Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Awal aku mengenalnya
pada saat dia
mengundang perusahaan
tempatku bekerja untuk
memberikan penjelasan
lengkap mengenai produk
yang akan dipesannya.
Sebagai marketing,
perusahaan mengutusku
untuk menemuinya. Pada
awal pertemuan siang itu,
aku sama sekali tidak
menduga bahwa Ibu Bella
yang kutemui ternyata
pemilik langsung
perusahaan. Wajahnya
cantik, kulitnya putih
laksana pualam, tubuhnya
tinggi langsing (Sekitar 175
cm) dengan dada yang
menonjol indah. Dan
pinggulnya yang dibalut
span ketat membuat
bentuk pinggangnya yang
ramping kian mempesona,
juga pantatnya wah..
sungguh sangat montok,
bulat dan masih kencang.
Sepanjang pembicaraan
dengannya, konsentrasiku
tidak 100%, melihat gaya
bicaranya yang intelek,
gerakan bibirnya yang
sensual saat sedang bicara,
apalagi kalau sedang
menunduk belahan buah
dadanya nampak jelas,
putih dan besar.
Di sofa yang berada di
ruangannya yang mewah
dan lux, kami akhirnya
sepakat mengikat kontrak
kerja. Sambil menunggu
sekretaris Ibu Bella
membuat kontrak kerja,
kami mengobrol kesana-
kemari bahkan sampai ke
hal yang agak pribadi. Aku
berani bicara kearah sana
karena Ibu Bella sendiri
yang memulai. Dari
pembicaraan itu, baru
kuketahui bahwa usianya
baru 25 tahun, dia
memegang jabatan
direktur sekaligus pemilik
perusahaan menggantikan
almarhum suaminya yang
meninggal karena
kecelakaan pesawat.
"Pak gala sendiri umur
berapa", bisiknya dengan
nada mesra.
"Saya umur 26 tahun, Bu!"
balasku.
"sudah berkeluarga",
pertanyaannya semakin
menjurus, aku sampai GR
sendiri.
"Belum, Bu!"
Tanpa kutanya, Ibu Bella
menerangkan bahwa sejak
kematian suaminya
setahun lalu, dia belum
mendapatkan
penggantinya.
"Ibu cantik, masih muda,
saya rasa seribu lelaki akan
berlomba mendapatkan
Ibu bella", aku sedikit
memujinya.
"Memang, ada benarnya
juga yang Bapak Gala
ucapkan, tapi mereka rata-
rata juga mengincar
kekayaan saya", nadanya
sedikit merendah.
Tiba-tiba terdengar suara
ketukan di pintu, Ibu Bella
bangkit berdiri
membukakan pintu,
ternyata sekretarisnya
telah selesai membuat
kontrak kerjanya.
"Kalau begitu, saya permisi
pulang, Bu!, semoga
kerjasama ini dapat
bertahan dan saling
menguntungkan", aku
segera pamit dan
mengulurkan tangan.
"Semoga saja", tangannya
menyambut uluran
tanganku.
"Terima kasih atas
kunjungannya, pak Gala."
Cukup lama kami
bersalaman, aku
merasakan kelembutan
tangannya yang bagaikan
sutera, namun sebentar
kemudian aku segera
menarik tanganku, takut
dikira kurang ajar. Namun
naluri laki-lakiku bekerja,
dengan halus aku mulai
merancang strategi
mendekatinya.
"Oh ya, Bu Bella, sebelum
saya lupa, sebagai
perkenalan dan
mengawali kerjasama kita,
bagaimana kalau Ibu Bella
saya undang untuk makan
malam bersama", aku
mulai memasang jerat.
"Terima kasih", jawabnya
singkat.
"Mungkin lain waktu, saya
hubungi Pak Gala, untuk
tawaran ini."
"Saya tunggu, Bu.. permisi"
Aku tak mau
mendesaknya lebih lanjut.
Aku segera meninggalkan
kantor Ibu Bella dengan
sejuta pikiran
menggelayuti benakku.
