya
dengan sangat jelas. Bagian
samping kemaluan Efi
kelihatan sangat lembut ketika saya
membuka
belahan bibirnya dengan jari-jari
saya, kelihatanlah
bagian dalamnya yang sangat
merah. Saya isap-
isap kemaluannya dan terasa agak
asin dan ketika
saya mempermainkan kelentitnya
dengan ujung
lidah saya, Efi menggeliat-geliat
sambil
mengerang, "Ibu, aduuh geli, ibuu..,
geli nian
ibuu.." Saya kemudian bangkit dan
mengarahkan
kepala penis saya kearah belahan
bibir kemaluan
Efi dan tanpa melihat kemana
masuknya, saya
dorong pelan-pelan. "Aduh, sakit
bu..," Efi hampir
menjerit. "Johan, pelan-pelan
masuknya." Kata
Ayu sambil mengelus-elus bukit Efi.
Saya coba lagi
mendorong, dan Efi menggigit
bibirnya kesakitan.
"Sakit, ibu." Ayu bangkit kembali
dan
berkata,"Johan tunggu sebentar,"
lalu dia pergi
keluar dari kamar. Saya tidak tahu
kemana Ayu
perginya dan sambil menunggu dia
kembali
sayapun berlutut didepan kemaluan
Efi dan sambil
memegang batang penis, saya
mempermainkan
kepalanya di clitoris Efi. Efi
memegang kedua
tangan saya erat-erat dengan kedua
tangannya
dan saya mulai lagi mendorong.
Saya merasa
kepala penis saya sudah mulai
masuk tetapi
rasanya sangat sempit. Saya sudah
begitu terbiasa
dengan lobang kemaluan Ayu yang
longgar dan
penis saya tidak pernah merasa
kesulitan untuk
masuk dengan mudah. Tetapi liang
vagina Efi
yang masih kecil itu terasa sangat
ketat. Tiba-tiba
Efi mendorong tubuh saya mundur
sambil
berteriak, "Aduuh..!" Rupanya tanpa
saya sadari,
saya sudah mendorong lebih dalam
lagi dan Efi
masih tetap kesakitan. Sebentar lagi
Ayu datang
dan dia memegang satu cangkir
kecil yang berisi
minyak kelapa. Dia mengolesi kepala
penis saya
dengan minyak itu dan kemudian
dia juga
melumasi kemaluan Efi. Kemudian
dia memegang
batang kemaluan saya dan
menuntunnya pelan-
pelan untuk memasuki liang vagina
Efi. Terasa licin
memang dan saya-pun bisa masuk
sedikit demi
sedikit. Efi meremas tangan saya
sambil menggigit
bibir, apakah karena menahan sakit
atau
merasakan enak, saya tidak tahu
pasti. Saya
melihat Efi menitikkan air mata tetapi
saya
meneruskan memasukkan batang
penis saya
pelan-pelan. "Cabut dulu," kata Ayu
tiba-tiba. Saya
menarik penis saya keluar dari
lobang kemaluan
Efi. Saya bisa melihat lobangnya
yang kecil dan
merah seperti menganga. Ayu
kembali melumasi
penis saya dan kemaluan Efi dengan
minyak
kelapa, lalu menuntun penis saya
lagi untuk masuk
kedalam lobang Efi yang sedang
menunggu. Saya
dorong lagi dengan hati-hati, sampai
semuanya
terbenam didalam Efi. Aduh
nikmatnya, karena
lobang Efi betul-betul sangat hangat
dan ketat, dan
saya tidak bisa menahannya lalu
saya tekan
dalam-dalam dan air manikupun
tumpah didalam
liang kemaluan Efi. Efi yang masih
kecil. Saya juga
sebetulnya masih dibawah umur,
tetapi pada saat
itu kami berdua sedang merasakan
bersanggama
dengan disaksikan Ayu, ibunya
sendiri. Efi belum
tahu bagaimana caranya
mengimbangi gerakan
bersanggama dengan baik, dan dia
diam saja
menerima tumpahan air mani saya.
