Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Nama saya Citra (samaran)
, dan saya adalah
mahasiswa semester
5 di salah satu universitas
swasta ternama di
bilangan Jakarta
Pusat , dan apa yang akan
saya ceritakan disini adalah
kisah
yang terjadi sekitar
beberapa tahun yang lalu.
Hari Rabu adalah hari yang
paling melelahkan bagiku
ketika
semester lima, bagaimana
tidak, hari itu aku ada tiga
mata
kuliah, dua yang pertama
mulai jam 9 sampai jam
tiga dan yang
terakhir mulai jam lima
sampai jam 7 malam,
belum lagi kalau
ada tugas bisa lebih lama
deh. Ketika itu aku baru
menyerahkan
tugas diskusi kelompok
sekitar jam 7 lebih. Waktu
aku dan
teman sekelompokku, si
Dimas selesai, di kelas
masih tersisa
enam orang dan Pak Didi,
sang dosen.
"Bareng yuk jalannya,
parkir dimana Citra ?" ajak
Dimas "Jauh
nih, di deket psikologi,
rada telat sih tadi"
Dimas pulang berjalan kaki
karena kostnya sangat
dekat dengan
kampus. Sebenarnya kalau
menemaniku dia harus
memutar agak
jauh dari jalan keluar yang
menuju ke kostnya,
mungkin dia
ingin memperlihatkan
naluri prianya dengan
menemaniku ke
tempat parkir yang kurang
penerangan itu. Dia adalah
teman
seangkatanku dan pernah
terlibat one night stand
denganku.
Orangnya sih lumayan
cakep dengan rambut
agak gondrong dan
selalu memakai pakaian
bermerek ke kampus, juga
terkenal
sebagai buaya kampus.
Malam itu hanya tinggal
beberapa kendaraan saja
di tempat
parkir itu. Terdengar bunyi
sirine pendek saat kutekan
remote
mobilku. Akupun
membuka pintu mobil dan
berpamitan padanya.
Ketika aku menutup pintu,
tiba-tiba aku dikejutkan
oleh Dimas
yang membuka pintu
sebelah dan ikut masuk ke
mobilku.
"Eeii... mau ngapain
kamu ?" tanyaku sambil
meronta karena
Dimas mencoba
mendekapku.
"Ayo dong Citra, kita kan
sudah lama nggak
melakukan hubungan
badan nih, saya kangen
sama vagina kamu nih"
katanya sambil
menangkap tanganku.
"Ihh... nggak mau ah, saya
capek nih, lagian kita
masih di
tempat parkir gila !"
tolakku sambil berusaha
lepas.
Karena kalah tenaga dia
makin mendesakku hingga
mepet ke pintu
mobil dan tangan satunya
berhasil meraih
payudaraku lalu
meremasnya. "Dimas...
jangan... nggak mmhhh!"
dipotongnya
kata-kataku dengan
melumat bibirku.
Jantungku berdetak makin
kencang, apalagi Dimas
menyingkap
kaos hitam ketatku yang
tak berlengan dan
tangannya mulai
menelusup ke balik BH-
ku. Nafsuku terpancing,
berangsur-angsur
rontaanku pun melemah.
Rangsangannya dengan
menjilat dan menggigit
pelan bibir bawahku
memaksaku membuka
mulut sehingga lidahnya
langsung menerobos
masuk dan menyapu
telak rongga mulutku,
mau tidak mau lidahku
juga ikut bermain
dengan lidahnya. Nafasku
makin memburu ketika dia
menurunkan
cup BH ku dan mulai
memilin-milin putingku
yang kemerahan. Teringat
kembali ketika aku ML
dengannya di kostnya
dulu. Kini
aku mulai menerima
perlakuannya, tanganku
kulingkarkan pada
lehernya dan membalas
ciumannya dengan penuh
gairah. Kira-kira
setelah lima menitan kami
ber-French kiss, dia
melepaskan
mulutnya dan
mengangkat kakiku dari
jok kemudi membuat
posisi
tubuhku memanjang ke
jok sebelah. Hari itu aku
memakai bawahan
berupa rok dari bahan
jeans 5 cm diatas lutut,
jadi begitu dia
membuka kakiku,
langsung terlihat olehnya
pahaku yang putih
mulus dan celana dalam
pink-ku.
