Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Sekedar untuk mengingatkan para
pembaca
sekali lagi, namaku Irma tapi biasa
dipanggil I'in
oleh orang di rumah. Aku sulung
dari 4
bersaudara yang semuanya
perempuan. Saat ini
usiaku 34 tahun dan adik bungsuku
Tita 21 tahun.
Aku sangat menjaga bentuk
tubuhku, dengan
tinggi badan 167 cm dan berat
badan 59 kg, tidak
ada yang menyangka kalau aku
sudah memiliki 2
orang anak yaitu Echa 6 dan Dita 3
tahun. Kalau
kata suamiku, teman-temannya
sering memuji
tubuhku, terutama pada bagian
pinggul dan
payudaraku yang berukuran 34B
hingga terlihat
sangat seksi jika sedang
mengenakan baju yang
pressed body. Percumbuanku
dengan Hasan
terus berlanjut tanpa pernah ada
halangan yang
benar-benar mengganggu, seperti
jika suamiku
datang dari kota tempat dia bekerja,
atau "tamu"
wanita yang datang rutin tiap
bulannya. Setiap kali
bercumbu dengannya aku selalu
mendapatkan
kenikmatan orgasme yang tak
terhingga, mulai
dari gaya yang baru sampai tempat-
tempat yang
selama ini tak pernah kukira akan
dapat melakukan
hubungan sex di sana hingga itu
membuatku
semakin merasa terikat dan sulit
untuk dapat lepas
darinya. Salah satu tempat yang
sangat berkesan
olehku adalah saat kami berdua
melakukannya di
rumah orang tuaku. Itu semua
berawal dari
keberangkatan kedua orang tuaku
kekota Bpp
karena ada keluarga yang akan
menikah,
rencananya mereka akan menginap
satu malam di
sana. Atas permintaan Tita, aku dan
kedua anakku
diminta bermalam karena dia takut
kalau harus
sendirian. Selain itu atas izin ayah
kami, Hasan
diminta Tita untuk bermalam dan
keberadaanku di
sana bertindak untuk menjaga kalau
sampai
mereka kelepasan. Ternyata Hasan
memiliki
kejutan yang dia persiapkan begitu
mendengar
kalau aku juga akan ikut bermalam
di sana. Malam
itu sekitar jam 20:10, kami baru saja
selesai makan
malam. Setelah menyikat gigi, aku
menidurkan
kedua anakku di kamar yang dulu
kutempati.
Setelah 10 menit aku yakin kalau
kedua anakku
telah tertidur pulas, aku mematikan
lampu dan
keluar pelan-pelan dari kamar itu.
Saat sampai di
depan TV aku mencari Tita, tapi dia
tidak ada di
sana sementara Hasan sedang asyik
di sofa sambil
tidur-tiduran di sana. Lalu aku
mencarinya di
dapur, kuketuk pintu WC, di sana
tidak ada juga.
Akhirnya aku kembali ke ruang
tengah. "Geser dikit
San.. Kamu lihat Tita nggak..?"
tanyaku padanya.
"Sudah tidur Kak.." jawab Hasan
sambil duduk.
"Tumben sudah pulas jam segini..
Biasanya juga
jam 10" komentarku. Hasan
tersenyum
mendengar perkataanku, lalu dia
merapatkan
posisi duduknya ke tubuhku.
Sementara matanya
menatap tajam ke arahku dari atas
sampai ke
bawah. Walau tahu sedang
dipelototi aku pura-
pura cuek sambil menonton TV.
Malam itu aku
mengenakan T-shirt tipis tanpa
lengan yang lebih
mirip singlet warna putih dengan
dalaman BH
warna hitam. T-shirt itu agak
longgar, tapi tidak
dapat menyembunyikan bentuk
lekukan yang
menonjol di dadaku. Tipisnya kain
T-shirt dan BH
yang kupakai membuat bentuk
puting susuku
secara samar bisa terlihat. Dengan
belahan dada T-
shirt yang rendah membuat kedua
payudaraku
akan terlihat dengan jelas jika
sedang
membungkuk sedikit saja.