Sepanjang perjalanan, aku
selalu terbayang
kecantikan wajahnya,
postur tubuhnya yang
ideal. Ah.. kayaknya semua
kriteria cewek idaman ada
padanya.
Tak terasa satu bulan sejak
pertemuan itu, meskipun
aku sering mampir ke
tempat Ibu Bella dalam
kurun waktu tersebut, tapi
tidak kutemui tanda-tanda
aku bisa mengajaknya
sekedar Dinner. Meskipun
hubunganku dengannya
menjadi semakin akrab.
Menginjak bulan ke-2,
akhirnya aku bisa
mengajaknya keluar
sekedar makan malam.
Aku ingat sekali waktu itu
malam Minggu, kami bagai
sepasang kekasih,
meskipun pada awalnya
dia ngotot ingin
menggunakan mobilnya
yang mewah, akhirnya dia
bersedia juga
menggunakan mobil
Katanaku yang bisa bikin
perut mules.
Beberapa kali malam
Minggu kami keluar,
sungguh aku jadi bingung
sendiri, aku hanya berani
menggenggam jarinya saja,
itupun aku gemetaran,
degup-degup di jantungku
terasa berdetak kencang
padahal hubungan kami
sudah sangat dekat,
bahkan aku dan dia sama-
sama saling memanggil
nama saja, tanpa embel-
embel Pak atau Bu.
Sampai pada malam
Minggu yang kesekian
kalinya, kuberanikan diri
untuk memulainya, waktu
itu kami di dalam bioskop.
Dalam keremangan, aku
menggenggam jarinya,
kuelus dengan mesra,
kelembutan jarinya
mengantarkan desiran-
desiran aneh di tubuhku,
kucoba mencium
tangannya pelan, tidak
ada respon, kulepas jemari
tangannya dengan lembut.
Kurapatkan tubuhku
dengan tubuhnya,
kupandangi wajahnya yang
sedang serius menatap
layar bioskop.
Dengan keberanian yang
kupaksakan, kukecup
pipinya. Dia terkejut,
sebentar memandangku.
Aku berpikir pasti dia akan
marah, tapi respon yang
kuterima sungguh
membuatku kaget.
Dengan tiba-tiba dia
memelukku, mulutnya
yang mungil langsung
menyambar mulutku dan
melumatnya. Sekian detik
aku terpana, tapi segera
aku sadar dan balas
melumat bibirnya,
ciumannya makin ganas,
lidah kami saling membelit
mencoba menelusuri
rongga mulut lawan.
Sementara tangannya
semakin kuat
mencengkram bahuku.
Aku mulai beraksi,
tanganku bergerak
merambat ke
punggungnya, kuusap
lembut punggungnya,
bibirku yang terlepas
menjalar ke lehernya yang
jenjang dan putih, aku
menggelitik belakang
telinganya dengan lidahku.
"Bella, aku sayang kamu",
kubisikkan kalimat mesra
di telinganya.
"Gal, akupun sayang
kamu", suaranya sedikit
mendesah menahan
birahinya yang mulai
bangkit.
Dan saat tanganku
menyusup ke dalam
blousnya, erangannya
semakin jelas terdengar.
Aku merasakan
kelembutan buah
dadanya, kenyal. Kupilin
halus putingnnya,
sementara tanganku yang
satunya menelusuri
pinggangnya dan meremas-
remas pinggulnya yang
sangat bahenol.
Segera kubuka kancing
blous bagian depannya,
suasana bioskop yang
gelap sangat kontras sekali
dengan buah dadanya
yang putih. Perlahan
kukeluarkan buah
dadanya dari branya, kini
di depanku terpampang
buah dadanya yang sangat
indah, kucium dan kujilat
belahannya, hidungku
bersembunyi diantara
belahan dadanya, lidahku
yang basah dan hangat
terus menciumi
sekelilingnya perlahan naik
hingga ke bagian
putingnya. Kuhisap pelan
putingnya yang masih
mungil, kugigit lembut,
kudorong dengan lidahku.
Bella semakin meracau.
Tanganya menekan kuat
kepalaku saat putingnya
kuhisap agak kuat.
Sementara aku merasakan
gerakan di celanaku
semakin kuat, senjataku
sudah menegang maksimal.