"Kamu tambah nafsuin aja
Citra, saya sudah tegangan
tinggi
nih" katanya sambil
menaruh tangannya
dipahaku dan mulai
mengelusnya.
Ketika elusannya sampai di
pangkal paha, diremasnya
daerah itu
dari luar celana dalamku
sehingga aku merintih dan
menggeliat.
Reaksiku membuat Dimas
makin bernafsu, jari-jarinya
mulai
menyusup ke pinggiran
celana dalamku dan
bergerak seperti ular
di permukaannya yang
berbulu. Mataku
terpedam sambil
mendesah
nikmat saat jarinya
menyentuh klistorisku.
Kemudian gigitan
pelan pada pahaku, aku
membuka mata dan
melihatnya menundukkan
badan menciumi pahaku.
Jilatan itu terus merambat
dan semakin
jelas tujuannya, pangkal
pahaku. Dia makin
mendekatkan
wajahnya ke sana sambil
menaikkan sedikit demi
sedikit rokku.
Dan... oohh... rasanya
seperti tersengat waktu
lidahnya
menyentuh bibir vaginaku,
tangan kanannya
menahan celana
dalamku yang disibakkan
ke samping sementara
tangan kirinya
menjelajahi payudaraku
yang telah terbuka.
Aku telah lepas kontrol,
yang bisa kulakukan hanya
mendesah
dan menggeliat, lupa
bahwa ini tempat yang
kurang tepat,
goyangan mobil ini pasti
terlihat oleh orang di luar
sana.
Namun nafsu membuat
kami terlambat menyadari
semuanya. Di
tengah gelombang birahi
ini, tiba- tiba kami
dikejutkan oleh
sorotan senter beserta
gedoran pada jendela di
belakangku.
Bukan main terkejutnya
aku ketika menengok ke
belakang dan
melihat dua orang satpam
sampai kepalaku kejeduk
jendela,
begitu juga Dimas, dia
langsung tersentak
bangun dari
selangkanganku. Satu dari
mereka menggedor lagi
dan menyuruh
kami turun dari mobil.
Tadinya aku mau kabur,
tapi sepertinya
sudah tidak keburu, lagian
takutnya kalau mereka
mengejar dan
memanggil yang lain akan
semakin terbongkar
skandal ini, maka
kamipun memilih turun
membicarakan masalah ini
baik-baik
dengan mereka setelah
buru-buru kurapikan
kembali pakaianku.
Mereka menuduh kami
melakukan perbuatan
mesum di areal kampus
dan harus dilaporkan.
Tentu saja kami tidak
menginginkan hal
itu terjadi sehingga terjadi
perdebatan dan tawar-
menawar di
antara kami. Kemudian
yang agak gemuk dan
berkumis membisikkan
sesuatu pada temannya,
entah apa yang dibisikkan
lalu keduanya
mulai cengengesan
melihat ke arahku.
Temannya yang tinggi dan
berumur 40-an itu lalu
berkata,
"Gini saja, bagaimana
kalau kita pinjam sebentar
cewek kamu
buat biaya tutup mulut ?"
Huh, dasar pikirku semua
laki-laki sama saja
pikirannya tak
jauh dari selangkangan.
Rupanya dalam hal ini
Dimas cukup
gentleman juga, walaupun
dia bukan pacarku, tapi
dia tetap
membelaku dengan
menawarkan sejumlah
uang dan berbicara agak
keras pada mereka. Di
tengah situasi yang mulai
memanas itu
akupun maju memegangi
tangan Dimas yang sudah
terkepal
kencang.
"Sudahlah Mas, nggak
usah buang-buang duit
sama tenaga, biar
saya saja yang beresin"
kataku
"Ok, bapak-bapak saya
turuti kemauan kalian tapi
sesudahnya
jangan coba ungkit-ungkit
lagi masalah ini !"
Walaupun Dimas
keberatan dengan
keputusanku, namun dia
mau
tidak mau menyerah juga.
Aku sendiri meskipun kesal
tapi juga
menginginkannya untuk
menuntaskan libidoku
yang tanggung tadi,
lagipula bermain dengan
orang-orang seperti
mereka bukan
pertama kalinya bagiku.