Bawahanku adalah
celana ketat selutut yang juga warna
putih. Celana
ketat itu memamerkan keindahan
garis tubuhku
pada bagian bawah. Lekukan
pinggul dan pantatku
yang sekal tercetak secara nyata di
celana yang
kukenakan saat itu. Sebenarnya aku
memakai
semua itu untuk menyenangkan
Hasan, tapi aku
tak mau mengatakannya karena aku
sengaja ingin
membuatnya menjadi panas dingin.
Selain itu aku
tak ada rencana untuk bercinta
dengannya karena
kondisi yang kurang mendukung,
apa mau dikata
rencana tinggal rencana. "Kakak
seksi banget
malam ini.. Aku jadi terangsang nih"
bisik Hasan di
telingaku sebelah kiri. "Jangan San..
ini di rumah
ayah.." aku menolak sambil
mendorong dadanya
dengan kedua tanganku. "Nggak apa
Kak.. Toh
mereka juga nggak bakal tahu.."
kata Hasan sambil
meremas payudaraku. "Mmmh..
Tapi.. Ada.. Tita
di kamar.. Kalo dia.. Akkh.. Bangun..
Gimana..?"
ujarku sambil mencoba menahan
kedua
tangannya yang mencoba
menelusup ke dalam T-
shirt yang aku kenakan. "Tenang aja
Kak.. Aku
udah masukin obat tidur ke dalam
teh yang dia
minum tadi.. Kalo kakak nggak
mau.. Aku tidur
sama Tita aja dah.." Mendengar
perkataannya itu,
aku kaget bukan kepalang. Selain
masalah obat
tidur, aku takut kalau Hasan akan
benar-benar
meniduri Tita malam ini. Selang
beberapa waktu
aku tenggelam dalam pikiranku, dan
saat aku
sadar ternyata tubuhku bagian atas
tinggal tertutup
oleh BH yang kaitannya telah
terlepas. "Oke San..
Kakak mau.. Tapi jangan disini.."
pintaku pada
Hasan. "Terserah kakak aja.." kata
Hasan sambil
menghentikan kegiatannya.
"Setengah jam lagi
kamu masuk ke kamar.. Kakak mau
siap-siap
dulu.." Hasan mengangguk, lalu
mengangkat
tubuhnya yang sedang menindihku
yang sudah
setengah telanjang. Setelah
mengenakan kembali
BH dan T-Shirt yang tadi dipreteli
oleh Hasan, aku
langsung berdiri. Saat hendak
melangkah, tiba-tiba
Hasan merangkul pinggulku,
kepalanya langsung
tenggelam di pangkal pahaku
sementara kedua
tangannya meremas pantatku. Aku
mendesah
saat merasakan lidahnya yang
menusuk-nusuk
celana tipis yang kukenakan. Selang
5 menit
kemudian Hasan melepaskan
tubuhku dan
membiarkan aku berjalan ke kamar.
Masuk ke
kamar orang tuaku, pintu langsung
kututup dan
kulepaskan semua kain yang
melekat di tubuhku
kemudian dengan setengah berlari
aku masuk ke
toilet yang terdapat di kamar
tersebut. Kuambil
sabun sirih khusus untuk
membersihkan alat vital
wanita lalu kubersihkan kelaminku
dengan sabun
itu. Sekitar sepuluh menit kemudian
aku keluar dan
langsung duduk di meja rias ibuku.
Kuperhatikan
tubuhku di cermin, sepasang
payudara berukuran
34B yang montok dan kenyal
menggelantung
indah dan menggairahkan.
