Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Sesudah lebih 5 tahun
perkawinan belum juga punya anak,
Burhan menyalahkan istrinya. Dia
bilang bahwa Ayu, istrinya, mandul.
Begitulah pada umumnya para
suami. Tanpa melihat kemungkinan
yang cacad adalah dirinya dia
menjatuhkan vonis pada istrinya.
Bahkan akhirnya orang tua
Burhanpun mulai ikut campur.
Mereka bilang kalau perkawinan
tidak
memberikan keturunan sebaiknya
para suami istri lebih memikirkan
masa depannya. Ningsih tahu yang
dimaksud mertuanya. Dia harus rela
apabila suatu saat suaminya
mencari
perempuan lain sebagai
penggantinya demi keturunan.
Tentu saja ini sangat menyakitkan
hatinya. Apalagi nampaknya
suaminya lebih mendengarkan
omongan orang tuanya dari pada
berunding mencari jalan keluar
dengan dirinya sebagai istrinya.
Memang Burhan merupakan 'anak
mama' yang sedikit-sedikit
mengadu
pada mamanya apabila dia
menemuai masalah dalam rumah
tangganya. Itulah kelemahan utama
Burhan. Namun sesungguhnya
Burhan benar-benar mencintai
istrinya. Baginya Ayu adalah belahan
jiwanya. Dia selalu ingat bagaimana
dulu semasa sekolah selalu mencari
perhatian untuk menarik hati Ayu.
Dia tahu persis bahwa Ayu adalah
gadis yang paling diperebutkan para
pemuda di kota kecilnya Ngawi.
Sebagai pemain basket andalan
sekolahnya Ayu yang berperawakan
jangkung dengan kulitnya yang
kuning langsat sungguh menjadi
bintang kota Ngawi. Bukan hanya
para pemuda seusianya, para
gurupun banyak yang jatuh hati
padanya. Begitulah, sesudah
berobat
ke sana sini tak memberikan hasil
nyata, pada suatu hari Burhan
pulang membawa informasi bahwa
ada dukun yang kondang di Tasik
yang bisa menyembuhkan
kemandulan seseorang. Katanya
telah ratusan orang tertolong
olehnya dan bisa mendapatkan
anak. Dengan penuh antusias
Burhan mengajak istrinya untuk
mencoba minta pertolongan Mbah
Blabar sang dukun itu.
Sesungguhnya Ayu tak pernah
percaya dukun-dukun macam itu.
Namun untuk menyenangkan
suaminya dia tidak menolak
keinginannya. Yaa.. Hitung-hitung
jalan-jalan ke luar kotalah. Pada hari
yang ditetapkan dengan mobilnya
mereka meluncur dari rumahnya
yang di Jakarta menuju ke desa
Blabar, Tasikmalaya. Rupanya mbah
Dukun itu dipanggil sebagai mbah
Blabar karena tinggalnya di desa
Blabar. Rencananya mereka akan
menginap di Tasik barang 2 atau 3
hari. Sekitar jam 5 sore mereka telah
sampai ke alamat yang dituju. Saat
memasuki pekarangan Mbah Blabar
nampak para pasien sudah cukup
banyak yang antre menunggu
giliran. Sesudah mendaftar dengan
cara yang sederhana Burhan
menerima nomer urut 16. Melihat
antrean yang cukup panjang
diperkirakan nomer itu baru akan
dipanggil nanti sekitar jam 9 malam.
Desa Blabar berada di pinggiran kota
Tasikmalaya. Mbah Blabar cukup
dikenal oleh orang Tasik. Para
tetangganya memanfaatkan
popularitas Mbah Blabar dengan
membuka warung dan bahkan juga
penginapan. Sementara menunggu
hingga tiba gilirannya Burhan dan
Ayu istirahat, mandi, makan dan
minum di salah satu penginapan
sekaligus warung yang tersedia.
Dari
omongan para pasien dan tetangga,
Burhan mendengar bahwa Mbah
Blabar adalah dukun yang sakti yang
tidak perlu diragukan mujarabnya.
Boleh dikata setiap orang yang
beroleh pertolongan dari Mbah
Blabar tak ada yang kecewa. Burhan
semakin mantab dan senang
mendengar itu semua. Dan dia
berusaha agar istrinya percaya dan
tak usah khawatir. Akan halnya Ayu,
sejak awal dia tak akan percaya
dengan itu semua. Dia anggap
hanyalah omong kosong. Namun
sikapnya tidak ditampakkan pada
Burhan suaminya. Dan dia nampak
selalu senang dan cerah karena
baginya perjalanan dan nginep di
luar kota ini dia pandang sebagai
rekreasi. Sesudah istirahat, makan,
minum dan mandi Ayu
memerlukan sedikit dandan
sebelum
ketemu Mbah Dukun. Kini istri
Burhan ini telah menampakkan
keayuannya. Dengan usianya yang
menginjak 28 tahun membuat
kecantikan Ayu semakin memiliki
daya pikat seksual bagi siapapun
lelaki yang memandanginya.
Dengan pakaiannya yang tak
terlampau berlebihan membuat Ayu
semakin cantik dan mempesona.
Dan itu bisa dirasakan saat pasangan
ini memasuki kembali pekarangan
Mbah Blabar. Para pasien nampak
memandang terpesona keayuan
Ayu. Mereka pasti berpikir bahwa
Ayu yang datang dari Jakarta ini
mungkin mau minta 'susuk awet
ayu' dari Mbah Dukun. Beberapa
menit sebelum jam 9 petugas
memanggil no. Urut 16. Burhan
berdiri dan menggandeng istrinya.
Dengan diantar oleh asistennya
mereka menghadap langsung ke
Mbah Blabar. Begitu memasuki
ruangan hidung mereka diterpa
aroma dupa. Dalam keremangan
asap dupa di tengah ruangan itu
yang beralaskan tikar dan karpet
nampak duduk bersila seorang tua
yang berpakaian sepuh serba
kehitaman. Di depannya nampak
anglo dupa yang berkepul. Juga
tersaji kembang setaman yang
direndam dalam baskom. Beberapa
pernik-pernik lain, nampaknya
jimat-
jimat, memenuhi tikar pandan yang
tergelar didepannya. Dengan
berjalan merunduk penuh takzim
Burhan dan Ayu dituntun si asisten
mendekat ke depan Mbah Blabar
dan
dipersilakan duduk menanti.
Rupanya Mbah Blabar dengan
matanya yang tertutup sedang
semadi. Di pangkuannya nampak
ada sebilah keris bersarung.
Tangannya memegang gagang
keris
itu sambil mulutnya berkomat-
kamit. Masih dalam keadaan mata
tertutup Mbah Blabar mengeluarkan
omongan. Dia bertanya, "Selamat
datang cucu-cucuku. Aku tahu
kalian
sedang dalam kesusahan. Apa yang
akan kamu minta dariku," dengan
gaya kakek-kakek ngomong
gemetar. Burhan melirik kepada
istrinya, matanya seakan menyuruh
istrinya bicara. Namun Ayu menolak
sehingga Burhanlah yang
menjawab
pertanyaan Mbah Blabar. "Begini
Mbah, saya sama istri saya mau
minta pertolongan. Kami ingin
punya anak. Sesudah 5 tahun lebih
kami menikah belum juga dikaruniai
momongan. Kami ingin sekali
punya
momongan, mbah," Sementara
suaminya ngomong Ayu
memperhatikan dengan seksama
sosok Mbah Blabar. Oohh.. Ternyata
yang namanya Mbah Blabar ini
bukan orang tua sesungguhnya.
Memang dia berkumis dan
berjanggut layaknya mbah-mbah,
namun jelas nampak raut mukanya
yang mulus tanpa kerut
menunjukkan usia Mbah Dukun ini
belum lebih dari 40 tahun. Dan
lebih-lebih lagi, walaupun secara
keseluruhan nampak angker namun
raut wajah Mbah Blabar ini sangat
bersih dan tampan. Ayu
membayangkan seandainya dukun
ini mencukur kumis dan
jambangnya serta mengganti
pakaiannya dengan stelan jas dan
dasi pasti tak akan kalah dengan
tampilan angota MPR/DPR di
Senayan itu. Mendengar omongan
Burhan seketika mata Mbah Blabar
cerah terbuka. "Ah, ada makanan
datang," kata hati Mbah Blabar,
"Orang pengin punya anak, aku
akan kasih anak. Pasti," begitu yakin
dan girang hatinya. Dia melihati
pasangan suami istri itu. Dia
perhatikan Burhan dan sesaat
kemudian pindah pandangannya
pada Ayu. Selanjutnya Mbah Blabar
mencurahkan perhatiannya pada
Ayu. Dia kaget banget. Betapa ayu
tamunya kali ini. Kulitnya yang
kuning, anak rambutnya yang
sangat alami jatuh di dahinya,
bibirnya yang ranum dan lebih-lebih
lagi buah dada Ayu yang nampak
getas menggunung. Semuanya itu
membuat Mbah Blabar hampir lupa
diri. Tanpa ragu dia nyeletuk,
"Oohh.. Kamu bocah ayyuu..