Singkat cerita kamipun
digiring mereka
ke gedung psikologi yang
sudah sepi dan gelap, di
ujung
koridor kami disuruh
masuk ke suatu ruangan
yang adalah toilet
pria. Salah seorang
menekan sakelar hingga
lampu menyala,
cukup bersih juga
dibanding toilet pria di
fakultas lainnya
pikirku.
"Nah, sekarang kamu
berdiri di pojok sana,
perhatiin baik-baik
kita ngerjain cewek
kamu !" perintah yang
tinggi itu pada
Dimas.
Di sudut lain mereka
berdiri di sebelah kanan
dan kiriku
menatapi tubuhku dalam
pakaian ketat itu. Sorot
mata mereka
membuatku nervous dan
jantungku berdetak lebih
cepat, kakiku
serasa lemas bak
kehilangan pijakan
sehingga aku
menyandarkan
punggungku ke tembok.
Kini aku dapat melihat
nama-nama mereka yang
tertera di atas
kantong dadanya. Yang
tinggi dan berusia sekitar
pertengahan
40 itu namanya Egy, dan
temannya yang berkumis
itu bernama
Romli. Pak Egy mengelusi
pipiku sambil menyeringai
mesum.
"Hehehe... cantik, mulus...
wah beruntung banget
kita malam
ini !" katanya
"Kenalan dulu dong non,
namanya siapa sih ?" tanya
Pak Romli
sambil menyalami
tanganku dan
membelainya dari telapak
hingga
pangkalnya, otomatis bulu-
buluku merinding dan
darahku
berdesir dielus seperti itu.
"Citra" jawabku dengan
agak bergetar.
"Wah Citra yah, nama yang
indah kaya orangnya, pasti
dalemnya
juga indah" Pak Egy
menimpali dan disambut
gelak tawa mereka.
"Non Citra coba sun saya
dong, boleh kan ?" pinta
Pak Romli
memajukan wajahnya
Aku tahu itu bukan
permintaan tapi
keharusan, maka
kuberikan
satu kecupan pada
wajahnya yang tidak
tampan itu.
"Ahh...non Citra ini di
mobil lebih berani masak
di sini cuma
ngecup aja sih, gini dong
harusnya" Kata Pak Egy
seraya
menarik wajahku dan
melumat bibirku.
Aku memejamkan mata
mencoba meresapinya, dia
makin ganas
menciumiku ditambah lagi
tangannya sudah mulai
meremas-remas
payudaraku dari luar.
Lidahnya masuk bertemu
lidahku, saling
menjilat dan berpilin, bara
birahi yang sempat padam
kini
mulai terbakar lagi,
bahkan lebih dahsyat
daripada sebelumnya.
Aku makin berani dan
memeluk Pak Egy,
rambutnya kuremas
sehingga topi satpamnya
terjatuh. Sementara
dibawah sana
kurasakan sebuah tangan
yang kasar meraba
pahaku. Aku membuka
mata dan melihatnya,
disana Pak Romli mulai
menyingkap rokku
dan merabai pahaku.
Pak Egy melepas
ciumannya dan beralih ke
sasaran berikutnya,
dadaku. Kaos ketatku
disingkapnya sehingga
terlihatlah buah
dadaku yang masih
terbungkus BH pink,
itupun juga langsung
diturunkan.
"Wow teteknya montok
banget non, putih lagi"
komentarnya
sambil meremas payudara
kananku yang pas di
tangannya.
Pak Romli juga langsung
kesengsem dengan
payudaraku, dengan
gemas dia melumat yang
kiri. Mereka kini semakin
liar
menggerayangiku.
Putingku makin mengeras
karena terus
dipencet-pencet dan
dipelintir Pak Egy sambil
mencupangi leher
jenjangku, dia
melakukannya cukup
lembut dibandingkan Pak
Romli yang
memperlakukan payudara
kiriku dengan kasar, dia
menyedot kuat-kuat dan
kadang disertai gigitan
sehingga aku
sering merintih kalau
gigitannya keras. Namun
perpaduan antara
kasar dan lembut ini justru
menimbulkan sensasi yang
khas.
Tak kusadari rokku sudah
terangkat sehingga angin
malam
menerpa kulit pahaku,
celana dalamku pun
tersingkap dengan
jelas. Pak Romli
menyelipkan tangannya ke
balik celana dalamku
sehingga celana dalamku
kelihatan menggembung.