Kuturunkan mataku ke
bawah, liang senggamaku yang
merah terlihat
dengan jelas tanpa terganggu oleh
rambut
kemaluan yang baru tumbuh
pendek. Itu karena
beberapa hari yang lalu rambut itu
telah dicukur
habis oleh suamiku. Kuambil
parfum khusus
wanita milik ibu dan kusemprotkan
ke beberapa
bagian tubuh. Seluruh bagian leher,
ketiak,
payudara, perut dan paha. Semua
itu adalah
bagian tubuh yang biasa dijilat
Hasan jika sedang
mencumbuku. Tanpa mengenakan
dalaman,
kukenakan kimono tidur milik ibuku
dan mengikat
tali di pinggangnya. Kukecilkan
volume cahaya
kamar agar menjadi lebih romantis.
Saat akan
bercinta dengan suami saja aku tak
pernah
melakukan persiapan seperti saat itu,
Hasan benar-
benar telah membiusku. Setelah itu
aku naik ke
atas kasur. Kupeluk guling sambil
menunggu
Hasan masuk, aku merasa deg-
degan seperti saat
melalui malam pertamaku dengan
suami. Selang
beberapa waktu kemudian kudengar
pintu kamar
diketuk, kupejamkan mata sambil
bergulung ke
arah kanan. Kemudian terdengar
suara pintu
dibuka lalu ditutup kembali, suara
langkah kaki
terdengar mendekat ke arahku.
Hasan memanggil-
manggil namaku, tapi aku pura-pura
tertidur dan
tak menjawabnya. Kurasakan kasur
agak
bergerak, rupanya Hasan sudah naik
ke atasnya.
Tangannya menyentuh bahuku dan
menggoyangnya, aku masih
berpura-pura
tertidur. Kemudian dia mengubah
posisi tubuhku
dengan menelentangkannya, guling
yang sedang
kupeluk diambilnya. Setelah itu
terasa tali
kimonoku ditariknya, dan saat
Hasan membuka
kimono yang kukenakan, hawa
dingin ruangan
menyengat tubuhku bagian depan.
Tak ada
gerakan setelah itu, tapi aku yakin
kalau saat ini
Hasan sedang memandangi
tubuhku bagian
depan yang sudah terbuka lebar.
Selama beberapa
saat aku tidak merasakan ada
gerakan, ini
membuatku hendak membuka
mata karena
penasaran. Tiba-tiba aku merasakan
angin hangat
pada pangkal pahaku, kubuka
mataku sedikit,
ternyata angin hangat tadi
disebabkan oleh Hasan
yang bernafas di selangkanganku.
Pasti dia sedang
menikmati wangi sabun sirih yang
kupakai
barusan. Hembusan nafas dari
hidungnya bertiup
ke arah pintu liang vaginaku. Ini
menimbulkan
sensasi nikmat tersendiri dalam
tubuhku. Hasan
terus menghembuskan nafasnya di
bagian bawah
perutku, rasa geli dan nikmat
bercampur menjadi
satu dan merangsang tubuhku. Aku
mencoba
bertahan dan melawan kenikmatan
yang terus
menyerang, tapi tubuhku berkata
lain. Kurasakan
ada cairan hangat yang mengalir
keluar dari
lubang kemaluanku, padahal Hasan
hanya
menghembuskan nafas saja tanpa
melakukan
penetrasi yang lain. Seiring
keluarnya cairan
hangat dari liang kenikmatanku,
udara hangat dari
hidung Hasan mulai naik ke atas.
Udara itu
berputar-putar sejenak di lubang
pusar, kemudian
menjelajahi setiap jengkal kedua
payudaraku,
bergerak ke atas lagi hingga ke leher.
Di sini dia
bergerak bolak-balik dari kanan ke
kiri. Semua
perbuatan Hasan itu membuatku
semakin
terangsang dan hampir saja
kehilangan kontrol,
berkali-kali aku ingin mengerang
saat hidungnya
menggesek-gesek puting susuku.
"Sampai kapan
mau tidur Kak..?" bisik Hasan di
telinga kiriku
sementara salah satu tangannya
memelintir puting
susuku sebelah kanan. "Aucch..