Kepingin punya anak yaa..?
Gampang.. Mbah bisa langsung
berikan. Namun syaratnya berat.
Apakah kamu sanggup memenuhi
sarat itu, heehh??" suaranya
semakin
bergetar. "Apapun saratnya Mbah,
kami akan penuhi asalkan memang
kami bisa punya anak," Burhan
yang
gembira mendengar ucapan Mbah
Blabar sudah langsung mengiyakan
sarat yang diminta Mbah Blabar
tanpa berunding dulu dengan Ayu.
Kini Mbah Blabar beralih
pandangannya ke Burhan
suaminya.. "Benar den? Aden rela
memberikan syarat-syarat itu?',
tanyanya ragu. Mata Mbah Blabar
memandang tajam menusuk mata
Burhan. Dengan sedikit gugup
Burhan balik bertanya, "Apapun
yang mbah minta mudah-mudahan
kami bisa penuhi" "Bagaimana
Neng? Neng rela memberikan syarat
itu?" kini mata Mbah Blabar kembali
menatapi Ayu. Sepintas nampak
pandangan Mbah Dukun ini
menyapu cepat keseluruhan sosok
Ayu. Kali ini dia sempat terpaku
pada
bentuk betis dan tumit Ayu yang..
Uuhh.. Indah banget sseehh..
Apabila dicermati orang akan
melihat
pandangan Mbah Blabar itu lebih
merupakan pandangan lelaki yang
terpesona pada ke-ayuan seorang
perempuan. Mbah Blabar memang
sedang terpesona istri Burhan ini.
Nampak matanya membara penuh
hasrat birahi. Dan pandangannya itu
tertangkap sekilas oleh mata Ayu.
Pandangan mata Mbah Blabar itu
menggetarkan hatinya. Mata Mbah
Blabar itu terasa sangat membara.
Dia sering mengalami pandangan
macam itu. Pandangan yang
biasanya dilepaskan oleh lelaki yang
sedang tergoda hasrat seksualnya.
"Terserah Mas Burhanlah," Ayu asal
jawab sambil melirik ke Burhan
suaminya. Kemudian Mbah Blabar
minta pada Burhan dan Ayu untuk
menunggu sejenak. Dia perlu
melakukan meditasi untuk bisa
memenuhi harapan dan permintaan
pasangan suami istri ini. Diambilnya
bungkusan dupa dan dibesarkan api
anglonya. Dia tebarkan dupa itu
hingga asapnya berkepul memenuhi
ruangan sempitnya. Mulutnya terus
berkomat kamit tanpa jelas
omongannya. Tangannya setiap kali
mengangkat kerisnya tinggi tinggi.
Waktu semadi Mbah Blabar terasa
sangat lama bagi Burhan. Dia
melihat jam tangannya. Mbah Blabar
bersemadi telah hampir 15 menit.
Sementara Ayu yang juga
mengawasi ulah Mbah Blabar. Dia
semakin heran dan kagum. Dia
yakin banget dengan apa yang
dilakukannya. Dia sangat kagum
dengan corak lelaki macam itu.
Bukannya lelaki macam Burhan
yang tak punya pendirian dan
mudah dipengaruhi orang lain
termasuk orang tuanya. Akhirnya
asap dupa itu habis dan menghilang
bersamaan selesainya semadi Mbah
Blabar. Nampak Burhan sudah tak
sabar mendengarkan syarat apa
yang harus dia penuhi agar istrinya
bisa melahirkan anak. "Begini cucu-
cucuku. Barusan Mbah sudah diberi
petunjuk tentang syarat-syarat yang
harus dipenuhi agar cucuku cepat
punya momongan. Coba cucuku
dengerin bersama," Mbah dukun
mencoban membetulkan duduknya
dan meminta agar Burhan dan Ayu
mendekat. Mbah Blabar akan
menyampaikan permintaannya
dengan berbisik. "Menurut petunjuk
yang Mbah terima tadi, cucuku yang
ayu ini telah dibuat oleh seseorang
dengan tujuan agar tidak
mempunyai anak. Mungkin ada
seseorang yang pernah
dikecewakan yang ingin balas
dendam. Benarkah itu cucuku?"
Mbah Blabar bertanya kepada
Burhan dan Ayu. Pasangan suami
istri itu saling pandang. Burhan
mencoba mengingat-ingat. Adakah
diantara pesaingnya dulu saat
memperebutkan Ayu? Mungkinkah
itu si Jono, atau Sungkar atau Beno
ataukah si Karma? Ah.. Siapa lagi..?
Sementara Ayu hanya berpikir dan
tersenyum dalam hati. Di matanya
Mbah Blabar ini hanyalah mengada-
ada. Dia mulai merasakan bahwa
ada yang nggak beres dari cara
Mbah Blabar memandanginya.
Sebagai perempuan ayu yang selalu
menampilkan pesona seksual, Ayu
sangat paham akan pandangan
mata macam itu. Namun dia tak
hendak menuduh seseorang
sekedar dari pandangannya sendiri
yang tak bisa dibuktikan. "Lantas apa
yang mesti kami lakukan Mbah?"
tanya Burhan tak sabar. "Obatnya
itu
gampang karena semua telah Mbah
dapatkan saat semadi tadi. Kini obat
itu ada dalam diri Mbah. Kamu Neng
ayu, harus mengambilnya sendiri
dari tubuhku," "Maksud Mbah?"
hampir berbarengan Burhan dan
Ayu bertanya balik ke Mbah Blabar.
"Obatnya harus diambil 2 kali.
Pertama harus diambil melalui
mulut
atas dan yang kedua diambil melalui
mulut bawah. Sebelumnya Mbah
nanti akan menyiapkan diri Neng
dengan cara mengurut bagian-
bagian terpenting agar pada saatnya
benar-benar siap menerima obat
yang akan Mbah berikan itu," Mbah
Dukun menyampaikan kata
terakhirnya ini sambil memandang
tajam wajah Burhan maupun Ayu.
"Maksud Mbah?" kembali hampir
berbarengan Burhan dan Ayu
bertanya balik ke Mbah Blabar. "Yaa
begitu saja petunjuk yang Mbah
terima. Kalau cucu-cucuku nggak
keberatan sekarang inilah waktunya
yang terbaik. Ini khan kebetulan
malam Jumat Kliwon, malam yang
sangat manjur untuk mengusir
segala macam jejadian termasuk
santet, sihir dan sebagainya," Mbah
Dukun menutup pembicaraannya
sambil langsung menutup mata
kembali dengan mulutnya yang
berkomat-kamit. Rupanya Ayu telah
benar-benar hasrat birahi membuat
Mbah Dukun tak sabar. Tanpa
mengkaji dengan cermat sarat yang
disampaikan Mbah Blabar rupanya
Burhan sudah kebelet dengan pilihan
dan keputusannya. Dia akan
menuruti saja keinginan Mbah
Dukun. Dalam hal ini Ayu mesti
mengikuti keputusannya. Sementara
Mbah Dukun masih komat-kamit
Burhan langsung saja nyeletuk. "Iya
deh, Mbah. Saya setuju sarat yang
disampaikan Mbak Dukun," sambil
melirik ke istrinya yang nampak
kaget dengan keputusan suaminya
yang tidak menanyakan dulu
padanya. Ayu sangat jengkel akan
sikap Burhan suaminya itu. Adakah
dia tahu yang dimaksud Mbah
Dukun? Artinya dia telah rela
menyerahkan dirinya untuk
menggunakan mulut dan
memeknya untuk memenuhi
syaratnya? Namun Ayu tak bisa
menarik lagi apa yang telah
dicanangkan suaminya. Dia kini
memperhatikan wajah Mbah Blabar
yang nampak langsung kembali
melek dan bersinar-sinar penuh
gairah di wajahnya. Nampak
jakunnya naik turun menahan air
liurnya saat membayangkan sesaat
lagi akan menikmati tubuh Ayu
yang
penuh pesona ini. Mbah Blabar
mengarahkan pandangannya ke
Ayu. Dia menatapnya bagai serigala
yang siap melahap mangsanya. Dia
angkat sedikit alisnya saat matanya
tertumbuk dengan mata Ayu.