Tangan Pak Egy
yang lainnya mengelusi
belakang pahaku hingga
pantatku.
Nafasku makin memburu,
aku hanya memejamkan
mata dan
mengeluarkan desahan-
desahan menggoda. Aku
merasakan vaginaku
semakin basah saja karena
gesekan-gesekan dari jari
Pak Romli,
bahkan suatu ketika aku
sempat tersentak pelan
ketika dua
jarinya menemukan lalu
mencubit pelan biji
klitorisku.
Reaksiku ini membuat
mereka semakin bergairah.
Pak Romli
meraih tangan kiriku dan
menuntunnya ke penisnya
yang entah
kapan dia keluarkan.
"Waw...keras banget, mana
diamaternya lebar lagi"
kataku dalam
hati "bisa mati orgasme
nih saya"
Aku mengocoknya
perlahan sesuai
perintahnya, semakin
kukocok
benda itu makin
membengkak saja.
Pak Romli menarik
tangannya keluar dari
celana dalamku,
jari-jarinya basah oleh
cairan vaginaku yang
langsung
dijilatinya seperti menjilat
madu. Kemudian aku
disuruh
berdiri menghadap
tembok dan
menunggingkan pantatku
pada
mereka, kusandarkan
kedua tanganku di
tembok untuk menyangga
tubuhku.
"Asyik nih, malam ini kita
bisa ngerasain pantat si
non yang
putih mulus ini" celoteh
Pak Romli sambil
meremasi bongkahan
pantatku yang sekal.
Aku menoleh ke belakang
melihat dia mulai
menurunkan celana
dalamku, disuruhnya aku
mengangkat kaki kiri agar
bisa
meloloskan celana dalam.
Akhirnya pantatku yang
sudah
telanjang menungging
dengan celana dalamku
masih menggantung
di kaki kanan.
"Pak masukin sekarang
dong" pintaku yang sudah
tidak sabar
marasakan batang-batang
besar itu menjejali
vaginaku.
"Sabar non, bentar lagi,
bapak suka banget nih
sama vagina
non, wangi sih !" kata Pak
Romli yang sedang
menjilati
vaginaku yang terawat baik.
ak Usep mendorong
penisnya pada vaginaku,
walaupun sudah becek
oleh lendirku dan
ludahnya, aku masih
merasa nyeri karena
penisnya yang tebal tidak
sebanding ukurannya
dengan liang
senggamaku. Aku merintih
kesakitan merasakan penis
itu melesak
hingga amblas seluruhnya.
Tanpa memberiku waktu
beradaptasi,
dia langsung menyodok-
nyodokkan penisnya
dengan kecepatan yang
semakin lama semakin
tinggi. Pak Egy sejak
posisiku
ditunggingkan masih
betah berjongkok diantara
tembok dan
tubuhku sambil
mengenyot dan meremas
payudaraku yang
tergantung persis anak
sapi yang sedang menyusu
dari induknya.
Pak Romli terus
menggenjotku dari
belakang sambil sesekali
tangannya menampar
pantatku dan
meninggalkan bercak
merah di
kulitnya yang putih.
Genjotannya semakin
mambawaku ke puncak
birahi hingga akupun tak
dapat menahan erangan
panjang yang
bersamaan dengan
mengejangnya tubuhku.
Tak sampai lima menit dia
pun mulai menyusul,
penisnya yang
terasa makin besar dan
berdenyut-denyut
menggesek makin cepat
pada vaginaku yang sudah
licin oleh cairan orgasme.
"Ooohh... oohh... di dalam
yah non... sudah mau nih"
bujuknya
dengan terus mendesah
"Ahh... iyahh... di dalam
aja... ahh"
jawabku terengah-engah
di tengah sisa-sisa orgasme
panjang
barusan.
Akhirnya diiringi erangan
nikmat dia hentikan
genjotannya
dengan penis menancap
hingga pangkalnya pada
vaginaku,
tangannya meremas erat-
erat pinggulku. Terasa
olehku cairan
hangat itu mengalir
memenuhi rahimku, dia
baru melepaskannya
setelah semprotannya
selesai. Tubuhku mungkin
sudah ambruk
kalau saja mereka tidak
menyangganya kuhimpun
kembali tenaga
dan nafasku yang tercerai-
berai. Setelah mereka
melepaskan
pegangannya, aku
langsung bersandar pada
tembok dan merosot
hingga terduduk di lantai.