Sshh.. Ampuun
Saan.. Aku dah banguunn" erangku
sambil
membuka kedua kelopak mata.
Astaga ternyata
Hasan sudah hanya mengenakan
CD. Wajah
Hasan tampak jelas sekali di
hadapanku, ada
senyum nakal penuh kemenangan
di sana.
Kubalas senyumnya dan dengan
penuh hasrat
kulingkarkan kedua tanganku di
lehernya. Kutarik
wajah Hasan lebih mendekat ke
arahku sampai
bibir kami berdua bertemu dan
langsung beradu.
Bibir Hasan langsung saja melumat
bibirku seakan
ingin menelannya, lidahnya
menusuk ke dalam
rongga mulutku dan mencari-cari
lidahku. Aku tak
mau kalah, kujulurkan lidahku untuk
menggelitik
rongga mulut Hasan, ia terpejam
merasakan
seranganku. Tapi dia tak
membiarkan aku
mengendalikan permainan kami
malam itu, dia
melepaskan ciumannya dari bibirku
dan menciumi
wajahku sesuka hati. Sesekali dia
mengulum
bibirku, lalu menjilati wajahku. Aku
semakin
mengeratkan rangkulan tanganku
pada lehernya.
Ingin rasanya aku menjerit sekeras
mungkin saat
merasakan cumbuannya yang
semakin liar saja,
setelah menggerayang ke leher
bibirnya terus
turun hingga sampai ke atas
payudaraku. Aku
menahan nafas manakala bibirnya
mulai
menciumi kulit di seputar buah
dadaku. Lidahnya
menari-nari dengan bebas
menelusuri kemulusan
kulit sepasang payudaraku yang
sekal dan
menggairahkan. Nafas Hasan
menderu semakin
kencang disertai suara kecipak
mulutnya yang
dengan penuh hasrat melumat
payudaraku yang
montok seolah ingin merasakan
setiap inci
kekenyalannya. Dari bibirku
meluncur desisan dan
rintihan nikmat, sementara tanganku
meremas
rambut Hasan dan menekan
kepalanya ke dadaku.
Rangsangan maha dahsyat
menghajar tubuhku
manakala bibir Hasan mulai menjilat
dan
mengulum puting susuku yang
telah mengeras.
Dengan lihai lidahnya menyapu
seluruh
permukaan putingku secara
bergantian, aku
mengerang halus tiap kali bibir
Hasan berhenti di
salah satu puting susuku. Kemudian
ia mulai
menyedot-nyedot putingku yang
malang itu
sebelum mengakhirinya dengan
sebuah gigitan
halus dan menariknya perlahan
dengan giginya
yang putih. Saat Hasan melakukan
itu, puting
susuku yang lain tidak dibiarkannya
menganggur
begitu saja. Dengan nakal jari-jari
tangan Hasan
memilin dan memelintir puting
susuku ini. Dan jika
dia telah menggigit salah satu di
antaranya, maka
tangannya akan memencet puting
yang lain dan
menariknya dengan penuh gairah.
Dan itu
dilakukan Hasan bergantian kepada
kedua puting
susuku secara berulang-ulang.
Perbuatannya itu
makin membuatku lupa daratan dan
serasa
melayang-layang di awan.
"Saann..!" Jeritku lirih
memanggil namanya saat untuk
yang kesekian
kali, puting susuku disedotnya kuat-
kuat. Aku
menggelinjang kegelian. Hisapan itu
nikmat luar
biasa. Selangkanganku semakin
basah dan
meradang. Tubuhku menggeliat-
geliat bagai ular
kepanasan mengimbangi permainan
lidah dan
bibir Hasan di buah dadaku yang
terasa semakin
menggelembung keras. "Oohh Kak..
Teteknya
bagus banget.. Mmphh.. Wuih..