Kemudian tangan kanannya
bergerak meraih sebuah keranjang
rotan di kanannya. Mbah Blabar
mengambil sebuah bungkusan
sedang besarnya dan diberikan
kepada Ayu. "Neng, ambillah
pakaian suci ini dan pakailah.
Masuklah ke Bale Semadiku di kamar
sebelah ini menunggu saya
menyiapkan sarana lainnya.
Sementara aden saya persilakan
menunggu di luar? Mungkin upacara
pengobatan ini akan memakan
waktu sekitar 2 jam, begitulah,"
itulah langkah lanjutan dari Mbah
Blabar. Tiba-tiba Burhan dihinggapi
perasaan khawatir. Atau mungkin
cemburu. Dia mesti melepaskan
istrinya yang ayu itu berduaan
dengan orang lain di kamar tertutup.
Bahkan dia baru menyadari
sekarang, bahwa ternyata Mbah
Blabar ini masih nampak seumur
dengan dirinya. Bahkan dia juga
perhatikan Mbah ini nampak bersih
dan roman mukanya tampan.
Rupanya kumis ataupun janggutnya
yang memberi kesan sepintas
berusia tua. Dan kalau orang
memanggilnya Mbah disebabkan
oleh kebiasaan orang kampung saat
berhadapan dengan 'orang pintar'
atau dukun macam Mbah Blabar ini.
"Mbah, mohon saya Mbah untuk
diijinkan menunggui istri saya di
kamar saja. Percayalah saya tidak
mengganggu Mbah Dukun saat
memberikan obatnya nanti. Boleh
ya
mbah, saya mau ikut menunggu di
kamar, Mbah," Burhan menghiba
pada Mbah Dukun. Sesudah
mendengar permintaan Burhan
kembali Mbah Dukun komat-kamit.
Mungkin mencari jalan keluar.
Beberapa saat kemudian dia bicara,
"Oo, boleh, tetapi ada syaratnya.
Apabila nanti ada penampakkan atau
suara apapun aden tidak boleh
bereaksi. Itu adalah godaan yang
harus dihadapi. Aden harus tetap
tenang. Ruang Bale Semadi itu
dijaga
oleh jin Soni yang mampu
membuat lumpuh, buta dan tuli
seketika bagi siapapun yang
mengusik ketenangannya," begitu
Mbah Blabar memberikan
uraiannya.
"Terima kasih Mbah," sahut Burhan
yang justru semakin percaya
dengan kesaktian Mbah Blabar
dengan diperbolehkannya ikut
menunggui istrinya di Bale
Semadinya. Akan halnya Ayu
perasaannya semakin sebal akan
sikap suaminya yang kurang
menghargai keberadaan dirinya. Dia
merasa sepertinya tak punya hak
bicara. Dengan rasa kesal itulah dia
berdiri dan berjalan menuju Bale
Semadinya Mbah Blabar yang
berada di balik pintu kiri ruang
praktek dukunnya ini. Sesampainya
di ruang Bale Semadi Ayu
membuka
bungkusan yang diberikan oleh
Mbah Dukun. Ditemuinya selembar
sarung kotak-kotak putih dan secarik
kain putih pula. Dia reka-reka
bagaimana memakainya kedua
potong kain ini. Kemudian dia
melepasi rok dan blusnya.
Sarungnya dia jadikan penutup
tubuh perut ke bawah dan kain
putihnya dia sampirkan ke bahunya
untuk menutupi tubuh bagian
atasnya. Ayu merasa tidak perlu
melepaskan celana dalam dan
kutangnya. Beberapa saat kemudian
Mbah Blabar membawa anglo,
dupanya menyusul memasuki Bale
Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan
itu sangat sempit. Mungkin hanya
sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini
hanya nampak ada bale-bale ukuran
kecil dan rendah bertikar pandan.
Tak ada perabot lain. Dia letakkan
anglo dupa itu di pojok kamar dan
seketika aroma dupa mewarnai
ruangan sempit itu. Mbah Blabar
memerintahkan Burhan untuk
merapat ke dinding dan duduk
bersila dilantai. Sekali lagi dia
berpesan agar tidak melakukan
reaksi apapun atas apa yang dia
dengar dan saksikan nanti. Jangan
sampai memancing kemarahan jin
Soni. Kepada Ayu Mbah Blabar
untuk naik ke bale-bale dan duduk
bersila. Sementara Mbah Blabar juga
naik dan duduk bersila tepat
dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan
sebuah botol kecil. "Neng, ini adalah
minyak zaitun yang khusus
didatangkan jin Soni dari Mesir.
Minyak ini akan saya oleskan pada
seluruh pori-pori tubuh Neng agar
tak ada satu lubang kecilpun yang
mampu ditembusi segala teluh atau
santet buatan manusia. Saya harap
Neng tenang dan memusatkan
pikiran agar segala kotoran yang
memasuki tubuh Neng larut
bersama minyak ini," begitulah
Mbah Blabar mulai melakukan
tugasnya. Dari arah belakang
punggung Ayu Mbah Blabar
menuangkan sedikit minyak itu
ketangannya. Kemudian dengan
didahului mulutnya berkomat-kamit
tangan Mbah Blabar mulai
mengoleskan minyaknya ke leher
dan kuduk Ayu. Dia urut-urut
layaknya tukang urut yang langsung
membuat Ayu menggeliatkan leher
dan kepalanya mengimbangi arah
urutan tangan Mbah Blabar. Nampak
Ayu mulai menikmati enaknya
diurut. Mungkin perjalanan dari
Jakarta sepanjang hari ini memang
membuat lelah tubuh Ayu, sehingga
urutan tangan Mbah Dukun ini
terasa
nikmatnya. "Kalau pijatan Mbah
membuat sakit Neng boleh
mengaduh atau merintih agar Mbah
bisa mengurangi kekuatannya,"
pesan tambahan Mbah Blabar yang
bertolak belakang dengan wanti-
wantinya kepada Burhan agar tidak
mengeluarkan gaduh yang akan
membuat jin Soni marah. Dari leher
dan kuduk tangan dukun itu turun
ke bahunya. Dengan tetap
membiarkan tali kutang tetap
ditempatnya tangan-tangannya
yang berusaha menggapai bagian
bahunya menyingkirkan sedikit
demi
sedikit kain putih penutup bahu dan
punggungnya. Ayu masih mengepit
kain itu untuk menutupi kutang dan
dadanya. Kini tangan Mbah Dukun
dengan leluasa mengoleskan
minyak
zaitun itu ke bahu dan punggung
Ayu. Dia menyusupkan olesan
tangannya ke bawah tali kutang.
Olesan itu merata dan turun hingga
ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun
nampak terampil mengurut ataupun
mengelus bagian-bagian tubuh Ayu.
Tak luput pula sisi kanan dan kiri
hingga ketiak istri Burhan ini
diolesinya dengan minyak dari Mesir
ini. Nampak oleh Burhan bagaimana
mata Mbah Blabar nampak sangat
bergairah. Mata itu nampak hendak
menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah
Dukun minta supaya kain
penutupnya dilepas saja. Dan tanpa
ba bi bu Ayu mengikuti saja
perintah
Mbah Blabar. Dia juga ingin agar
Burhan menyaksikan sendiri betapa
dia patuh dengan perintah dukun
yang dipercayainya ini. Diam-diam
sisa kedongkolan pada suaminya
masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa
Burhan mengamatinya dengan
melototkan matanya. Semua yang
sedang berlangsung terjadi sangat
dekat dan tepat di depan matanya.
Dia ingin bertanya apakah Mbah
Blabar akan menjamahi seluruh
tubuh istrinya untuk memoleskan
minyak itu? Namun dia ingat
janjinya untuk tidak bereaksi apapun
pada apa yang akan dilihat maupun
didengarnya. Dia juga takut apabila
membuat jin Soni marah. "Inilah
hak
mutlak dan kenikmatan seorang
dukun," demikian kata dalam hati
Mbah Blabar. Apapun yang dia maui
gampang dipenuhi oleh pasiennya.
Bahkan rata-rata mereka takut akan
akibat buruknya macam Burhan
yang kini menyaksikan istrinya
dielusi Mbah Blabar langsung di
depan matanya itu. Tangan Mbah
dukun mulai menjamah iga
samping dan ketiak kanan kiri Ayu.
Dan nampaknya Ayu mulai merasa
merinding. Kecuali tukang pijat
perempuan di kampungnya selama
ini tak satupun lelaki pernah
menjamah tubuhnya macam ini.
Dia
merasakan elusan tangan Mbah
Blabar dengan cepat membuat
hangat tubuhnya. Terkadang jari-
jarinya bermain dengan menekan
dan mengelus sehingga membuat
saraf-saraf pekanya terangsang.