Tanganku yang satunya
sudah bergerak ke
pahanya, spannya kutarik
ke atas hingga batang
pahanya tampak mulus,
putih. Kubelai, kupilin
pahanya sementara
mulutku mengisap terus
puting buah dadanya kiri
dan kanan. Dan saat jariku
sampai di pangkal
pahanya, aku menemukan
celana dalamnya. Perlahan
jari-jariku masuk lewat
celah celana dalamnya,
kugeser ke kiri, akhirnya
jari-jariku menemukan
rambut kemaluannya yang
sangat lebat.
Dengan tak sabar,
kugosokkan jariku di
klitorisnya sementara
mulutku masih asyik
menjilati puting buah
dadanya yang semakin
mencuat ke atas pertanda
gairahnya sudah
memuncak, meskipun jari-
jariku sedikit terhalang
celana dalamnya tapi aku
masih dapat menggesek
klitorisnya, bahkan dengan
cepat kumasukkan jariku
ke dalam celahnya yang
lembat, terasa agak basah.
Jariku berputar-putar di
dalamnya, sampai
kutemukan tonjolan
lembut bergerigi di dalam
kemaluannya, kutekan
dengan lembut G-spotnya
itu, kekiri dan kekanan
perlahan.
"Achhh... Gala.. aku sudah
nggak tahan.. Terus Gal...
oh..." Suaranya makin
keras, birahinya sudah
dipuncak. Tangannya
menekan kepalaku ke
buah dadanya hingga aku
sulit bernafas, sementara
tangan yang satunya
menekan tanganku yang
di kemaluannya semakin
dalam. Akhirnya kurasakan
seluruh tubuhnya
bergetar, kuhisap kuat
puting susunya,
kumasukkan jariku
semakin dalam. "Ahhh...
oh.. Gal.. aku ke..lu..ar..."
Kurasakan jariku hangat
dan basah. "Makasih Gal,
sudah lama aku tak
merasakan kenikmatan
ini." Aku hanya bisa diam,
menahan tegangnya
senjataku yang belum
terlampiaskan tapi
rupanya Bella sangat
pengertian. Dengan
lincahnya dibukanya
reitsleting celanaku, jari-
jarinya mencari senjataku.
Aku membantunya
dengan menggerakan
sedikit tubuhku. Saat
tangannya mendapatkan
apa yang dicarinya,
sungguh reaksinya sangat
hebat. "Oh... besar sekali
Gal.. aku suka.. aku suka
barang yang besar.." Bella
seperti anak kecil yang
mendapatkan permen.
Senjataku yang sudah
kaku perlahan dikocoknya,
aku merasakan nikmat
atas perlakuannya,
sementara tangannya asyik
mengocok batang
senjataku, tangan satunya
membuka kancing bajuku,
mulutnya yang basah
menciumi dadaku dan
menjilati putingku, sesekali
Bella menghisap putingku.
Aliran darahku semakin
panas, gairahku makin
terbakar. Aku merasakan
spermaku sudah
mengumpul di ujung,
sementara kepala
senjataku semakin basah
oleh pelumas yang keluar.
"Bella, aku sudah nggak
tahan..."
"Tahan sebentar, Gal.."
Bella melepaskan jilatan
lidahnya di dadaku dan
langsung memasukkan
senjataku ke dalam
mulutnya, aku merasakan
kuluman mulutnya yang
hangat dan sempit. Kulihat
mulutnya yang mungil
sampai sesak oleh
kemaluanku. Bella
semakin kuat mengocok
batang senjataku ke dalam
mulutnya. Akhirnya kakiku
sedikit mengejang untuk
melepaskan spermaku.
"Awas Bell, aku mau
keluar.." kutarik
rambutnya agar menjauh
dari batang senjataku, tapi
Bella malah memasukkan
senjataku ke dalam
mulutnya lebih dalam, aku
tak tahan lagi, kulepaskan
tembakanku, 7 kali
denyutan cukup
memenuhi mulutnya yang
mungil dengan spermaku.