Montok banget.."
rayu Hasan sambil terus
memainkan sepasang
payudaraku. Tubuhku terus
menyambut hangat
setiap kecupan mesra bibirnya.
Badanku
melengkung dan dadaku
kubusungkan untuk
mengejar kecupan bibir Hasan. Lalu
kudorong
kepala Hasan ke bawah menyusur
perutku. Dia
mengerti dengan apa yang
kuinginkan saat ini.
Dengan nafas menggebu-gebu, ia
mulai bergerak.
Kedua tangan Hasan menyelusup ke
bawah
tubuhku dan mencekal pinggang,
mengangkat
pinggulku dan meloloskan kimono
yang
tersangkut di bawah kemudian
mencampakkannya entah ke mana.
Kini aku
benar-benar telanjang bulat tanpa
sehelai benang
pun yang menghalangi. Kulirik
Hasan yang
terpesona memandangi
ketelanjanganku. Gairahku
semakin meletup melihat tatapan
penuh birahi
Hasan, membuatku begitu bangga
dan
tersanjung. Walau sudah sering
melihatnya, tetap
saja Hasan terkagum-kagum jika
melihatku dalam
keadaan telanjang seperti ini. Mataku
melirik ke
bawah melihat tonjolan keras di
balik CD-nya.
Dadaku berdegup, selangkanganku
berdenyut dan
semakin membasah oleh gairah
membayangkan
batang keras dibalik CD-nya.
"Saann.. Nnghh..
Jangan diliatin aja.. Dingin nih.."
rengekku manja
dengan gaya yang genit. Hasan
seperti tersadar
dari lamunannya, dan mulai beraksi
lagi. "Abisnya
badan kakak seksi banget sih.. Gak
bosen aku
ngeliat ni badan kalo lagi telanjang.."
katanya
seraya melepaskan CD hingga kini
kami sama-
sama telanjang. Kulihat batang
kejantanannya
yang keras itu meloncat keluar
seperti ada pernya
begitu lepas dari kungkungan CD.
Mengacung
tegang dengan gagahnya, besar dan
panjang.
Terlihat olehku otot-otot melingkar
di sekujur
batang itu. Aku sudah tak sabar lagi
ingin
merasakan kekerasannya dalam
genggamanku.
Yang dimiiki Hasan ini membuat
punya suamiku
seperti milik anak kecil saja. Segera
kusambut
tubuh Hasan yang menindih
badanku lagi. Aku
langsung menyambut hangat
ciuman Hasan
sambil merangkulnya dengan erat.
Ciuman itu
benar-benar membuatku terhanyut
oleh gairah
yang semakin meninggi. Terlebih
lagi saat
kurasakan batang kejantanan Hasan
yang keras
menggesek-gesek perutku, gairahku
semakin
meledak-ledak dibuatnya. Hasan
kembali
menciumi buah dadaku, kurasakan
dan kuresapi
setiap remasan dan hisapannya
dengan penuh
kenikmatan. Aku tak mau berdiam
saja dimanja
seperti itu. Dengan nakal tanganku
menggerayang
ke sekujur tubuh Hasan, bergerak
perlahan namun
pasti ke arah batang kemaluannya.
Hatiku berdesir
kencang saat merasakan batang nan
keras itu
dalam genggamanku, kutelusuri
mulai dari ujung
sampai ke pangkalnya. Jemariku
menari-nari lincah
menelusuri urat-urat yang
melingkar di sekujur
batang kejantanannya. Kudengar
Hasan mengeluh
panjang. Kuingin dia merasakan
kenikmatan yang
kuberikan. Ujung jariku menggelitik
moncongnya
yang sudah licin oleh cairan. Lagi-
lagi Hasan
melenguh, kali ini lebih panjang.
Tiba-tiba saja dia
membalikkan tubuhnya, kepalanya
persis berada
di atas selangkanganku sementara
miliknya persis
di atas wajahku. Kulihat batang
kejantanan Hasan
bergelantungan, ujungnya
menggesek-gesek
wajahku hingga dengan refleks
mulutku langsung
menangkap batang kejantanan itu.