Kuseka dahiku yang
berkeringat dan
menghimpun kembali
tenaga dan nafasku yang
tercerai- berai,
kedua pahaku
mengangkang dan
vaginaku belepotan cairan
putih
seperti susu kental manis.
"Hehehe...liat nih, air
sperma saya ada di dalam
vagina wanita
kamu" kata Pak Romli
pada Dimas sambil
membentangkan bibir
vaginaku dengan jarinya,
seolah ingin memamerkan
cairan
spermanya pada Dimas
yang mereka kira pacarku.
Opps...omong-omong
tentang Dimas, aku hampir
saja melupakannya
karena terlalu sibuk
melayani kedua satpam
ini, ternyata sejak
tadi dia menikmati
liveshow ini di sudut
ruangan sambil
mengocok-ngocok
penisnya sendiri. Kasihan
juga dia pikirku
cuma bisa melihat tapi
tidak boleh menikmati,
dasar buaya sih,
begitu pikirku. Sekarang,
Pak Romli menarik
rambutku dan
menyuruhku berlutut dan
membersihkan penisnya,
Pak Egy yang
sudah membuka
celananya juga berdiri di
sebelahku menyuruhku
mengocok penisnya.
Hhmmm...nikmat sekali
rasanya menjilati penisnya
yang
berlumuran cairan
kewanitaanku yang
bercampur dengan sperma
itu, kusapukan lidahku ke
seluruh permukaannya
hingga bersih
mengkilap, setelah itu juga
kuemut-emut daerah
helmnya sambil
tetap mengocok milik Pak
Egy dengan tanganku. Aku
melirik ke
atas melihat reaksinya
yang menggeram nikmat
waktu kugelikitik
lubang kencingnya dengan
lidahku.
"Hei, sudah dong saya juga
mau disepongin sama si
non ini"
potong Pak Egy ketika aku
masih asyik memain-
mainkan penis Pak
Romli.
Pak Egy meraih kepalaku
dan dibawanya ke
penisnya yang
langsung dijejali ke
mulutku. Miliknya
memang tidak sebesar
Pak Romli, tapi aku suka
dengan bentuknya lebih
berurat dan
lebih keras, ukurannya
pun pas dimulutku yang
mungil karena
tidak setebal Pak Romli,
tapi tetap saja tidak bisa
masuk
seluruhnya ke mulut
karena cukup panjang.
Aku mengeluarkan
segala teknik
menyepongku mulai dari
mengulumnya hingga
mengisap kuat-kuat
sampai orangnya bergetar
hebat dan menekan
kepalaku lebih dalam lagi.
Waktu sedang enak-enak
menyepong,
tiba- tiba Dimas
mengerang, memancingku
menggerakkan mata
padanya yang sedang
orgasme swalayan,
spermanya muncrat
berceceran di lantai. Pasti
dia sudah horny banget
melihat
adegan-adegan panasku.
Merasa cukup dengan
pelayanan mulutku, Pak
Egy mengangkat
tubuhku hingga berdiri,
lalu dihimpitnya tubuhku
ke tembok
dengan tubuhnya, kaki
kananku diangkat sampai
ke pinggangnya.
Dari bawah aku merasakan
penisnya melesak ke
dalamku, maka
mulailah dia mengaduk-
aduk vaginaku dalam
posisi berdiri.
Berulang-ulang benda itu
keluar-masuk pada
vaginaku, yang
paling kusuka adalah saat-
saat ketika hentakan
tubuh kami
berlawanan arah, sehingga
penisnya menghujam
vaginaku lebih
dalam, apalagi kalau
dengan tenaga penuh,
kalau sudah begitu
wuihh... seperti terbang ke
surga tingkat tujuh
rasanya, aku
hanya bisa
mengekspresikannya
dengan menjerit sejadi-
jadinya
dan mempererat
pelukanku, untung
gedung ini sudah kosong,
kalau tidak bisa berabe
nih. Sementara mulutnya
terus melumat
leher, mulut, dan
telingaku, tanganya juga
menjelajahi
payudara, pantat, dan
pahaku. Gelombang
orgasme kini mulai
melandaku lagi, terasa
sekali darahku bergolak,
akupun kembali
menggelinjang dalam
pelukannya. Saat itu dia
sedang melumat
bibirku sehingga yang
keluar dari mulutku hanya
erangan-
erangan tertahan, air
ludah belepotan di sekitar
mulut kami.