"Naikkan lengannya Neng, biar Mbah
bisa mengolesi ketiak Neng,"
perintahnya yang langsung dipenuhi
Ayu. Terus terang rabaan tangan
Mbah Blabar ini semakin
menghanyutkan sanubarinya.
Tangan-tangan yang mengelus ini
betapa lembutnya. Dia tak acuh
dengan kemungkinan kecemburuan
suaminya. Toh ini semua gara-gara
kemauan Burhan. Dan dia tak
pernah minta pertimbanganku,
demikian sikap Ayu. "Ahh.. Mbah..
Terus elusi aku Mbaahh.." begitu
jerit
hatinya. Tetap dari arah belakang
punggung Ayu kini tangan Mbah
Blabar meluncur ke wilayah
dadanya. Jari-jari itu menggosok
atau mengelus berputar tepat di
bawah gundukkan payudaranya.
Terus berputar dan berpilin jari-jari
itu benar-benar membuat dada Ayu
berdegup kencang. Muka Ayu terasa
memerah. Perasaan tak sabar
menunggu tangan Mbah Blabar
merambah buah dadanya terasa
menggebu. Tanpa malu dia
mendesah. Ada semacam hasrat
yang mulai merambati saraf-
sarafnya. Ayu terus mendesah atau
terkadang merintih. Hasrat
birahinya-lah yang telah membuat
kehangatan tubuhnya. Bahkan
sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu
syahwat Ayu mulai panas dan
menaik. Ini memang telah menjadi
perhitungannya. Tangannya juga
merasakan degup jantung
pasiennya yang yang semakin keras
memukul-mukul dadanya. Dan
Mbah Blabar yakin pasiennya kini
semakin menunggu jamahan
tangannya terus bergerak. Dan
memang kini saatnya tangannya
memasuki wilayah yang sangat
peka. Dengan menambahi lumuran
minyak zaitun di telapak tangannya
dia mulai menyusupkan jari-jarinya
ke bawah kutang untuk menyentuhi
puting susu, tangan Mbah Blabar
mulai mengoles-olesi gundukkan
payudara Ayu. Mengelus,
menggosok, memilin secara
bergantian dalam irama yang sangat
sistematis dari tangan Mbah Blabar
pada kedua payudaranya membuat
hasrat birahi Ayu langsung terbakar.
Kembali tanpa ragu kini dia
melepaskan desahan dan rintihan
nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang
memeluki dari punggungnya juga
menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar
semakin lekat di punggung Ayu.
Hembusan hangat nafas Mbah
Blabar pada kulit punggungnya
sangat terasakan. Gairah syahwat
Ayu langsung bagai kena sentuhan
listrik ribuan watt. Sapuan nafas
Mbah Blabar yang mengenai
punggungnya itu menjadi paduan
harmonis dengan elusan, gosokkan
dan pilinan di buah dadanya. "Aa..
A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu
mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung
Burhan menyaksikan bagaimana
istrinya mendesah dan merintih
macam ini. Dalam ruangan Bale
Semadi yang sempit dan remang
karena asap dupa ini terasa bernafas
semakin sesak. Kebingungan
Burhan
ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat
jin Soni yang pemarah. Namun
perasaan bingung itu kini terasa
menyimpang. Rasa khawatirnya
bergeser. Libido Burhan mulai
terusik dan mengambil alih rasa
bingung dan khawatir. Suara desah
dan rintih istrinya telah mengubah
bingung dan khawatirnya menjadi
hasrat birahi. Dalam duduk bersila
itu Burhan merasakan kemaluannya
mulai mendesaki celananya. Acchh..
Macam apa pula ini? Apa yang
terjadi pada diriku, demikian suara
batin Burhan. Dia melihat keringat
istrinya mulai mengucur. Demikian
pula Mbah Dukun. Ruangan sempit
ini semakin panas oleh terbakarnya
hasrat syahwat. Bergaya seakan
kelelahan, tanpa sungkan dan ragu
Mbah Blabar menyandarkan
wajahnya ke punggung Ayu.
Namun nampak mulutnya bekerja.
Dia menyedoti keringat di punggung
istrinya itu. Yang lebih menambah
bingung Burhan adalah saat
menyaksikan istrinya Ayu
menerima
semuanya itu tanpa protes dan
menghindar. Walaupun wajahnya
terus menyeringai mengiringi desah
dan rintihnya. Walaupun tubuhnya
terus bergeliatan seakan menahan
kepedihan seperti saat tukang urut
kampung juga memijat dan
mengerok tubuhnya saat masuk
angin. Adakah hal itu disebabkan
kepatuhannya pada dirinya yang
suaminya? "Ampun Mbahh..
Ampuunn.." demikian rintih pilu
yang keluar dari mulut Ayu. Dalam
geliatnya Ayu mengeluh kepanasan
dan tanpa diminta Mbah Blabar dia
melepasi sendiri kutangnya
sehingga
kini tubuh bagian atasnya menjadi
sepenuhnya telanjang.
Dicampakannya kembali kutangnya
ke lantai. Batin Mbah Blabar
menyeringai girang. Akal bulusnya
berjalan mulus. Ke bagian 3Dari
bagian 1 Tiba-tiba Burhan dihinggapi
perasaan khawatir. Atau mungkin
cemburu. Dia mesti melepaskan
istrinya yang ayu itu berduaan
dengan orang lain di kamar tertutup.
Bahkan dia baru menyadari
sekarang, bahwa ternyata Mbah
Blabar ini masih nampak seumur
dengan dirinya. Bahkan dia juga
perhatikan Mbah ini nampak bersih
dan roman mukanya tampan.
Rupanya kumis ataupun janggutnya
yang memberi kesan sepintas
berusia tua. Dan kalau orang
memanggilnya Mbah disebabkan
oleh kebiasaan orang kampung saat
berhadapan dengan 'orang pintar'
atau dukun macam Mbah Blabar ini.
"Mbah, mohon saya Mbah untuk
diijinkan menunggui istri saya di
kamar saja. Percayalah saya tidak
mengganggu Mbah Dukun saat
memberikan obatnya nanti. Boleh
ya
mbah, saya mau ikut menunggu di
kamar, Mbah," Burhan menghiba
pada Mbah Dukun. Sesudah
mendengar permintaan Burhan
kembali Mbah Dukun komat-kamit.
Mungkin mencari jalan keluar.
Beberapa saat kemudian dia bicara,
"Oo, boleh, tetapi ada syaratnya.
Apabila nanti ada penampakkan atau
suara apapun aden tidak boleh
bereaksi. Itu adalah godaan yang
harus dihadapi. Aden harus tetap
tenang. Ruang Bale Semadi itu
dijaga
oleh jin Soni yang mampu
membuat lumpuh, buta dan tuli
seketika bagi siapapun yang
mengusik ketenangannya," begitu
Mbah Blabar memberikan
uraiannya.
"Terima kasih Mbah," sahut Burhan
yang justru semakin percaya
dengan kesaktian Mbah Blabar
dengan diperbolehkannya ikut
menunggui istrinya di Bale
Semadinya. Akan halnya Ayu
perasaannya semakin sebal akan
sikap suaminya yang kurang
menghargai keberadaan dirinya. Dia
merasa sepertinya tak punya hak
bicara. Dengan rasa kesal itulah dia
berdiri dan berjalan menuju Bale
Semadinya Mbah Blabar yang
berada di balik pintu kiri ruang
praktek dukunnya ini. Sesampainya
di ruang Bale Semadi Ayu
membuka
bungkusan yang diberikan oleh
Mbah Dukun. Ditemuinya selembar
sarung kotak-kotak putih dan secarik
kain putih pula. Dia reka-reka
bagaimana memakainya kedua
potong kain ini. Kemudian dia
melepasi rok dan blusnya.
Sarungnya dia jadikan penutup
tubuh perut ke bawah dan kain
putihnya dia sampirkan ke bahunya
untuk menutupi tubuh bagian
atasnya. Ayu merasa tidak perlu
melepaskan celana dalam dan
kutangnya. Beberapa saat kemudian
Mbah Blabar membawa anglo,
dupanya menyusul memasuki Bale
Semadi diikuti oleh Burhan. Ruangan
itu sangat sempit. Mungkin hanya
sekitar 2 X 2 m2. Diruangan ini
hanya nampak ada bale-bale ukuran
kecil dan rendah bertikar pandan.