Saya juga
tidak melihat reaksi dari Efi yang
menunjukkan
apakah dia menikmatinya atau tidak.
Saya
merebahkan tubuh saya diatas
tubuh Efi yang
masih kurus dan kecil itu. Dia diam
saja. Setelah
beberapa menit, saya berguling
kesamping dan
merebahkan diri disamping Efi. Saya
merasa
sangat terkuras dan lemas. Tetapi
rupanya Ayu
sudah terangsang lagi setelah
melihat saya
menyetubuhi anaknya. Diapun
menaiki wajah
saya dan mendudukinya dan
menggilingnya
dengan vaginanya yang basah, dan
didalam kami
di posisi 69 itu diapun mengisap-
ngisap penis
saya yang sudah mulai lemas
sehingga penis saya
itu mulai menegang kembali. Wajah
saya begitu
dekat dengan anusnya dan saya
bisa mencium
sedikit bau anus yang baru cebok
dan entah
kenapa itu membuat saya sangat
bergairah. Nafsu
kami memang begitu menggebu-
gebu, dan saya
sedot dan jilat kemaluan Ayu
sepuas-puasnya,
sementara Efi menonton kami
berdua tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
Saya sudah
mengenal kebiasaan Ayu dimana dia
sering kentut
kalau betul-betul sedang klimaks
berat, dan saat
itupun Ayu kentut beberapa kali
diatas wajah saya.
Saya sempat melihat lobang
anusnya ber-getar
ketika dia kentut, dan sayapun
melepaskan
semburan air mani saya yang ketiga
kalinya hari
itu didalam mulut Ayu. "Alangkah
lemaknyoo..!"
saya berteriak dalam hati. "Ugh, ibu
kentut," kata
Efi tetapi Ayu hanya bisa
mengeluarkan suara
seperti seseorang yang sedang
dicekik lehernya.
Hanya sekali itu saja saya pernah
menyetubuhi Efi.
Ternyata dia masih belum cukup
dewasa untuk
mengetahui nikmatnya
bersanggama. Dia masih
anak kecil, dan pikirannya
sebetulnya belum
sampai kepada hal-hal seperti itu.
Tetapi saya dan
Ayu terus menikmati indahnya
permainan
bersanggama sampai dua atau tiga
kali seminggu.
Saya masih ingat bagaimana saya
selalu merasa
sangat lapar setelah setiap kali kami
selesai
bersanggama. Tadinya saya belum
mengerti
bahwa tubuh saya menuntut
banyak gizi untuk
menggantikan tenaga saya yang
dikuras untuk
melayani Ayu, tetapi saya selalu
saya merasa ingin
makan telur banyak-banyak. Saya
sangat
beruntung karena kami kebetulan
memelihara
beberapa puluh ekor ayam, dan
setiap pagi saya
selalu menenggak 4 sampai 6 butir
telur mentah.
Saya juga memperhatikan dalam
tempo setahun
itu penis saya menjadi semakin
besar dan bulu
jembut saya mulai menjadi agak
kasar. Saya tidak
tahu apakah penis saya cukup besar
dibandingkan
suami Ayu ataupun lelaki lain. Yang
saya tahu
adalah bahwa saya sangat puas,
dan kelihatannya
Ayu juga cukup puas. Saya tidak
merasa seperti
seorang yang bejat moral. Saya
tidak pernah
melacur dan ketika saya masih
kawin dengan isteri
saya yang orang bule, walaupun
perkawinan kami
itu berakhir dengan perceraian, saya
tidak pernah
menyeleweng. Tetapi saya akan
selalu berterima
kasih kepada Ayu (entah dimana dia
sekarang)
yang telah memberikan saya
kenikmatan didalam
umur yang sangat dini, dan
pelajaran yang sangat
berharga didalam bagaimana
melayani seorang
perempuan, terlepas dari apakah itu
salah atau
tidak.