Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Kurasa tidak perlu aku ceritakan
tentang nama
dan asalku, serta tempat dan
alamatku sekarang.
Usiaku sekarang sudah mendekati
empat puluh
tahun, kalau dipikir-pikir seharusnya
aku sudah
punya anak, karena aku sudah
menikah hampir
lima belas tahun lamanya.
Walaupun aku tidak
begitu ganteng, aku cukup
beruntung karena
mendapat isteri yang menurutku
sangat cantik.
Bahkan dapat dikatakan dia yang
tercantik di
lingkunganku, yang biasanya
menimbulkan
kecemburuan para tetanggaku.
Isteriku bernama
Resty. Ada satu kebiasaanku yang
mungkin jarang
orang lain miliki, yaitu keinginan sex
yang tinggi.
Mungkin para pembaca tidak
percaya, kadang-
kadang pada siang hari selagi ada
tamu pun sering
saya mengajak isteri saya sebentar
ke kamar
untuk melakukan hal itu. Yang
anehnya, ternyata
isteriku pun sangat menikmatinya.
Walaupun
demikian saya tidak pernah berniat
jajan untuk
mengimbangi kegilaanku pada sex.
Mungkin
karena belum punya anak, isteriku
pun selalu siap
setiap saat. Kegilaan ini dimulai saat
hadirnya
tetangga baruku, entah siapa yang
mulai, kami
sangat akrab. Atau mungkin karena
isteriku yang
supel, sehingga cepat akrab dengan
mereka.
Suaminya juga sangat baik, usianya
kira-kira
sebaya denganku. Hanya isterinya,
woow
busyet.., selain masih muda juga
cantik dan yang
membuatku gila adalah bodynya
yang wah, juga
kulitnya sangat putih mulus. Mereka
pun sama
seperti kami, belum mempunyai
anak. Mereka
pindah ke sini karena tugas baru
suaminya yang
ditempatkan perusahaannya yang
baru membuka
cabang di kota tempatku. Aku dan
isteriku biasa
memanggil mereka Mas Agus dan
Mbak Rini.
Selebihnya saya tidak tahu latar
belakang mereka.
Boleh dibilang kami seperti saudara
saja karena
hampir setiap hari kami ngobrol,
yang terkadang
di teras rumahnya atau sebaliknya.
Pada suatu
malam, saya seperti biasanya
berkunjung ke
rumahnya, setelah ngobrol panjang
lebar, Agus
menawariku nonton VCD blue yang
katanya baru
dipinjamnya dari temannya. Aku
pun tidak
menolak karena selain belum jauh
malam kegiatan
lainnya pun tidak ada. Seperti
biasanya, film blue
tentu ceritanya itu-itu saja. Yang
membuatku
kaget, tiba-tiba isteri Agus ikut
nonton bersama
kami. "Waduh, gimana ini Gus..?
Nggak enak
nih..!" "Nggak apa-apalah Mas, toh
itu tontonan
kok, nggak bisa dipegang. Kalau Mas
nggak
keberatan, Mbak Res diajak sekalian."
katanya
menyebut isteriku. Aku tersinggung
juga waktu
itu. Tapi setelah kupikir-pikir, apa
salahnya?
Akhirnya aku pamit sebentar untuk
memanggil
isteriku yang tinggal sendirian di
rumah. "Gila
kamu..! Apa enaknya nonton gituan
kok sama
tetangga..?" kata isteriku ketika
kuajak. Akhirnya
aku malu juga sama isteriku,
kuputuskan untuk
tidak kembali lagi ke rumah Agus.
Mendingan
langsung tidur saja supaya besok
cepat bangun.
Paginya aku tidak bertemu Agus,
karena sudah
lebih dahulu berangkat. Di teras
rumahnya aku
hanya melihat isterinya sedang
minum teh. Ketika
aku lewat, dia menanyaiku tentang
yang tadi
malam. Aku bilang Resty tidak mau
kuajak
sehingga aku langsung saja tidur.
