Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Semenjak aku SMA, aku selalu pilih-
pilih dalam mencintai wanita. Itulah
mungkin yang mengakibatkan aku
tidak pernah mendekati seorang
cewek pun di SMA. Padahal boleh
dibilang aku ini bukan orang yang
jelek-jelek amat. Para gadis sering
histeris ketika melihat aku beraksi
dibidang olahraga, seperti basket,
lari dan sebagainya. Dan banyak
surat cinta cewek yang tidak
kubalas. Sebab aku tidak suka
mereka. Untuk masalah pelajaran
aku terbilang normal, tidak terlalu
pintar, tapi teman-teman
memanggilku kutu buku, padahal
masih banyak yang lebih pintar dari
aku, mungkin karena aku mahir
dalam bidang olahraga dan dalam
pelajaran aku tidak terlalu bodoh
saja akhirnya aku dikatakan
demikian.
Ketika kelulusan, aku pun masuk
kuliah di salah satu perguruan tinggi
di Malang. Di sini aku numpang di
rumah bibiku. Namanya Dewi. Aku
biasanya memanggilnya mbak
Dewi, kebiasaan dari kecil mungkin.
Ia tinggal sendirian bersama kedua
anaknya, semenjak suaminya
meninggal ketika aku masih SMP ia
mendirikan usaha sendiri di kota ini.
Yaitu berupa rumah makan yang
lumayan laris, dengan bekal itu ia
bisa menghidupi kedua anaknya
yang masih duduk di SD.
Ketika datang pertama kali di Malang,
aku sudah dijemput pakai mobilnya.
Lumayanlah, perjalanan dengan
menggunakan kereta cukup
melelahkan. Pertamanya aku tak
tahu kalau itu adalah mbak Dewi.
Sebab ia kelihatan muda. Aku baru
sadar ketika aku menelpon hp-nya
dan dia mengangkatnya. Lalu kami
bertegur sapa. Hari itu juga
jantungku berdebar. Usianya masih
32 tapi dia sangat cantik. Rambutnya
masih panjang terurai, wajahnya
sangat halus, ia masih seperti gadis.
Dan di dalam mobil itu aku benar-
benar berdebar-debar.
“Capek Dek Iwan?”, tanyanya.
“Iyalah mbak, di kereta duduk terus
dari pagi”, jawabku. “Tapi mbak
Dewi masih cantik ya?”
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu”.
Selama tinggal di rumahnya mbak
Dewi. Aku sedikit demi sedikit
mencoba akrab dan mengenalnya.
Banyak sekali hal-hal yang bisa aku
ketahui dari mbak Dewi. Dari
kesukaannya, dari pengalaman
hidupnya. Aku pun jadi dekat
dengan anak-anaknya. Aku sering
mengajari mereka pelajaran sekolah.
Tak terasa sudah satu semester
lebih aku tinggal di rumah ini. Dan
mbak Dewi sepertinya adalah satu-
satunya wanita yang menggerakkan
hatiku. Aku benar-benar jatuh cinta
padanya. Tapi aku tak yakin apakah
ia cinta juga kepadaku. Apalagi ia
adalah bibiku sendiri. Malam itu sepi
dan hujan di luar sana. Mbak Dewi
sedang nonton televisi. Aku lihat
kedua anaknya sudah tidur. Aku
keluar dari kamar dan ke ruang
depan. Tampak mbak Dewi asyik
menonton tv. Saat itu sedang ada
sinetron.
“Nggak tidur Wan?”, tanyanya.
“Masih belum ngantuk mbak”,
jawabku.
Aku duduk di sebelahnya. Entah
kenapa lagi-lagi dadaku berdebar
kencang. Aku bersandar di sofa, aku
tidak melihat tv tapi melihat mbak
Dewi. Ia tak menyadarinya. Lama
kami terdiam.
“Kamu banyak diam ya”, katanya.
“Eh..oh, iya”, kataku kaget.
“Mau ngobrolin sesuatu?”, tanyanya.
“Ah, enggak, pingin nemeni mbak
Dewi aja”, jawabku.
“Ah kamu, ada-ada aja”
“Serius mbak”
“Makasih”
“Restorannya gimana mbak?
Sukses?”
“Lumayanlah, sekarang bisa
waralaba. Banyak karyawannya,
urusan kerjaan semuanya tak
serahin ke general managernya.
Mbak sewaktu-waktu saja ke sana”,
katanya. “Gimana kuliahmu?”