Tak ada perabot lain. Dia letakkan
anglo dupa itu di pojok kamar dan
seketika aroma dupa mewarnai
ruangan sempit itu. Mbah Blabar
memerintahkan Burhan untuk
merapat ke dinding dan duduk
bersila dilantai. Sekali lagi dia
berpesan agar tidak melakukan
reaksi apapun atas apa yang dia
dengar dan saksikan nanti. Jangan
sampai memancing kemarahan jin
Soni. Kepada Ayu Mbah Blabar
untuk naik ke bale-bale dan duduk
bersila. Sementara Mbah Blabar juga
naik dan duduk bersila tepat
dibelakang Ayu. Dia mengeluarkan
sebuah botol kecil. "Neng, ini adalah
minyak zaitun yang khusus
didatangkan jin Soni dari Mesir.
Minyak ini akan saya oleskan pada
seluruh pori-pori tubuh Neng agar
tak ada satu lubang kecilpun yang
mampu ditembusi segala teluh atau
santet buatan manusia. Saya harap
Neng tenang dan memusatkan
pikiran agar segala kotoran yang
memasuki tubuh Neng larut
bersama minyak ini," begitulah
Mbah Blabar mulai melakukan
tugasnya. Dari arah belakang
punggung Ayu Mbah Blabar
menuangkan sedikit minyak itu
ketangannya. Kemudian dengan
didahului mulutnya berkomat-kamit
tangan Mbah Blabar mulai
mengoleskan minyaknya ke leher
dan kuduk Ayu. Dia urut-urut
layaknya tukang urut yang langsung
membuat Ayu menggeliatkan leher
dan kepalanya mengimbangi arah
urutan tangan Mbah Blabar. Nampak
Ayu mulai menikmati enaknya
diurut. Mungkin perjalanan dari
Jakarta sepanjang hari ini memang
membuat lelah tubuh Ayu, sehingga
urutan tangan Mbah Dukun ini
terasa
nikmatnya. "Kalau pijatan Mbah
membuat sakit Neng boleh
mengaduh atau merintih agar Mbah
bisa mengurangi kekuatannya,"
pesan tambahan Mbah Blabar yang
bertolak belakang dengan wanti-
wantinya kepada Burhan agar tidak
mengeluarkan gaduh yang akan
membuat jin Soni marah. Dari leher
dan kuduk tangan dukun itu turun
ke bahunya. Dengan tetap
membiarkan tali kutang tetap
ditempatnya tangan-tangannya
yang berusaha menggapai bagian
bahunya menyingkirkan sedikit
demi
sedikit kain putih penutup bahu dan
punggungnya. Ayu masih mengepit
kain itu untuk menutupi kutang dan
dadanya. Kini tangan Mbah Dukun
dengan leluasa mengoleskan
minyak
zaitun itu ke bahu dan punggung
Ayu. Dia menyusupkan olesan
tangannya ke bawah tali kutang.
Olesan itu merata dan turun hingga
ke pinggulnya. Tangan Mbah Dukun
nampak terampil mengurut ataupun
mengelus bagian-bagian tubuh Ayu.
Tak luput pula sisi kanan dan kiri
hingga ketiak istri Burhan ini
diolesinya dengan minyak dari Mesir
ini. Nampak oleh Burhan bagaimana
mata Mbah Blabar nampak sangat
bergairah. Mata itu nampak hendak
menelan punggung istrinya.
Kemudian secara berbisik Mbah
Dukun minta supaya kain
penutupnya dilepas saja. Dan tanpa
ba bi bu Ayu mengikuti saja
perintah
Mbah Blabar. Dia juga ingin agar
Burhan menyaksikan sendiri betapa
dia patuh dengan perintah dukun
yang dipercayainya ini. Diam-diam
sisa kedongkolan pada suaminya
masih membekas di hatinya.
Sementara itu dari balik asap dupa
Burhan mengamatinya dengan
melototkan matanya. Semua yang
sedang berlangsung terjadi sangat
dekat dan tepat di depan matanya.
Dia ingin bertanya apakah Mbah
Blabar akan menjamahi seluruh
tubuh istrinya untuk memoleskan
minyak itu? Namun dia ingat
janjinya untuk tidak bereaksi apapun
pada apa yang akan dilihat maupun
didengarnya. Dia juga takut apabila
membuat jin Soni marah. "Inilah
hak
mutlak dan kenikmatan seorang
dukun," demikian kata dalam hati
Mbah Blabar. Apapun yang dia maui
gampang dipenuhi oleh pasiennya.
Bahkan rata-rata mereka takut akan
akibat buruknya macam Burhan
yang kini menyaksikan istrinya
dielusi Mbah Blabar langsung di
depan matanya itu. Tangan Mbah
dukun mulai menjamah iga
samping dan ketiak kanan kiri Ayu.
Dan nampaknya Ayu mulai merasa
merinding. Kecuali tukang pijat
perempuan di kampungnya selama
ini tak satupun lelaki pernah
menjamah tubuhnya macam ini.
Dia
merasakan elusan tangan Mbah
Blabar dengan cepat membuat
hangat tubuhnya. Terkadang jari-
jarinya bermain dengan menekan
dan mengelus sehingga membuat
saraf-saraf pekanya terangsang.
"Naikkan lengannya Neng, biar Mbah
bisa mengolesi ketiak Neng,"
perintahnya yang langsung dipenuhi
Ayu. Terus terang rabaan tangan
Mbah Blabar ini semakin
menghanyutkan sanubarinya.
Tangan-tangan yang mengelus ini
betapa lembutnya. Dia tak acuh
dengan kemungkinan kecemburuan
suaminya. Toh ini semua gara-gara
kemauan Burhan. Dan dia tak
pernah minta pertimbanganku,
demikian sikap Ayu. "Ahh.. Mbah..
Terus elusi aku Mbaahh.." begitu
jerit
hatinya. Tetap dari arah belakang
punggung Ayu kini tangan Mbah
Blabar meluncur ke wilayah
dadanya. Jari-jari itu menggosok
atau mengelus berputar tepat di
bawah gundukkan payudaranya.
Terus berputar dan berpilin jari-jari
itu benar-benar membuat dada Ayu
berdegup kencang. Muka Ayu terasa
memerah. Perasaan tak sabar
menunggu tangan Mbah Blabar
merambah buah dadanya terasa
menggebu. Tanpa malu dia
mendesah. Ada semacam hasrat
yang mulai merambati saraf-
sarafnya. Ayu terus mendesah atau
terkadang merintih. Hasrat
birahinya-lah yang telah membuat
kehangatan tubuhnya. Bahkan
sekarang mulai terasa kegerahan.
Mbah Blabar tahu bahwa suhu
syahwat Ayu mulai panas dan
menaik. Ini memang telah menjadi
perhitungannya. Tangannya juga
merasakan degup jantung
pasiennya yang yang semakin keras
memukul-mukul dadanya. Dan
Mbah Blabar yakin pasiennya kini
semakin menunggu jamahan
tangannya terus bergerak. Dan
memang kini saatnya tangannya
memasuki wilayah yang sangat
peka. Dengan menambahi lumuran
minyak zaitun di telapak tangannya
dia mulai menyusupkan jari-jarinya
ke bawah kutang untuk menyentuhi
puting susu, tangan Mbah Blabar
mulai mengoles-olesi gundukkan
payudara Ayu. Mengelus,
menggosok, memilin secara
bergantian dalam irama yang sangat
sistematis dari tangan Mbah Blabar
pada kedua payudaranya membuat
hasrat birahi Ayu langsung terbakar.
Kembali tanpa ragu kini dia
melepaskan desahan dan rintihan
nikmatnya. Posisi Mbah Blabar yang
memeluki dari punggungnya juga
menambah rangsangan birahinya.
Mau tak mau wajah Mbah Blabar
semakin lekat di punggung Ayu.
Hembusan hangat nafas Mbah
Blabar pada kulit punggungnya
sangat terasakan. Gairah syahwat
Ayu langsung bagai kena sentuhan
listrik ribuan watt. Sapuan nafas
Mbah Blabar yang mengenai
punggungnya itu menjadi paduan
harmonis dengan elusan, gosokkan
dan pilinan di buah dadanya. "Aa..
A.. Mpuunn.. Mbaahh..' Ayu
mendesah-desah dan merintih.
Jangan tanya betapa bingung
Burhan menyaksikan bagaimana
istrinya mendesah dan merintih
macam ini. Dalam ruangan Bale
Semadi yang sempit dan remang
karena asap dupa ini terasa bernafas
semakin sesak. Kebingungan
Burhan
ini tak boleh ditunjukkan. Dia ingat
jin Soni yang pemarah. Namun
perasaan bingung itu kini terasa
menyimpang. Rasa khawatirnya
bergeser. Libido Burhan mulai
terusik dan mengambil alih rasa
bingung dan khawatir. Suara desah
dan rintih istrinya telah mengubah
bingung dan khawatirnya menjadi
hasrat birahi. Dalam duduk bersila
itu Burhan merasakan kemaluannya
mulai mendesaki celananya. Acchh..