Bella dengan lahap
langsung menelannya dan
membersihkan cairan yang
tertinggal di kepala
senjataku dengan
lidahnya. Aku menarik
nafas panjang mengatur
degup jantungku yang tadi
sangat cepat.
Setelah lampu menyala
kembali pertanda
pertunjukan telah usai,
kami sudah rapi kembali.
Kulihat jam di pergelangan
tanganku menunjukan
pukul 10.00 malam. Aku
langsung mengantarnya
pulang, dalam perjalanan
kami tak banyak bicara,
kami saling memikirkan
kejadian yang baru saja
kami alami bersama.
Sampai di rumahnya yang
mewah di bilangan Pluit,
aku langsung ditariknya
menuju kamar pribadinya
yang sangat luas. "Gal,
saya belum puas, kita
teruskan permainan yang
tadi.." Tangannya langsung
membuka kancing bajuku
dan mulai membangkitkan
gairahku, sementara
pikiranku semakin
bingung, kenapa Bella
yang tadinya kalem bisa
berubah ganas begini?
Tapi pikiranku kalah
dengan gairah yang mulai
berkobar di dadaku,
terlebih saat tangannya
dengan lihai mengusap
dadaku. Bagai musafir
seluruh tubuhku dicium
dan dijilatinya dengan
penuh nafsu. Aku pun tak
mau kalah sigap, di
ranjangnya yang empuk
kami bergulat saling
memilin, melumat, dan
saling menghisap.
Saat pakaian kami mulai
tertanggal dari tempatnya.
Kami saling melihat, aku
melihat kesempurnaan
tubuhnya, apalagi di
daerah selangkangannya
yang putih bersih, sangat
kontras dengan bulu
kemaluannya yang sangat
hitam dan lebat. Dan Bella
memandangi senjataku
yang mengacung
menunjuk langit-langit
kamar. Hanya sebentar
kami berpandangan, aku
langsung meraih tubuhnya
dan memapahnya ke
ranjang. Kuletakkan hati-
hati tubuhnya yang
gempal dan lembut, aku
mulai menciumi seluruh
tubuhnya, lidahku menari-
nari dari leher sampai ke
jari-jari kakinya. Kuhisap
puting buah dadanya yang
kemerahan, kujilat dan
sesekali kugigit mesra.
Ssementara tanganku yang
lain meremas-remas
pinggul dan pantatnya
yang sangat kenyal.
Pergulatan kami semakin
seru, kini posisi kami
berbalikan seperti angka
69, kami saling menghisap
puting dada. Saat aku
memainkan puting
dadanya yang sudah
mencuat, lidahnya
menjilati putingku. Aku
turun menjilati perutnya,
kurasakan juga perutku
dijilati dan akhirnya lidah
kami saling menghisap
kemaluan.
Aku merasakan hangat di
kepala senjataku saat
lidahku menari-nari
menelusuri celah
kemaluannya, lidahku
semakin dalam masuk ke
dalam celah
kewanitaannya yang telah
basah, kuhisap klitorisnya
kuat-kuat, kurasakan
tubuhnya bergetar hebat.
Lima belas menit sudah
kami saling menghisap,
nafsuku yang sudah di
ubun-ubun menuntut
penyelesaian. Segera aku
membalikkan tubuhku.
Kini kami kembali saling
melumat bibir, sementara
senjataku yang sudah
basah oleh liurnya
kuarahkan ke celah
pahanya, sekuat tenaga
aku mendorongnya
namun sulit sekali. Tubuh
kami sudah bersimbah
peluh. Akhirnya tak sabar
tangan Bella memandu
senjataku, setelah sampai
di pintu kemaluannya,
kutekan kuat, Bella
membuka pahanya lebar-
lebar dan senjataku
melesak ke dalam
kemaluannya. Kepala
senjataku sudah berada di
dalam celahnya, hangat
dan menggigit. Kutahan
pantatku, aku menikmati
remasan kemaluannya di
batanganku. Perlahan
kutekan pantatku,
senjataku amblas sedalam-
dalamnya. Gigi Bella yang
runcing tertancap di
lenganku saat aku mulai
menaikturunkan pantatku
dengan gerakan teratur.