Di sudut lain aku melihat
Pak Romli sedang
beristirahat sambil
merokok dan mengobrol
dengan Dimas.
Pak Egy demikian
bersemangatnya
menyetubuhiku, bahkan
ketika
aku orgasmepun dia
bukannya berhenti atau
paling tidak
memberiku istirahat tapi
malah makin kencang.
Kakiku yang satu
diangkatnya sehingga aku
tidak lagi berpijak di tanah
disangga
kedua tangan kekar itu.
Tusukan-tusukannya
terasa makin dalam
saja membuat tubuhku
makin tertekan ke
tembok. Sungguh kagum
aku dibuatnya karena dia
masih mampu
menggenjotku selama
hampir setengah jam
bahkan dengan intensitas
genjotan yang
stabil dan belum
menunjukkan tanda-tanda
akan klimaks. Sesaat
kemudian dia
menghentikan
genjotannya, dengan penis
tetap
menancap di vaginaku, dia
bawa tubuhku yang masih
digendongnya
ke arah kloset. Disana
barulah dia turunkan aku,
lalu dia
sendiri duduk di atas tutup
kloset.
"Huh...capek non, ayo
sekarang gantian non yang
goyang dong"
perintahnya
Akupun dengan senang
hati menurutinya, dalam
posisi seperti
ini aku dapat lebih
mendominasi permainan
dengan
goyangan-goyangan
mautku. Tanpa disuruh
lagi aku menurunkan
pantatku di pangkuannya,
kuraih penis yang sudah
licin itu dan
kutuntun memasuki
vaginaku. Setelah
menduduki penisnya, aku
terlebih dahulu
melepaskan baju dan bra-
ku yang masih
menggantung supaya lebih
lega, soalnya badanku
sudah panas dan
bemandikan keringat, yang
masih tersisa di tubuhku
hanya rokku
yang sudah tersingkap
hingga pinggang dan
sepasang sepatu hak
di kakiku. Aku
menggoyangkan tubuhku
dengan gencar dengan
gerakan naik- turun,
sesekali aku melakukan
gerakan meliuk
sehingga Pak Egy
mengerang karena
penisnya terasa diplintir.
Kedua tangannya
meremasi payudaraku dari
belakang, mulutnya
juga aktif mencupangi
pundak dan leherku.
Tiba-tiba aku dikejutkan
oleh tangan besar yang
menjambak
rambutku dan
mendongakkan wajahku
ke atas. Dari atas wajah
Pak
Romli mendekat dan
langsung melumat bibirku.
Dimas yang sudah
tidah bercelana juga
mendekatiku, sepertinya
dia sudah
mendapat ijin untuk
bergabung, dia menarik
tanganku dan
menggenggamkannya
pada batang penisnya.
"Mmpphh... mmmhh !"
desahku ditengah
keroyokan ketiga orang
itu. Toilet yang sempit itu
menjadi penuh sesak
sehingga udara
terasa makin panas dan
pengap.
"Ayo dong Citra... emut,
sepongan kamu kan
mantep banget"
Dimas menyodorkan
penisnya kemulutku yang
langsung kusambut
dengan kuluman dan
jilatanku, aku merasakan
aroma sperma pada
benda itu, lidahku terus
menjelajah ke kepala
penisnya dimana
masih tersisa sedikit cairan
itu, kupakai ujung lidah
untuk
menyeruput cairan yang
tertinggal di lubang
kencingnya. Ini
tentu saja membuat Dimas
blingsatan sambil
meremas-remas
rambutku. Aku
melakukannya sambil
terus bergoyang di
pangkuan
Pak Egy dan mengocok
penisnya Pak Romli, sibuk
sekali aku
dibuatnya.