Kukulum pelan-
pelan dengan penuh perasaan.
Hasan sepertinya
tidak mau kalah dengan gerakanku
yang agresif.
Lidahnya menjulur menelusuri garis
memanjang
bibir kemaluanku. Hal ini
membuatku terkejut,
tubuhku bergetar seakan diserang
listrik.
Kurasakan darahku berdesir
kemana-mana,
sementara lidah Hasan bermain
semakin lincah.
Menjilat, menusuk-nusuk,
menerobos rongga
rahimku. Ini membuatku seperti
melayang-layang
di atas awan. Nikmatnya sungguh
tidak terkira,
pinggulku tak bisa diam mengikuti
kemana jilatan
lidah Hasan berada. Tubuhku seperti
dialiri listrik
berkekuatan tinggi. Gemetar
menahan desakan
kuat dalam tubuhku. Aku semakin
tak tahan
menerima berbagai kenikmatan
yang dibuat oleh
lidah Hasan. Perutku mengejang,
kakiku merapat,
menjepit kepala Hasan. Seluruh
otot-ototku
menegang, dan jantungku serasa
berhenti
berdetak. Sekuat tenaga aku
bertahan sampai
akhirnya tubuhku tak mampu lagi
menahan
kenikmatan gelombang orgasme
yang meledak-
ledak. Diiringi jeritan lirih dan
panjang, tubuhku
menghentak berkali-kali mengikuti
semburan
cairan hangat dalam liang
kewanitaanku. Aku
terhempas di atas ranjang dengan
tubuh lunglai
tak bertenaga. Lagi-lagi puncak
kenikmatan
orgasme yang kuraih bersama
Hasan terasa
dahsyat dan luar biasa. "Oohh..
Ssann.. Nghh..
Enak sekali.." rintihku tak kuasa
menahan diri.
Mengapa kenikmatan seperti ini tak
bisa lagi
kudapatkan dari suami yang sangat
kucintai, yang
ada hanya rasa menggantung jika
sedang
bercumbu dengannya. Semenatara
Hasan
memberikan kenikmatan tak
terhingga setiap kali
kami bercinta. Sambil menetralisir
nafasku yang
naik-turun tak karuan, kulihat Hasan
tersenyum di
bawah sana. Dia pasti sangat
bangga dengan
kehebatannya bercinta karena selalu
mampu
membuatku mencapai puncak
kenikmatan
orgasme yang sejati. Hasan tahu
bahwa suamiku
tidak dapat memuaskan tubuhku
seperti saat dia
mencumbuku. Aku tak bisa berbuat
banyak,
karena kuakui kalau aku sangat
membutuhkannya
saat ini. Membutuhkan apa yang
sedang
kugenggam dalam tanganku ini,
benda yang
berulang kali telah memberikan
kenikmatan lebih
daripada apa yang kurasakan
barusan. Hasan
masih menjilati sisa-sisa cairan yang
keluar dari
liang senggamaku. Jemariku
meremas-remas
kembali batang kejantanannya.
Kukocok perlahan
lalu kumasukkan ke dalam mulutku,
kukulum dan
kujilat-jilat. Kurasakan tubuh Hasan
meregang dan
dari mulutnya keluar rintihan
kenikmatan. Aku
tersenyum melihatnya seperti itu,
aku ingin
memberi kepuasan pada Hasan
seperti dia telah
memuaskan tubuhku. Kulumanku
semakin panas,
lidahku melata-lata liar di sekujur
batang
kejantanannya. Terdengar suara
kuluman
mulutku, sementara Hasan terus
merintih-rintih
keenakan. Dia menggerakkan
tubuhnya di atasku
seperti sedang bersenggama, hanya
saja saat itu
batang kelaminnya menancap
dalam mulutku.