Macam apa pula ini? Apa yang
terjadi pada diriku, demikian suara
batin Burhan. Dia melihat keringat
istrinya mulai mengucur. Demikian
pula Mbah Dukun. Ruangan sempit
ini semakin panas oleh terbakarnya
hasrat syahwat. Bergaya seakan
kelelahan, tanpa sungkan dan ragu
Mbah Blabar menyandarkan
wajahnya ke punggung Ayu.
Namun nampak mulutnya bekerja.
Dia menyedoti keringat di punggung
istrinya itu. Yang lebih menambah
bingung Burhan adalah saat
menyaksikan istrinya Ayu
menerima
semuanya itu tanpa protes dan
menghindar. Walaupun wajahnya
terus menyeringai mengiringi desah
dan rintihnya. Walaupun tubuhnya
terus bergeliatan seakan menahan
kepedihan seperti saat tukang urut
kampung juga memijat dan
mengerok tubuhnya saat masuk
angin. Adakah hal itu disebabkan
kepatuhannya pada dirinya yang
suaminya? "Ampun Mbahh..
Ampuunn.." demikian rintih pilu
yang keluar dari mulut Ayu. Dalam
geliatnya Ayu mengeluh kepanasan
dan tanpa diminta Mbah Blabar dia
melepasi sendiri kutangnya
sehingga
kini tubuh bagian atasnya menjadi
sepenuhnya telanjang.
Dicampakannya kembali kutangnya
ke lantai. Batin Mbah Blabar
menyeringai girang. Akal bulusnya
berjalan mulus. "Sabar Neng.. Nanti
juga Mbah kasih obatnya.." jawaban
Mbah yang terasa teduh di telinga
Ayu. Selaku dewa penolong Mbah
Blabar melepaskan lipatan kakinya
dan menggeser duduknya lebih
mepet ke tubuh Ayu. Burhan kaget
menyaksikan sepintas celana kolor
hitam Mbah Blabar nampak
menggunung. Dia pastikan itu
kemaluan Mbah Dukun yang sudah
ngaceng. Aacchh.. "Sabar ya Neng..
Mbah lagi siap-siapkan obat untuk
Neng," dengan tangannya yang
terus meremasi buah dada Ayu
dengan bibirnya yang tak lagi lepas
dari pagutan di kuduk dan bahu istri
Burhan itu kini juga nampak
pantatnya maju mundur. Mbah
Blabar mendorong-dorongkan
selangkangannya lebih lengket ke
bokong Ayu. Ayu memang telah
mulai terseret dalam ayunan
birahinya. Dia telah sepenuhnya
untuk menjalani syarat apapun yang
diminta Mbah Blabar. Dia juga ingin
menunjukkan pada Burhan bahwa
dia berani menerima apa yang
diminta Mbah Dukun.
"Ammpuunn..
Mbahh.. Saya nggak tahan lagi
nihh.." sangat iba suara Ayu. "Yaa..
Yaa.. Neng sabarr.." kini Mbah
Blabar
bangkit dari tikarnya. Dia pindah ke
depan Ayu. Tidak duduk namun
ngangkang tepat di muka wajah
Ayu. Sambil dia mencari posisi
tangannya nampak membetulkan
letak celana kolornya yang
gombrang atau longgar bagian
bawahnya Mbah Blabar merogoh
dan mengeluarkan kontolnya.
"Neng.. Sekarang saatnya Neng
mengambil obatnya. Lihat nih
Neng.." dia sodorkan kemaluannya
yang tegak kaku dan hitam
berkilatan ke wajah Ayu. Ayu yang
semula setengah menutup mata kini
terbelalak. Dia tidak menduga bahwa
Mbah Blabar akan berbuat ini
padanya. Namun kekagetannya itu
langsung berubah menjadi
terpesona. Ayu menyaksikan
kemaluan lelaki yang sangat
menggetarkan sanubarinya.
Kemaluan macam itu belum pernah
terbayangkan. Mencuat ngaceng
dan
gede, kepalanya mengkilat dengan
lubang kencingnya yang berupa
sobekkan menganga yang sangat
menantang. Dan karena begitu dekat
dengan wajahnya aroma kemaluan
Mbah Blabar juga langsung
menerpa
hidungnya. "Disini Neng.. Neng
Neng ambil sendiri.. Pakai mulut
Neng yaa.. Nanti juga obatnya
muncrat keluaarr.." jawab Mbah
Dukun dengan suaranya yang
bergetar. Disodorkannya kontolnya
ke bibir mungil si Ayu. "Ayoo.. Isep-
isep.. Biar cepat muncrat.. Biar cepat
selesai obatnyaa.." bujuk Mbah
Blabar yang tersendat-sendat karena
menahan gejolak syahwatnya.
Terus terang Burhan seakan
disambar petir. Melihat apa yang
dilakukan Mbah Blabar dan apa yang
harus dilakukan istrinya sungguh
diluar pikiran dia. Dia baru paham
ucapan dukun ini. Bahwa obatnya
ada dalam diri Mbah Dukun dan
istrinya mesti mengambil obatnya
sendiri dengan mulut atas dan
mulut
bawahnya. Jadi macam inilah yang
disyaratkan Mbah Blabar serta yang
sekarang mesti dilakukan oleh Ayu
dengan cara mengisep kontolnya
Mbah Dukun. Namun yang
memukul Burhan lebih dahsyat lagi
adalah menyaksikan istrinya Ayu
yang tanpa ragu meraih kemaluan
Mbah Blabar yang ukurannya sangat
gede dan panjang itu. Kenapa dia
berlaku seperti itu di depan
matanya.
Adakah dia telah diguna-guna dukun
ini? Dia sama sekali nggak tahu
mesti
berbuat apa. Dia nggak berani
bereaksi khawatir dan takut akan
kemarahan jin Soni. Memang
semula Ayu terkaget saat
dihadapkan pada apa yang
dimaksud Mbah Dukun, mesti
mengisep-isep kontol Mbah Blabar
untuk mengambil obat itu dengan
mulutnya. Namun setelah
menyaksikan, seakan dia tersihir,
kontol Mbah Blabar ini sangat
mempesona. Jantungnya jadi
tergetar. Matanya terpaku tak
mampu melepaskan pandangannya
dari kemaluan yang gede dan indah
itu. Selama usia perkawinannya
yang lebih 5 tahun Ayu tak pernah
turun dan menciumi apalagi
mengisep-isep kemaluan Burhan
suaminya. Alasan utamanya adalah
perasaan jijik. Namun sekarang tiba-
tiba dia dihadapkan keharusan untuk
mengisep kontol lelaki lain. Namun
aroma kemaluan itu ternyata telah
mengusik nurani Ayu. Kini dia
begitu
berhasrat untuk mencium atau
menjilat-jilat kemaluan yang
mempesona itu. Tetapi dia merasa
berada dipersimpangan. Adakah hal
ini bisa dianggap pengkhianatan
tanpa ampun di mata suaminya. Dia
ingin pastikan hal itu dari Burhan
suaminya yang kini terseok di pojok
dinding kamar sempit ini. Dia
menoleh ke arahnya. Matanya
bertanya. Akhirnya pikiran dan hati
Burhan pasrah. Apa yang sedang
terjadi tak bisa terhindarkan lagi. Dan
apa yang tengah berlangsung akan
terus berlangsung. Hal ini membuat
keadaan Burhan kini jadi ikut
terhanyut. Malahan dia kini ingin
selekasnya menyaksikan bagaimana
istrinya menerima nikmat syahwat
dari Mbah Blabar. Dia ingin
menyaksikan bagaimana kontol
Mbah Blabar dalam kuluman
istrinya. Ingin menyaksikan memek
Ayu istrinya itu dia aduk-aduk dan
ditembusi kontol Mbah Dukun ini.
Saat Ayu menengok ke arahnya, dia
tak berani menatapnya. Namun dia
berusaha untuk tidak menunjukkan
sikap marah atau cemburu. Burhan
berharap Ayu tahu dengan
sendirinya untuk meneruskan apa
yang memang dia harus teruskan.
Beberapa detik berikutnya mata
Burhan menyaksikan tangan Ayu
menjamah kemudian menggengam
batangan besar dan panjang milik
Mbah Blabar. Kontol itu diarahkan ke
bibirnya. Ayu membuka mulutnya.
Dia mulai menjilat. "Add.. Duuhh..
Neng.. Add.. Dduuhh.. Nengg..