Sesaat kemudian penisnya
makin membesar dan
berdenyuk-denyut,
lalu dia menepuk
punggungku dan
menyuruhku turun dari
pangkuannya. Benar juga
dugaanku, ternyata dia
ingin
melepaskan maninya di
mulutku. Sekarang dengan
posisi berlutut
aku memainkan lidahku
pada penisnya, dia mulai
merem-melek dan
menggumam tak jelas.
Seseorang menarik
pinggangku dari
belakang membuat
posisiku merangkak, aku
tidak tahu siapa
karena kepalaku dipegangi
Pak Egy sehingga tidak bisa
menengok
belakang. Orang itu
mendorongkan penisnya
ke vaginaku dan
mulai menggoyangnya
perlahan. Kalau dirasakan
dari ukurannya
sih sepertinya si Dimas
karena yang ini ukurannya
pas dan
tidak menyesakkan seperti
milik Pak Romli. Ketika
sedang
enak-enaknya menikmati
genjotan Dimas penis di
mulutku mulai
bergetar
"Aahhkk... saya mau
keluar... non"
Pak Egy kelabakan sambil
menjambaki rambutku
dan
creett...creett, beberapa
kali semprotan menerpa
menerpa
langit-langit mulutku,
sebagian masuk ke
tenggorokan, sebagian
lainnya meleleh di pinggir
bibirku karena banyaknya
sehingga
aku tak sanggup
menampungnya lagi.
Aku terus menghisapnya
kuat-kuat membuatnya
berkelejotan dan
mendesah tak karuan,
sesudah semprotannya
berhenti aku
melepaskannya dan
menjilati cairan yang masih
tersisa di
batangnya. Dengan
klimaksnya Pak Egy, aku
bisa lebih
berkonsentrasi pada
serangan Dimas yang
semakin mengganas.
Tangannya merayap ke
bawah menggerayangi
payudaraku. Dimas
sangat pandai
mengkombinasikan
serangan halus dan keras,
sehingga aku dibuatnya
melayang-layang.
Gelombang orgasme
sudah diambang batas,
aku merasa sudah mau
sampai, namun Dimas
menyuruhku bertahan
sebentar agar bisa keluar
bersama. Sampai
akhirnya dia meremas
pantatku erat-erat dan
memberitahuku akan
segera keluar, perasaan
yang kutahan-tahan itu
pun kucurahkan
juga. Kami orgasme
bersamaan dan dia
menumpahkannya di
dalamku. Vaginaku serasa
banjir oleh cairannya yang
hangat dan
kental itu, sperma yang
tidak tertampung meleleh
keluar di
daerah selangakanganku.
Aku langsung terkulai
lemas di lantai dengan
tubuh bersimbah
peluh, untung lantainya
kering sehingga tidak
begitu jorok
untuk berbaring di sana.
Vaginaku rasanya panas
sekali setelah
bergesekan selama itu,
dengan 3 macam penis
lagi. Lututku juga
terasa pegal karena dari
tadi bertumpu di lantai.
Setelah
merasa cukup tenaga, aku
berusaha bangkit dibantu
Dimas.
Dengan langkah gontai
aku menuju wastafel
untuk membasuh
wajahku, lalu kuambil sisir
dari tasku untuk
membetulkan
rambutku yang sudah
kusut. Aku memunguti
pakaianku yang
berserakan dan
memakainya kembali.
Kami bersiap
meninggalkan
tempat itu.
"Lain kali kalau melakukan
hubungan badan hati-hati,
kalau
ketangkap kan harus bagi-
bagi" begitu kata Pak Egy
sebagai
salam perpisahan disertai
tepukan pada pantatku.
"Citra... Citra... sori dong,
kamu marah ya !" kata
Dimas yang
mengikutiku dari belakang
dalam perjalananku
menuju tempat
parkir.
Dengan cueknya aku terus
berjalan dan menepis
tangannya ketika
menangkap lenganku, dia
jadi tambah bingung dan
memohon terus.
Setelah membuka pintu
mobil barulah aku
membalikkan badanku
dan memberi sebuah
kecupan di pipinya seraya
berkata
"Saya nggak marah kok,
malah enjoy banget, lain
kali kita coba
yang lebih gila yah, see
you, good night"
Dimas hanya bisa
terbengong di tengah
lapangan parkir itu
menyaksikan mobilku yang
makin menjauh darinya.