Mataku jelalatan
menatapinya. Busyet.., dasternya
hampir
transparan menampakkan lekuk
tubuhnya yang
sejak dulu menggodaku. Tapi ah..,
mereka kan
tetanggaku. Tapi dasar memang
pikiranku sudah
tidak beres, kutunda
keberangkatanku ke kantor,
aku kembali ke rumah menemui
isteriku. Seperti
biasanya kalau sudah begini aku
langsung menarik
isteriku ke tempat tidur. Mungkin
karena sudah
biasa Resty tidak banyak protes.
Yang luar biasa
adalah pagi ini aku benar-benar gila.
Aku bergulat
dengan isteriku seperti kesetanan.
Kemaluan Resty
kujilati sampai tuntas, bahkan
kusedot sampai
isteriku menjerit. Edan, kok aku
sampai segila ini
ya, padahal hari masih pagi.Tapi hal
itu tidak
terpikirkan olehku lagi. Isteriku
sampai terengah-
engah menikmati apa yang
kulakukan
terhadapnya. Resty langsung
memegang
kemaluanku dan mengulumnya,
entah kenikmatan
apa yang kurasakan saat itu.
Sungguh, tidak dapat
kuceritakan. "Mas.., sekarang Mas..!"
pinta isteriku
memelas. Akhirnya aku
mendekatkan kemaluanku
ke lubang kemaluan Resty. Dan
tempat tidur kami
pun ikut bergoyang. Setelah kami
berdua sama-
sama tergolek, tiba-tiba isteriku
bertanya, "Kok Mas
tiba- tiba nafsu banget sih..?" Aku
diam saja karena
malu mengatakan bahwa
sebenarnya Rini lah
yang menaikkan tensiku pagi ini.
Sorenya Agus
datang ke rumahku, "Sepertinya
Mas punya
kelainan sepertiku ya..?" tanyanya
setelah kami
berbasa-basi. "Maksudmu apa
Gus..?" tanyaku
heran. "Isteriku tadi cerita, katanya
tadi pagi dia
melihat Mas dan Mbak Resty
bergulat setelah
ngobrol dengannya." Loh, aku
heran, dari mana
Rini nampak kami melakukannya?
Oh iya, baru
kusadari ternyata jendela kamar
kami saling
berhadapan. Agus langsung
menambahkan,
"Nggak usah malu Mas, saya juga
maniak Mas."
katanya tanpa malu- malu. "Begini
saja Mas,"
tanpa harus memahami
perasaanku, Agus
langsung melanjutkan, "Aku punya
ide, gimana
kalau nanti malam kita bikin acara..?"
"Acara apa
Gus..?" tanyaku penasaran. "Nanti
malam kita bikin
pesta di rumahmu, gimana..?"
"Pesta apaan..? Gila
kamu." "Pokoknya tenang aja Mas,
kamu cuman
nyediain makan dan musiknya aja
Mas, nanti
minumannya saya yang nyediain.
Kita berempat
aja, sekedar refresing ajalah Mas,
kan Mas belum
pernah mencobanya..?" Malamnya,
menjelang
pukul 20.00, Agus bersama
isterinya sudah ada di
rumahku. Sambil makan dan
minum, kami
ngobrol tentang masa muda kami.
Ternyata ada
persamaan di antara kami, yaitu
menyukai dan
cenderung maniak pada sex. Diiringi
musik yang
disetel oleh isteriku, ada perasaan
yang agak aneh
kurasakan. Aku tidak dapat
menjelaskan perasaan
apa ini, mungkin pengaruh
minuman yang
dibawakan Agus dari rumahnya.
Tiba-tiba saja
nafsuku bangkit, aku mendekati
isteriku dan
menariknya ke pangkuanku. Musik
yang tidak
begitu kencang terasa seperti
menyelimuti
pendengaranku. Kulihat Agus juga
menarik
isterinya dan menciumi bibirnya.
Aku semakin
terangsang, Resty juga semakin
bergairah. Aku
belum pernah merasakan perasaan
seperti ini.