“Ya, begitulah mbak, lancar saja”,
jawabku.
Aku memberanikan diri memegang
pundaknya untuk memijat. “Saya
pijetin ya mbak, sepertinya mbak
capek”.
“Makasih, nggak usah ah”
“Nggak papa koq mbak, cuma dipijit
aja, emangnya mau yang lain?”
Ia tersenyum, “Ya udah, pijitin saja”
Aku memijiti pundaknya,
punggungnya, dengan pijatan yang
halus, sesekali aku meraba ke
bahunya. Ia memakai tshirt ketat.
Sehingga aku bisa melihat lekukan
tubuh dan juga tali bh-nya. Dadanya
mbak Dewi besar juga. Tercium bau
harum parfumnya.
“Kamu sudah punya pacar Wan?”,
tanya mbak Dewi.
“Nggak punya mbak”
“Koq bisa nggak punya, emang
nggak ada yang tertarik ama kamu?”
“Saya aja yang nggak tertarik ama
mereka”
“Lha koq aneh? Denger dari mama
kamu katanya kamu itu sering
dikirimi surat cinta”
“Iya, waktu SMA. Kalau sekarang
aku menemukan cinta tapi sulit
mengatakannya”
“Masa’?”
“Iya mbak, orangnya cantik, tapi
sudah janda”, aku mencoba
memancing.
“Siapa?”
“Mbak Dewi”.
Ia ketawa, “Ada-ada saja kamu ini”.
“Aku serius mbak, nggak bohong,
pernah mbak tahu aku bohong?”,
Ia diam.
“Semenjak aku bertemu mbak
Dewi, jantungku berdetak kencang.
Aku tak tahu apa itu. Sebab aku tidak
pernah jatuh cinta sebelumnya.
Semenjak itu pula aku menyimpan
perasaanku, dan merasa nyaman
ketika berada di samping mbak
Dewi. Aku tak tahu apakah itu cinta
tapi, kian hari dadaku makin sesak.
Sesak hingga aku tak bisa berpikir
lagi mbak, rasanya sakit sekali ketika
aku harus membohongi diri kalau
aku cinta ama mbak”, kataku.
“Wan, aku ini bibimu”, katanya.
“Aku tahu, tapi perasaanku tak
pernah berbohong mbak, aku mau
jujur kalau aku cinta ama mbak”,
kataku sambil memeluknya dari
belakang.
Lama kami terdiam. Mungkin
hubungan yang kami rasa sekarang
mulai canggung. Mbak Dewi
mencoba melepaskan pelukanku.
“Maaf wan, mbak perlu berpikir”,
kata mbak Dewi beranjak. Aku pun
ditinggal sendirian di ruangan itu, tv
masih menyala. Cukup lama aku
ada di ruangan tengah, hingga
tengah malam kira-kira. Aku pun
mematikan tv dan menuju
kamarku. Sayup-sayup aku
terdengar suara isak tangis di kamar
mbak Dewi. Aku pun mencoba
menguping.
“Apa yang harus aku lakukan?
….Apa…”
Aku menunduk, mungkin mbak
Dewi kaget setelah pengakuanku
tadi. Aku pun masuk kamarku dan
tertidur. Malam itu aku bermimpi
basah dengan mbak Dewi. Aku
bermimpi bercinta dengannya, dan
paginya aku dapati celana dalamku
basah. Wah, mimpi yang indah.
Paginya, mbak Dewi selesai
menyiapkan sarapan. Anak-anaknya
sarapan. Aku baru keluar dari kamar
mandi. Melihat mereka dari
kejauhan. Mbak Dewi tampak
mencoba untuk menghindari
pandanganku. Kami benar-benar
canggung pagi itu. Hari ini nggak
ada kuliah. Aku bisa habiskan waktu
seharian di rumah. Setelah ganti
baju aku keluar kamar. Tampak
mbak Dewi melihat-lihat isi kulkas.
“Waduh, wan, bisa minta tolong
bantu mbak?”, tanyanya.
“Apa mbak?”
“Mbak mau belanja, bisa bantu
mbak belanja? Sepertinya isi kulkas
udah mau habis”,katanya.
“OK”
“Untuk yang tadi malam, tolong
jangan diungkit-ungkit lagi, aku
maafin kamu tapi jangan dibicarakan
di depan anak-anak”, katanya. Aku
mengangguk.
Kami naik mobil mengantarkan
anak-anak mbak Dewi sekolah. Lalu
kami pergi belanja. Lumayan
banyak belanjaan kami. Dan aku
menggandeng tangan mbak Dewi.