Kuhisap dan kusedot kuat-kuat, tapi
dia belum
memperlihatkan tanda-tanda akan
segera
mencapai klimaks. Mulutku mulai
terasa kaku
karena kelelahan sementara gairahku
mulai bangkit
kembali, liang kemaluanku sudah
mulai
mengembang dan basah lagi.
Sementara batang
kejantanan Hasan masih tegak
dengan gagah
perkasa, bahkan lebih keras. "Udah
Kak.. Ganti
posisi aja ya.." kata Hasan seraya
membalikkan
tubuhnya dalam posisi umumnya
bersetubuh.
Dasar pejantan tangguh pujiku
dalam hati. Hasan
memang piawai dalam bercinta,
padahal baru
sebulan kami berhubungan, dia
sudah sepandai
ini, batinku. Dia tidak langsung
memasukkan
batang kelaminnya dalam lubang
vaginaku, tetapi
digesek-gesekkan dahulu di sekitar
bibir
kemaluanku. Dengan sengaja ia
menekan seperti
hendak dimasukkan, tetapi
kemudian di gesekan
kembali ke ujung atas bibir vaginaku
hingga
menyentuh klitoris. Ngilu, enak dan
entah apa
rasanya. "Saann.. Aduuhh.. Aduuhh
saann! Sshh..
Mmppffhh.. Ayo saann.. Masukin
aja.. Nggak
tahann.." pintaku menjerit-jerit tanpa
malu. Aku
hampir mencapai orgasme lagi saat
membayangkan betapa nikmatnya
saat batang
kemaluan Hasan yang perkasa itu
mengisi liang
kewanitaanku yang masih rapat dan
singset
terawat. "Udah nggak tahan ya..
Kak.." candanya
hingga membuatku blingsatan
menahan nafsu.
Aku gemas sekali melihatnya
menyeringai seperti
itu. Aku langsung menekan pantat
Hasan dengan
kedua tanganku sekuat tenaga.
Hasan sama sekali
tak menyangka akan hal itu, ia tak
sempat lagi
menahannya. Maka tak ayal lagi
batang kejantanan
Hasan melesak ke dalam liang
kewanitaanku. Aku
segera membuka kedua kakiku
lebar-lebar,
memberi jalan seleluasa mungkin
bagi batang
kelamin perkasa itu. Terasa batang
kejantanan itu
sangat sesak sehingga membuat
liang
kewanitaanku terkuak lebar-lebar.
Kulihat wajah
Hasan terbelalak tak menyangka
akan
perbuatanku. Ia melirik ke bawah
melihat seluruh
batang kemaluannya telah terbenam
dalam liang
senggamaku. Aku tersenyum
menyaksikannya,
Hasan balas tersenyum. "Kakak
nakal ya.. Awas..
Ntar aku bikin mati keenakan.."
ujarnya. "Mau
doongg.." jawabku genit sambil
memeluk tubuh
kekarnya. Hasan mulai
menggerakkan pinggulnya,
pantatnya kulihat naik turun dengan
teratur.
Kadang-kadang digoyang-
goyangkan sehingga
ujung batang kemaluannya
menyentuh seluruh
relung-relung vaginaku. Aku turut
mengimbanginya, pinggulku
berputar penuh
irama. Bergerak patah-patah,
kemudian berputar
lagi. Efeknya luar biasa, Hasan
memuji-muji
goyanganku. Dia belum pernah
melihat aku begitu
bergairah sampai bisa bergoyang
sehebat ini. Aku
semakin bergairah, pinggulku terus
bergoyang
tanpa henti sambil mengedut-
ngedutkan otot
vaginaku. Ini membuat Hasan
merasa batang
kejantanannya seperti dikulum-
kulum dalam
jepitan liang senggamaku. "Akkhh..
Kaa..