Tidak berapa lama Resty sudah
telanjang bulat,
entah kapan aku menelanjanginya.
Sesaat aku
merasa bersalah, kenapa aku
melakukan hal ini di
depan orang lain, tetapi kemudian
hal itu tidak
terpikirkan olehku lagi. Seolah-olah
nafsuku sudah
menggelegak mengalahkan pikiran
normalku.
Kuperhatikan Agus perlahan-lahan
mendudukkan
Rini di meja yang ada di depan
kami, mengangkat
rok yang dikenakan isterinya,
kemudian
membukanya dengan cara
mengangkatnya ke
atas. Aku semakin tidak karuan
memikirkan
kenapa hal ini dapat terjadi di dalam
rumahku.
Tetapi itu hanya sepintas, berikutnya
aku sudah
menikmati permainan itu. Rini juga
tinggal hanya
mengenakan BH dan celana
dalamnya saja, dan
masih duduk di atas meja dengan
lutut tertekuk
dan terbuka menantang. Perlahan-
lahan Agus
membuka BH Rini, tampak dua bukit
putih mulus
menantang menyembul setelah
penutupnya
terbuka. "Kegilaan apa lagi ini..?"
batinku. Seolah-
olah Agus mengerti, karena selalu
saya perhatikan
menawarkan bergantian denganku.
Kulihat isteriku
yang masih terbaring di sofa
dengan mulut
terbuka menantang dengan nafas
tersengal
menahan nafsu yang menggelora,
seolah-olah
tidak keberatan bila posisiku
digantikan oleh Agus.
Kemudian kudekati Rini yang kini
tinggal hanya
mengenakan celana dalam. Dengan
badan yang
sedikit gemetar karena memang ini
pengalaman
pertamaku melakukannya dengan
orang lain,
kuraba pahanya yang putih mulus
dengan lembut.
Sementara Agus kulihat semakin
beringas
menciumi sekujur tubuh Resty yang
biasanya aku
lah yang melakukannya. Perlahan-
lahan jari-
jemariku mendekati daerah
kemaluan Rini. Kuelus
bagian itu, walau masih tertutup
celana dalam,
tetapi aroma khas kemaluan wanita
sudah terasa,
dan bagian tersebut sudah mulai
basah. Perlahan-
lahan kulepas celana dalamnya
dengan hati- hati
sambil merebahkan badannya di
atas meja.
Nampak bulu-bulu yang belum
begitu panjang
menghiasi bagian yang berada di
antara kedua
paha Rini ini. "Peluklah aku Mas,
tolonglah Mas..!"
erang Rini seolah sudah siap untuk
melakukannya.
Tetapi aku tidak melakukannya. Aku
ingin
memberikan kenikmatan yang
betul-betul
kenikmatan kepadanya malam ini.
Kutatapi seluruh
bagian tubuh Rini yang memang
betul- betul
sempurna. Biasanya aku hanya
dapat melihatnya
dari kejauhan, itu pun dengan
terhalang pakaian.
Berbeda kini bukan hanya melihat,
tapi dapat
menikmati. Sungguh, ini suatu yang
tidak pernah
terduga olehku. Seperti ingin
melahapnya saja.
Kemudian kujilati seluruhnya tanpa
sisa,
sementara tangan kiriku meraba
kemaluannya
yang ditumbuhi bulu hitam halus
yang tidak
begitu tebal. Bagian ini terasa sangat
lembut sekali,
mulut kemaluannya sudah mulai
basah. Perlahan
kumasukkan jari telunjukku ke
dalam. "Sshh..,
akh..!" Rini menggelinjang nikmat.
Kuteruskan
melakukannya, kini lebih dalam dan
menggunakan
dua jari, Rini mendesis. Kini mulutku
menuju dua
bukit menonjol di dada Rini, kuhisap
bagian
putingnya, tubuh Rini bergetar
panas. Tiba- tiba
tangannya meraih kemaluanku,
menggenggam
dengan kedua telapaknya seolah
takut lepas. Posisi
Rini sekarang berbaring miring,
sementara aku
berlutut, sehingga kemaluanku tepat
ke mulutnya.