Remasan dan gigitan liang
kewanitaannya di seluruh
batang senjataku terasa
sangat nikmat. Kubalikan
tubuhnya, kini tubuh Bella
menghadap ke samping.
Senjataku menghujam
semakin dalam, kuangkat
sebelah kakinya ke
pundakku. Batang
senjataku amblas sampai
mentok di mulut
rahimnya. Puas dari
samping, tanpa mencabut
senjataku, kuangkat
tubuhnya, dengan gerakan
elastis kini aku
menghajarnya dari
belakang. Tanganku
meremas bongkahan
pantatnya dengan kuat,
sementara senjataku
keluar masuk semakin
cepat. Erangan dan
rintihan yang tak jelas
terdengar lirih, membuat
semangatku semakin
bertambah. Ketika
kurasakan ada yang mau
keluar dari kemaluanku,
segera kucabut senjataku.
"Pllop.." terdengar suara
saat senjataku kucabut,
mungkin karena ketatnya
lubang kemaluan Bella
mencengkram senjataku.
"Achh, kenapa Gal.. aku
sedikit lagi", protes Bella.
Dia langsung mendorong
tubuhku, kini aku
telentang di bawah,
dengan sigap Bella meraih
senjataku dan
memasukkannya ke dalam
lubang sorganya sambil
berjongkok.
Kini Bella dengan buasnya
menaikturunkan
pantatnya, sementara aku
di bawah sudah tak
sanggup rasanya menahan
nikmat yang kuterima dari
gerakan Bella, apalagi saat
pinggulnya sambil naik-
turun digoyangkan juga
diputar-putar, aku
bertahan sekuat mungkin.
Satu jam sudah berlalu,
kulihat Bella semakin
cepat bergerak, cepat
hingga akhirnya aku
merasakan semburan
hangat di senjataku saat
tubuhnya bergetar dan
mulutnya meracau
panjang. "Oh.. aku puas
Gal, sangat puas.."
tubuhnya tengkurap di
atas tubuhku, namun
senjataku yang sudah
berdenyut-denyut belum
tercabut dari
kemaluannya. Kurasakan
buah dadanya yang
montok menekan
tubuhku seirama dengan
tarikan nafasnya.
Setelah beberapa saat, aku
sudah merasakan air
maniku tidak jadi keluar,
segera kubalikkan
tubuhnya kembali. Kini
dengan gaya konvensional
aku mencoba meraih
puncak kenikmatan,
kemaluannya yang agak
basah tidak mengurangi
kenikmatan. Aku terus
menggerakkan tubuhku.
Perlahan gairahnya
kembali bangkit, terlebih
saat batang senjataku
mengorek-ngorek lubang
kemaluannya kadang
sedikit kuangkat pantatku
agar G-spotnya tersentuh.
Kini pinggul Bella yang
seksi mulai bergoyang
seirama dengan gerakan
pantatku. Jari-jarinya yang
lentik mengusap dadaku,
putingku dipilin-pilinnya,
hingga sensasi yang
kurasakan tambah gila.
Setengah jam sudah aku
bertahan dengan gaya
konvensional. Perlahan
aku mulai merasakan
cairanku sudah kembali ke
ujung kepala senjataku.
Saat gerakanku sudah tak
beraturan lagi,
berbarengan dengan
hisapan Bella pada
putingku dan pitingan
kakinya di pinggangku,
kusemprotkan air maniku
ke dalam kemaluannya,
kami berbarengan
orgasme.
Sejak kejadian itu, kami
sering melakukannya. Aku
baru tahu bahwa
gairahnya sangat tinggi,
selama ini dia bersikap
alim, karena tidak mau
sembarangan main
dengan cowok. Dia mau
denganku karena aku
sabar, baik dan tidak
mengejar kekayaannya.
Apalagi begitu dia tahu
bahwa senjataku dua kali
lipat mantan suaminya,
tambah lengket saja.
Memang yang kukejar
hanyalah kenikmatan
dunia yang didasari Cinta.
Kalau harta sih, ada sukur,
nggak ada ya.. cari dong.