Jangan kaget ya Neng.. Mungkin
Mbah nanti akan berteriak atau
merintihh.. Karena Mbah akan
kesakitan saat obat-obat Neng keluar
dari tubuh Mbahh.." Edan. Mbah
Blabar ini benar-benar edan. Tipuan-
tipuannya begitu saja bisa masuk
akal bagi para korbannya. Dengan
lidah dan mulutnya yang sibuk
menjilati dan menciumi batang
kontol gede itu, Ayu mengangguk-
angguk mendengar desah dan
racau
Mbah Blabar. Tangan Mbah Dukun
mulai meraih kepala dan rambut
Ayu. Dia seakan membantu dengan
cara menekan-nekan kepala Ayu
untuk keluar masuk memompa
kontolnya ke mulutnya. Mbah
Dukun juga memaju mundurkan
pantatnya. Nampak celana kolor
gombrangnya melambai-lambai
oleh gerakan Mbah Dukun. Tak
terlampau lama. Sekitar 5 menit Ayu
mengulum, kontol Mbah Blabar
semakin membesar dan mengeras.
Kocokkan maju mundur bokong
Mbah Blabar makin cepat. Remasan
rambut kepala Ayu semakin pedih
terasakan. Mbah Blabar
menengadah
ke langit-langit sambil matanya
setengah tertutup. Saraf-sarafnya
seakan dijalari sejuta semut merah.
Kegatalan merambati saraf-saraf
pekanya. Sperma Mbah Dukun
melaju menuju puncak syahwat.
Ayu merasakan apa yang sedang
dan akan terjadi. Dia mempercepat
pompaan mulutnya. Dan akhirnya..
"Telaann.. Nnee.. Neng.. Telann..
Telan.. Minum semuanya.. Itu
obatnya nengg.." Ayu gelagapan
saat pejuh hangat dan kental
muncrat dai kontol Mbah Blabar.
Tanpa ragu dia telan seluruh cairan
yang menumpahi rongga mulutnya
itu. Ayu juga melenguh.. Gelagap
dan meracau. Ayu merasakan
kenikmatan tak terhingga saat
sperma Mbah Blabar tumpah
disertai
jambakkan tangan yang pedih oleh
Mbah Dukun pada kulit kepalanya.
Sementara di sudut dinding sana
ternyata Burhan juga nampak
langsung rubuh ke lantai. Dia
melototi saat menyaksikan mulut
istrinya yang penuh terjejali kontol
Mbah Dukun. Hasrat seksualnya
langsung menggelegak tanpa
mampu menahannya. Dia cepat
keluarkan kemaluannya dan
melkuakn masturbasi. Bersamaan
dengan muncratnya sperma Mbah
Blabar di mulut Ayu, muncrat pula
sperma Burhan mengotori lantai
Bale Semadi. Dalam tergolek di lanati
Burhan mengerang nikmat..
Keadaan ruang sempit itu sesaat
hening. Yang masih bergerak
hanyalah kepulan asap dupa. Yang
kemudian terasa masuk ke
pendengaran berikutnya adalah
suara-suara kodok atau jengkerik di
kebon yang berbatas dinding
bambu Bale Semadi itu. Juga
terdengar sekali dua geremang dan
geseran kursi atau beradunya
cangkir kopi di ruang tamu dimana
pasien Mbah Blabar masih banyak
yang menunggu. Beberapa menit
berlalu, Mbah Dukun nampak
menggeliat bangkit dari tikar diikuti
Ayu. Jelas keduanya masih dikuasai
nafsu penasaran. Kenikmatan yang
diteguknya beberapa menit yang
lalu
merupakan sarana perdana untuk
kenikmatan pada menit-menit
berikutnya. Kini Mbah Dukun
memandang tajam ke Ayu, "Sarat-
sarat pengobatan Neng belum
seluruhnya dipenuhi. Coba Neng
rebahan telentang di tikar pandan
ini.. Mbah harus membersihkan
kotoran yang tertinggal di tubuh
Neng" Sesudah mengelap ceceran
sperma lengket dari Mbah Dukun
yang tertinggal di pipi, dagu dan
sebagian lain tercecer di dadanya
Ayu kembali mengikuti bimbingan
Mbah Blabar. Situasi diri Ayu masih
dalam keadaan hasrat syahwat
tinggi yang menggelegak. Dia masih
menanggung gejolak birahi yang
harus dituntaskan. Dan kini dia telah
telentang berbaring di tikar pandan
itu. Nampak buah dadanya yang
membusung nampak ranum dan
getas. Puting susunya yang sebesar
pucuk jari kelingking kemerahan
menantang ke langit-langit Bale
Semadi itu. Mbah Dukun tahu
persis,
ini adalah puting susu perempuan
yang belum pernah menyusui.
Dengan tenaga dan staminanya
yang seakan tak pernah kendor
mata Mbah Dukun nampak meliar.
Jakunnya naik turun. Dia siap
mengenyoti payudara itu. Rasanya
puting kemerahan itu akan
membuat Ayu bergelinjangan saat
kena kenyotan bibirnya nanti.
Wajahnya merunduk mendekat ke
dada Ayu. "Sabar ya Neng.. Mbah
biar bikin bersih dulu sebelum nanti
Neng mendapatkan obat dari Mbah.
Mbah akan sedot kotorannya" Dan
dijulurkannya lidahnya. Mbah Blabar
mulai menyapu gundukkan
payudara yang mulus bagai pualam
china itu. Ayu menjerit kecil.
Kenikmatan surgawai langsung
menyergap sanubarinya.
Tangannya mencengkeram tepian
bale-bale menahan gereget dari
hasratnya yang menggelegak.
Sapuan lidah Mbah Dukun ini
langsung mengobarkan nafsu
birahinya. Tubuhnya menggeliat.
Jeritannya memenuhi ruang sempit
berasap dupa ini. Burhan yang
mengikuti apa yang berlangsung
sejak tadi kembali terpukau.
Nampaknya istrinya sedang meretas
jalan birahinya kembali. Dia tahu
jeritan macam itu adalah jeritan Ayu
saat dilanda nikmat yang tak bertara.
Burhan yakin bahwa sapuan lidah
Mbah Blabar memang sangat akan
membuat istrinya kelojotan. Jeritan
istrinya serasa langsung
membangunkan hasrat syahwatnya
kembali. Kembali tangannya
mengelusi kemaluannya. Memang
kontolnya ini tak sehebat kontol
Mbah Blabar, namun Burhan ingat
betapa istrinya juga kelojotan
menganggung nikmat saat malam
pertama perkawinannya dulu.
Dielusinya kemaluannya sambil
khayalnya terbang mengikuti
matanya yang melotot mengawasi
ulah Mbah Dukun bersama istrinya
itu. Rupanya Mbah Blabar tak hanya
mencium, menjilat dan mengeyoti
payudara Ayu. Kini wajahnya
terlihat
melata ke bawah. Perut dan puser
Ayu menjadi sasaran rambahan
ciuman Mbah Blabar. Dan Ayu kini
bukan lagi hanya meremasi tepian
bale-bale tetapi sudah menjamah
kepala Mbah Dukun dan meremasi
rambutnya. Dan bukan itu saja,
direnggutnya sarung penutup tubuh
bawahnya berikut sekaligus celana
dalamnya dan kembali
dilemparkannya ke lantai. Tepat di
depan hidung suaminya Ayu kini
benar-benar telanjang dalam
dekapan Mbah Dukun tanpa secuil
benangpun pada tubuhnya. Dan
dengan desahan yang bertubi
nampaknya tangannya itu
mendorong agar rambahan bibir
Mbah Blabar turun lagi menuju ke
bukit dan lembah kemaluannya. Dia
tekan kepala Mbah Dukun untuk
menjilati jembutnya. Dia desakkan
wajah Mbah Dukun agar menciumi
dan menjilat-jilat vaginanya.
Diangkat-angkatnya pantatnya
seakan hendak menjemput jilatan
Mbah Blabar. Dia sorong-sorongkan
kemaluannya dan tekan ke wajah
Mbah Dukun ini. Ayu telah
sepenuhnya dikuasai nafsu
birahinya. Dia tak lagi
pertimbangkan
adanya Burhan suaminya. Kalau toh
sesekali terlintas dia hanya
kembalikan bahwa semua ini terjadi
karena keinginan Burhan sendiri.
Tentu saja nafsu Ayu ini menjadi
puncak kenikmatan syahwat Mbah
Blabar. Di turuti dorongan
tangannya untuk menjilati kemaluan
istri Burhan ini. Dan saat bibirnya
menyentuh bibir vagina Ayu tak
ditunda lagi, Mbah Dukun langsung
menyedot-sedot vagina Ayu. Dia
rasakan becek yang deras
membasahi gerbang memek
perempuan ayu ini. Ditengah
pedihnya jambakan rambut Ayu
dengan sepenuh kerakusannya
Mbah Blabar menjilati-jilat hingga
kering cairan birahi Ayu.