Perlahan dia mulai menjilati
kemaluanku. Gantian
badanku sekarang yang bergetar
hebat. Rini
memasukkan kemaluanku ke dalam
mulutnya. Ya
ampun, hampir aku tidak sanggup
menikmatinya.
Luar biasa enaknya, sungguh..!
Belum pernah
kurasakan seperti ini. Sementara di
atas Sofa Agus
dan isteriku seperti membentuk
angka 69. Resty
ada di bawah sambil mengulum
kemaluan Agus,
sementara Agus menjilati kemaluan
Resty. Napas
kami berempat saling berkejaran,
seolah-olah
melakukan perjalanan panjang yang
melelahkan.
Bunyi Music yang entah sudah
beberapa lagu
seolah menambah semangat kami.
Kini tiga jari
kumasukkan ke dalam kemaluan
Rini, dia
melenguh hebat hingga kemaluanku
terlepas dari
mulutnya. Gantian aku sekarang
yang menciumi
kemaluannya. Kepalaku seperti
terjepit di antara
kedua belah pahanya yang mulus.
Kujulurkan
lidahku sepanjang- panjangnya dan
kumasukkan
ke dalam kemaluannya sambil
kupermainkan di
dalamnya. Aroma dan rasanya
semakin
memuncakkan nafsuku. Sekarang
Rini terengah-
engah dan kemudian menjerit
tertahan meminta
supaya aku segera memasukkan
kemaluanku ke
lubangnya. Cepat-cepat kurengkuh
kedua pahanya
dan menariknya ke bibir meja,
kutekuk lututnya
dan kubuka pahanya lebar-lebar
supaya aku dapat
memasukkan kemaluanku sambil
berjongkok.
Perlahan- lahan kuarahkan senjataku
menuju
lubang milik Rini. Ketika kepala
kemaluanku
memasuki lubang itu, Rini
mendesis, "Ssshh..,
aahhk.., aduh enaknya..! Terus Mas,
masukkan lagi
akhh..!" Dengan pasti kumasukkan
lebih dalam
sambil sesekali menarik sedikit dan
mendorongnya lagi. Ada
kenikmatan luar biasa
yang kurasakan ketika aku
melakukannya.
Mungkin karena selama ini aku
hanya
melakukannya dengan isteriku, kali
ini ada sesuatu
yang tidak pernah kurasakan
sebelumnya.
Tanganku sekarang sudah meremas
payudara Rini
dengan lembut sambil
mengusapnya. Mulut Rini
pun seperti megap- megap
kenikmatan, segera
kulumat bibir itu hingga Rini nyaris
tidak dapat
bernapas, kutindih dan kudekap
sekuat- kuatnya
hingga Rini berontak. Pelukanku
semakin
kuperketat, seolah-olah tidak akan
lepas lagi.
Keringat sudah membasahi seluruh
tubuh kami.
Agus dan isteriku tidak kuperhatikan
lagi. Yang
kurasakan sekarang adalah sebuah
petualangan
yang belum pernah kulalui
sebelumnya. Pantatku
masih naik turun di antara kedua
paha Rini. Luar
biasa kemaluan Rini ini, seperti ada
penyedot saja
di dalamnya. Kemaluanku seolah
tertarik ke dalam.
Dinding-dindingnya seperti lingkaran
magnet saja.
Mata Rini merem melek menikmati
permainan ini.
Erangannya tidak pernah putus,
sementara helaan
napasnya memburu terengah-
engah.Posisi
sekarang berubah, Rini sekarang
membungkuk
menghadap meja sambil
memegang kedua sisi
meja yang tadi tempat dia
berbaring, sementara
saya dari belakangnya dengan
berdiri
memasukkan kemaluanku. Hal ini
cukup sulit,
karena selain ukuran kemaluanku
lumayan besar,
lubang kemaluan Rini juga semakin
ketat karena
membungkuk. Kukangkangkan kaki
Rini dengan
cara melebarkan jarak antara kedua
kakinya.