Eennaakkhh.., hebaathh.. Uugghh.."
erangnya
berulang-ulang. Sementara tangan
Hasan semakin
kuat meremas-remas dan memilin-
milin puting
susuku dan bibirnya terus menyapu
seluruh
wajahku hingga ke leher, Hasan
semakin
mempercepat irama tusukannya,
kurasakan
batang kejantanannya yang besar
keluar masuk
liang senggamaku dengan cepatnya.
Aku
berusaha terus mengimbangi
kecepatan gerak
pinggul Hasan, dan harus kuakui
permainan Hasan
sangat luar biasa. Aku bisa
merasakan bagaimana
rasa nikmat yang berawal dari liang
kewanitaanku
mulai menjalari seluruh tubuhku,
tanda bahwa
puncak orgasme mulai merasuki
tubuhku.
Sementara Hasan nampak berusaha
keras untuk
bertahan, padahal tubuhnya juga
mulai
mengejang-ngejang tak karuan. Aku
merasa kalau
dia juga hampir mencapai klimaks.
Pinggulku
meliuk-liuk semakin liar, sementara
pantat Hasan
mengaduk-ngaduk kewanitaanku
semakin cepat.
Semakin cepat tak beraturan,
sehingga aku yakin
kalau dia akan segera mengeluarkan
sperma
hangatnya dalam liang
kenikmatanku. Tetapi
secara tiba-tiba saja aliran kencang
berdesir dalam
tubuhku. Nampaknya tubuhku juga
sudah hampir
tidak tahan menerima rangsangan
Hasan terus-
menerus. Liang kenikmatanku terasa
merekah
semakin lebar, kedua ujung puting
susuku
semakin mengeras, mencuat berdiri
tegak. Bibir
Hasan langsung menangkapnya,
dan menyedot
kuat-kuat kemudian menjilatinya
dengan penuh
nafsu. Aku membusungkan dadaku
sebisa
mungkin dan oohh.. Rasanya aku
tak kuat lagi
bertahan. "Ssaann..! Cepat keluarin
doonng..!"
teriakku sambil menekan pantatnya
kuat-kuat agar
kejantanannya lebih masuk ke
selangkanganku.
Beberapa detik kemudian tubuhku
bergetar hebat,
diiringi oleh gelombang rasa nikmat
tak terhingga
saat cairan hangat menyembur dari
liang
kewanitaanku. Bersamaan dengan
itu, tubuh
Hasan bergetar keras yang diiringi
semprotan
cairan hangat dari batang
kejantanannya di dalam
liang kewanitaanku. Hasan langsung
memeluk
tubuhku erat-erat, dengan penuh
perasaan aku
membalas pelukan itu. Kami lalu
bergulingan di
ranjang merasakan kenikmatan
puncak permainan
cinta ini dengan penuh kepuasan.
Kami merasakan
dan meresapinya bersama-sama,
peluh yang
membasahi tubuh kami berdua
menjadi satu dan
tak kami pedulikan lagi. Bantal dan
guling
berjatuhan ke lantai. Sprei
berantakan tak karuan
terlepas dari ikatannya. Eranganku,
jeritan
nikmatku saling bersahutan dengan
geraman
Hasan. Kakiku melingkar di sekitar
pinggangnya,
sementara bibirnya terus
menghujani sekujur
wajah dan leherku dengan ciuman-
ciuman
lembut. Aku masih bisa merasakan
kedutan-
kedutan batang kejantanan Hasan
yang perkasa
menggesek dinding vaginaku.
Nikmat sekali
permainan cinta yang penuh
dengan gelora nafsu
birahi ini. Aku termenung
merasakan sisa-sisa
akhir kenikmatan ini. Tak kusangka
kalau aku akan
berhubungan badan dengan Hasan
di kamar
orang tuaku. Dia memang seorang
laki-laki jantan
yang selalu memberi kejutan setiap
kali kami
bercinta. Setelah itu kami berdua
tertidur dengan
posisi aku menindih tubuhnya,
sementara batang
kejantanannya masih menancap di
dalam liang
kewanitaanku.