Kami mirip sepasang suami istri,
mbak Dewi rasanya nggak menolak
ketika tangannya aku
gandeng.Mungkin karena barang
bawaannya banyak. Di mobil pun
kami diam. Setelah belanja banyak
itu kami tak mengucapkan sepatah
kata pun. Namun setiap kali aku
bilang ke mbak Dewi bahwa
perasaanku serius.
Hari-hari berlalu. Aku terus bilang ke
mbak Dewi bahwa aku cinta dia.
Dan hari ini adalah hari ulang
tahunnya. Aku membelikan sebuah
gaun. Aku memang
menyembunyikannya. Gaun ini
sangat mahal, hampir dua bulan
uang sakuku habis. Terpaksa nanti
aku minta ortu kalau lagi butuh buat
kuliah.
Saat itu anak-anak mbak Dewi
sedang sekolah. Mbak Dewi
merenung di sofa. Aku lalu datang
kepadanya. Dan memberikan
sebuah kotak hadiah.
“Apa ini?”, tanyanya.
“Kado, mbak Dewikan ulang tahun
hari ini”,
Ia tertawa. Tampak senyumnya
indah hari itu. Matanya berkaca-kaca
ia mencoba menahan air matanya.
Ia buka kadonya dan mengambil
isinya. Aku memberinya sebuah
gaun berwarna hitam yang mewan.
“Indah sekali, berapa harganya?”,
tanyanya.
“Ah nggak usah dipikirkan mbak”,
kataku sambil tersenyum. “Ini
kulakukan sebagai pembuktian
cintaku pada mbak”
“Sebentar ya”, katanya. Ia buru-
buru masuk kamar sambil
membawa gaunnya.
Tak perlu lama, ia sudah keluar
dengan memakai baju itu. Ia benar-
benar cantik.
“Bagaimana wan?”, tanyanya.
“Cantik mbak, Superb!!”, kataku
sambil mengacungkan jempol.
Ia tiba-tiba berlari dan memelukku.
Erat sekali, sampai aku bisa
merasakan dadanya. “Terima kasih”
“Aku cinta kamu mbak”, kataku.
Mbak Dewi menatapku. “Aku tahu”
Aku memajukan bibirku, dan dalam
sekejap bibirku sudah bersentuhan
dengan bibirnya. Inilah first kiss kita.
Aku menciumi bibirnya,
melumatnya, dan menghisap
ludahnya. Lidahku bermain di dalam
mulutnya, kami berpanggutan lama
sekali. Mbak Dewi mengangkat paha
kirinya ke pinggangku, aku
menahannya dengan tangan
kananku. Ia jatuh ke sofa, aku lalu
mengikutinya.
“Aku juga cinta kamu wan, dan aku
bingung”, katanya.
“Aku juga bingung mbak”
Kami berciuman lagi. Mbak Dewi
berusaha melepas bajuku, dan
tanpa sadar, aku sudah hanya
bercelana dalam saja. Penisku yang
menegang menyembul keluar dari
CD. Aku membuka resleting
bajunya, kuturunkan gaunnya, saat
itulah aku mendapati dua buah bukit
yang ranum. Dadanya benar-benar
besar. Kuciumi putingnya, kulumat,
kukunyah, kujilati. Aku lalu
menurunkan terus hingga ke
bawah. Ha? Nggak ada CD? Jadi tadi
mbak Dewi ke kamar ganti baju
sambil melepas CD-nya.
“Nggak perlu heran Wan, mbak
juga ingin ini koq, mungkin inilah
saat yang tepat”, katanya.
Aku lalu benar-benar menciumi
kewanitaannya. Kulumat, kujilat,
kuhisap. Aku baru pertama kali
melakukannya. Rasanya aneh, tapi
aku suka. Aku cinta mbak Dewi.
Mbak Dewi meremas rambutku,
menjambakku. Ia menggelinjang.
Kuciumi pahanya, betisnya, lalu ke
jempol kakinya. Kuemut jempol
kakinya. Ia terangsang sekali. Jempol
kaki adalah bagian paling sensitif
bagi wanita.
“Tidak wan, jangan….AAAHH”,
mbak Dewi memiawik.
“Kenapa mbak?” kataku.
Tangannya mencengkram
lenganku. Vaginanya basah sekali. Ia
memejamkan mata, tampak ia
menikmatinya. “Aku keluar wan”
Ia bangkit lalu menurunkan CD-ku.