"Ammpuunn.. Mbahh.. Enak
bangeett.. Terusi ya Mbaahh..."
rintih
iba Ayu. Dan kini Mbah Blabar
kembali dengan perintahnya. Dia
bangkit merangkaki tubuh Ayu. Naik
hingga wajahnya berhadapan
dengan wajah istri Burhan itu, "Kini
saatnya bibir bawahmu mengambil
obat dari tubuhku. Aku akan
memberikan bimbingan dan
petunjuk" Selepas ucapan itu Mbah
Dukun meraih paha Ayu dan
dengan pasti merenggangkannya.
Dielusinya vagina Ayu.
Dicelupkannya jari telunjuk serta jari
tengahnya ke liang vagina itu
kemudian ditariknya. Nampak
lumuran getah birahi terbawa ke
jari-jari itu. Mbah Dukun
membawanya ke mulutnya untuk
dikemot dan diisep-isepnya, "Lihat,
Neng Ayu sudah suci sekarang.
Semua kotoran telah lepas dari
tubuh Neng. Ayo.. Ambillah obat
itu.." kata terakhir ini disertai
gerakannya yang mendekatkan dan
mendorong kontolnya ke liang
vagina Ayu. Kontol itu pelan tetapi
pasti dia tekan untuk
menembusinya. Ayu yang
memang
sudah sangat mendambakan nikmat
syahwati tak ayal lagi. Dijemputnya
kontol Mbah Blabar. Pantatnya
menaik dan tangannya menepatkan
arahnya. Kontol itu langsung blezz..
Tertelan masuk ke dalam memek
ayu yang telah licin oleh cairan
vaginanya yang membanjir. Kontol
yang begitu gede dan panjang
nampak menyusup pelan mengisi
dinding-dinding peka vagina Ayu.
Terdengar jerit kecil Ayu dan
dengus
liar Mbah Dukun. Kedua orang yang
satu pelukan itu menemukan
kenikmatannya masing-masing.
Sementara itu Burhan terus
mengelusi kontolnya sendiri sambil
khayalnya membubung tinggi. Dia
merasakan betapa nikmat Ayu
ditembusi kontol segede itu. Dan dia
juga merasakan betapa Mbah Dukun
kontolnya tercengkeram ketat oleh
kemaluan istrinya. Burhan semakin
mempercepat kocokkan kontolnya.
Dia ingin meraih nikmat bersama
istrinya yang sedang dientot Mbah
Blabar. Kini yang terlihat adalah
Mbah Dukun mengayun-ayunkan
bokongnya naik turun dan Ayu
menggoyang-goyangkan
pantatnya.
Burhan menyaksikan betapa kontol
gede Mbah Dukun ditelan lahap oleh
vagina istrinya. Dia saksikan bibir
vagina Ayu yang termonyong-
monyong keluar masuk karena
mesti menampung batangan besar
yang menyarat di vaginanya.
Akhirnya Mbah Dukun meracau,
"Enak Neng.. Enaakk?? Enak mana
sama punya suami Nengg..?? Enak
manaa..??" racaunya itu nyata
terdengar oleh kuping Burhan.
Namun Burhan sendiri sudah abai.
Dia telah menemukan identitasnya
sendiri. Bagi Burhan adalah
'kenikmatanmu adalah
kenikmatanku
juga'. Dan tiba-tiba Mbah Blabar
membalikkan tubuhnya, "Sekarang
Neng.. Sekarangg..!! Neng yang
harus mengambilnya sendiri.
Sekarang nengg..!!" Tanpa
melepaskan kontolnya dari
cengkeraman vagina Ayu dia angkat
istri Burhan itu untuk menindih
tubuhnya. Kemudian diajarkannya
sesaat bagaimana Ayu mesti
mengayun-ayunkan pantatnya agar
vaginanya bisa menjemput sendiri
obatnya dari lubang kontolnya. Ayu
memang cepat belajar. Apa yang
diperintahkan Mbah Dukun langsung
dia laksanakan. Dia kini berada diatas
tubuh Mbah Blabar dengan
vaginanya yang tetap
mencengkeram kontol dukun itu.
Dan rasa gatal pada dinding-dinding
vaginanya yang hinggap demikian
hebatnya mau tidak mau Ayu mesti
mengayun untuk menggosokkan
rasa gatal itu. Bahkan bukan hanya
itu. Untuk menyalurkan semua
hasrat birahinya yang berlimpah
bibir ayu dengan cepat memaguti
bibir Mbah Blabar. Keduanya benar-
benar tenggelam dalam kobaran
semangat syahwati. Dan Burhan
seakan diberikan penampakkan
yang
sama sekali belum pernah diketaui
dan di alaminya. Dia kini
menyaksikan bahwa lubang memek
istrinya yang sempit itu ternyata
mampu menampung batangan
gede panjang milik Mbah Blabar.
Setengahnya bertanya, kemana
kontol itu ditelan. Dan yang lebih
mempesonakan birahi Burhan
adalah saat kontol itu keluar masu
dijemputi memek istrinya.
Batangnya berkilatan oleh basah
lendir birahi keduanya. Dan bibir
vagina Ayu yang setiap dorong dan
tarik memperlihatkan betapa
sesaknya dengan pinggirannya
setiap kali terbawa masuk dan keluar
pula. Pemandangan itu membuat
Burhan mendapatkan ejakulasinya
lebih cepat. Sperma Burhan
muncrat-muncrat dan kembali
mengotori lantai Bale Semadi yang
sempit itu. Dan Mbah Blabar
bersama Ayu terus meracau
tentang
nikmatnya kontol gede serta memek
yang legit hingga puncak nikmat
mereka mendekat. Saat Ayu didekati
orgasmenya dia peluk erat
punggung Mbah Blabar. Dia
cengkeramkan kukunya hingga
menembusi daging punggung itu.
Dia mencakar sambil berteriak
histeris, "Mbbaahh.. Kontol Mbah
enaakk buangeett.. Mbaahh.." Tak
ayal pula punggung Mbah Blabar
langsung menanggung cakaran dan
terluka. Goresan merah darah
merembesi punggung dukun
tampan itu. Namun sakitnya itu
langsung terobati. Jepitan legit
memek Ayu membuat Mbah Blabar
memuncratkan kembali air maninya
yang berlimpah. Ejakulasi yang
kedua Mbah Blabar memberikan
nikmat yang tak terperikan.
Pengobatan Mbah Blabar pada Ayu
selesai tepat 2 jam sejak diawalinya
pada jam 9 malam tadi. Kini,
sesudah Ayu membersihkan
tubuhnya dengan mandi air
kembang yang disediakan asisten
Mbah Dukun, di ruang kerjanya
Mbah Blabar memberikan nasehat
kepada pasangan suami istri itu,
"Aden dan Neng, jangan lupa nanti
malam sepulang dari sini, Aden
harus langsung tidur sebagaimana
suami istri. Usahakan setidaknya
selama 3 hari beturur-turut. Mudah-
mudahan atas bantuan jin Soni dan
leluhur Mbah, cucuku akan
selekasnya diberi anak," begitulah
pesan singkat Mbah Blabar. Sebelum
Burhan menanyakan Mbah Blabar
sudah mendahului, "Soal ongkos,
sementara Aden dan Neng jangan
pikirkan dulu. Nanti kalau berhasil
boleh Aden dan Neng kembali
kemari sebagai kaul akan
keberhasilannya itu" Burhan menjadi
semakin kagum akan Mbah Dukun
ini. Sudah menolong, tetapi nggak
mau dibayar, begitu pikirnya.
Sementara pikiran Ayu, "Apakah
cukup dengan sekali berobat,
Mbah??". Namun itu pikiran yang tak
terucapkan. Sembilam bulan lebih
sepuluh hari sesudah peristiwa itu
Ayu melahirkan anak lelaki yang
sangat tampan. Burhan merasa
puas walaupun anaknya tidak begitu
mirip dengannya. Sebagai ayah dia
telah membuktikan bahwa mampu
memperpanjang darah dan
keturunannya. Mertua Ayu juga
langsung menyayangi Ayu dengan
sepenuh hati. Sebagai menantu dia
mendapatkan kemanjaan
sebagaimana anaknya sendiri.
Adapun Ayu masih penasaran dan
selalu terngiang akan pesan Mbah
Blabar, "Nanti kalau berhasil boleh
Aden dan Neng kembali kemari.."
Ayu ingin punya anak lagi. Dan
yakin Mbah Blabar pasti mau
menolongnya lagi.