Perlahan kucoba memasukkan
senjataku. Kali ini
berhasil, tapi Rini melenguh nyaring,
perlahan-
lahan kudorong kemaluanku sambil
sesekali
menariknya. Lubangnya terasa
sempit sekali.
Beberapa saat, tiba-tiba ada cairan
milik Rini
membasahi lubang dan kemaluanku
hingga terasa
nikmat sekarang. Kembali kudorong
senjataku dan
kutarik sedikit. Goyanganku semakin
lincah,
pantatku maju mundur beraturan.
Sepertinya Rini
pun menikmati gaya ini. Buah dada
Rini
bergoyang-goyang juga maju-
mundur mengikuti
irama yang berasal dari pantatku.
Kuremas buah
dada itu, kulihat Rini sudah tidak
kuasa menahan
sesuatu yang tidak kumengerti apa
itu.
Erangannya semakin panjang.
Kecepatan pun
kutambah, goyangan pinggul Rini
semakin kuat.
Tubuhku terasa semakin panas. Ada
sesuatu yang
terdorong dari dalam yang tidak
kuasa aku
menahannya. Sepertinya menjalar
menuju
kemaluanku. Aku masih berusaha
menahannya.
Segera aku mencabut kemaluanku
dan
membopong tubuh Rini ke tempat
yang lebih luas
dan menyuruh Rini telentang di
bentangan karpet.
Secepatnya aku menindihnya sambil
menekuk
kedua kakinya sampai kedua ujung
lututnya
menempel ke perut, sehingga kini
tampak
kemaluan Rini menyembul
mendongak ke atas
menantangku. Segera kumasukkan
senjataku
kembali ke dalam lubang kemaluan
Rini. Pantatku
kembali naik turun berirama, tapi kali
ini lebih
kencang seperti akan mencapai finis
saja. Suara
yang terdengar dari mulut Rini
semakin tidak
karuan, seolah menikmati setiap
sesuatu yang
kulakukan padanya. Tiba-tiba Rini
memelukku
sekuat- kuatnya. Goyanganku pun
semakin
menjadi. Aku pun berteriak
sejadinya, terasa ada
sesuatu keluar dari kemaluanku. Rini
menggigit
leherku sekuat-kuatnya, segera
kurebut bibirnya
dan menggigitnya sekuatnya, Rini
menjerit
kesakitan sambil bergetar hebat.
Mulutku terasa
asin, ternyata bibir Rini berdarah,
tapi seolah kami
tidak memperdulikannya, kami
seolah terikat kuat
dan berguling-guling di lantai. Di
atas sofa Agus
dan isteriku ternyata juga sudah
mencapai
puncaknya. Kulihat Resty tersenyum
puas.
Sementara Rini tidak mau
melepaskan kemaluanku
dari dalam kemaluannya, kedua
ujung tumit
kakinya masih menekan kedua
pantatku. Tidak
kusadari seluruh cairan yang keluar
dari
kemaluanku masuk ke liang milik
Rini. Kulihat Rini
tidak memperdulikannya. Perlahan-
lahan otot-
ototku mengendur, dan akhirnya
kemaluanku
terlepas dari kemaluan Rini. Rini
tersenyum puas,
walau kelelahan aku pun merasakan
kenikmatan
tiada tara. Resty juga tersenyum,
hanya nampak
malu- malu. Kemudian memunguti
pakaiannya
dan menuju kamar mandi. Hingga
saat ini
peristiwa itu masih jelas dalam
ingatanku. Agus
dan Rini sekarang sudah pindah dan
kembali ke
Jakarta. Sesekali kami masih
berhubungan lewat
telepon. Mungkin aku tidak akan
pernah
melupakan peristiwa itu. Pernah
suatu waktu Rini
berkunjung ke rumah kami,
kebetulan aku tidak
ada di rumah. Dia hanya ketemu
dengan isteriku.
Seandainya saja.