Aku duduk di sofa sambil
memperhatikan apa yang
dilakukannya.
“Gantian sekarang”, katanya sambil
tersenyum.
Ia memegang penisku, diremas-
remas dan dipijat-pijatnya. Oh…aku
baru saja merasakan penisku dipijat
wanita. Tangan mbak Dewi yang
lembut, hangat lalu mengocok
penisku. Penisku makin lama makin
panjang dan besar. Mbak Dewi
menjulurkan lidahnya. Dia jilati
bagian pangkalnya, ujungnya, lalu ia
masukkan ujung penisku ke dalam
mulutnya. Ia hisap, ia basahi dengan
ludahnya. Ohh…sensasinya luar
biasa.
“Kalau mau keluar, keluar aja nggak
apa-apa wan”, kata mbak Dewi.
“Nggak mbak, aku ingin keluar di
situ aja?”, kataku sambil memegang
liang kewanitaannya.
Ia mengerti, lalu aku didorongnya.
Aku berbaring, dan ia ada di atasku.
Pahanya membuka, dan ia arahkan
penisku masuk ke liang itu. Agak
seret, mungkin karena memang ia
tak pernah bercinta selain dengan
suaminya. Masuk, sedikit demi
sedikit dan bless….Masuk
semuanya. Ia bertumpu dengan
sofa, lalu ia gerakkan atas bawah.
“Ohh….wan…enak wan…”, katanya.
“Ohhh…mbak…Mbak Dewi…
ahhh…”, kataku.
Dadanya naik turun. Montok sekali,
aku pun meremas-remas dadanya.
Lama sekali ruangan ini dipenuhi
suara desahan kami dan suara dua
daging beradu. Plok…
plok..plok..cplok..!! “Waan…mbak
keluar lagi…AAAHHHH”
Mbak Dewi ambruk di atasku.
Dadanya menyentuh dadanku, aku
memeluknya erat. Vaginanya benar-
benar menjepitku kencang sekali.
Perlu sedikit waktu untuk ia bisa
bangkit. Lalu ia berbaring di sofa.
“Masukin wan, puaskan dirimu,
semprotkan cairanmu ke dalam
rahimku. Mbak rela punya anak
darimu wan”, katanya.
Aku tak menyia-nyiakannya. Aku
pun memasukkannya. Kudorong
maju mundur, posisi normal ini
membuatku makin keenakan. Aku
menindih mbak Dewi, kupeluk ia,
dan aku terus menggoyang
pinggulku. Rasanya udah sampai di
ujung. Aku mau meledak.
AAHHHH….
“Oh wan…wan…mbak keluar lagi”,
mbak Dewi mencengkram
punggungku. Dan aku
menembakkan spermaku ke
rahimnya, banyak sekali, sperma
perjaka. Vaginanya mbak Dewi
mencengkramku erat sekali, aku
keenakkan. Kami kelelahan dan
tertidur di atas sofa, Aku memeluk
mbak Dewi.
Siang hari aku terbangun oleh suara
HP. Mbak Dewi masih di pelukanku.
Mbak Dewi dan aku terbangun.
Kami tertawa melihat kejadian lucu
ini. Waktu jamnya menjemput
anak-anak mbak Dewi sepertinya.
Mbak Dewi menyentuh penisku. “Ini
luar biasa, mbak Dewi sampe keluar
berkali-kali, Wan, kamu mau jadi
suami mbak?”
“eh?”, aku kaget.
“Sebenarnya, aku dan ibumu itu
bukan saudara kandung. Tapi
saudara tiri. Panjang ceritanya. Kalau
kamu mau, aku rela jadi istrimu,
asal kau juga mencintai anak-
anakku, dan menjadikan mereka
juga sebagai anakmu”, katanya.
Aku lalu memeluknya, “aku bersedia
mbak”.
Setelah itu entah berapa kali aku
mengulanginya dengan mbak Dewi,
aku mulai mencoba berbagai gaya.
Mbak Dewi sedikit rakus setelah ia
menemukan partner sex baru. Ia
suka sekali mengoral punyaku,
mungkin karena punyaku terlalu
tangguh untuk liang kewanitaannya.
hehehe…tapi itulah cintaku, aku cinta
dia dan dia cinta kepadaku. Kami
akhirnya hidup bahagia, dan aku
punya dua anak darinya. Sampai
kini pun ia masih seperti dulu, tidak
berubah, tetap cantik.