Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Aku
tidak jelek. Kulitku
tergolong putih dan
mulus, tiada noda setitik
pun. Wajahku juga
termasuk cantik. Yang
jadi masalah adalah
gendutnya tubuhku ini.
Tinggi badanku 170 cm,
sementara berat
badanku 80 kg.
Kalau hitung-hitungan
idealnya, berat badanku
seharusnya 60 kg. Berarti
berat badanku
kelebihan 20 kg. Aku
sering berusaha diet
agar tubuhku jadi
langsing. Tapi gagal dan
gagal terus, sehingga
aku frustasi sendiri.
Mungkin inilah yang
menyebabkanku jadi
perawan tua. Usiaku
sudah 35 tahun, tapi
statusku masih gadis.
Padahal secara medis,
seorang wanita
sebaiknya jangan
melahirkan setelah
berusia di atas 30 tahun.
Berarti kalau pun ada
yang mau menikahiku,
masa untuk punya
keturunan sudah lewat.
Kalau ingat semuanya
itu sedih sekali hatiku.
Karena aku seolah-olah
sudah menerima vonnis
agar jangan
mengharapkan bisa
bahagia di masa tuaku
kelak. Sedangkan ibuku
sudah meninggal pada
waktu aku berumur 15
tahun, sedangkan
ayahku tidak mau
menikah lagi. Sehingga
aku tidak punya tempat
curhat, karena aku
sungkan bicara terbuka
pada ayahku.
Tapi aku tak mau
tenggelam dalam
kesedihan. Aku selalu
berusaha mencari
kegiatan yang bisa
membuatku lupa pada
masalah pribadiku.
Sayangnya teman-teman
seangkatanku sudah
menikah semua. Bahkan
hampir semua sudah
punya anak. Tinggal aku
sendiri yang masih tetap
melajang.
Aku memang sudah
patah semangat. Biarlah,
kuanggap takkan ada
yang mau menikahiku.
Kalau pun ada, mungkin
sudah merupakan suatu
keajaiban.
Namun ada yang terus-
terusan mengganjal di
batinku. Masalah seks !
Rasanya tidak terlalu
dini untuk cewek
seusiaku sering
memikirkan hal yang
satu itu. Bahkan
mungkin sudah
terlambat. Tapi mending
terlambat daripada
tidak.
Ya. Kalau aku sudah
membayangkan yang
satu itu, aku jadi
bingung sendiri dan tak
tahu lagi apa yang harus
kulakukan.
Padahal aku sering
Mbakton film bokep,
baca cerita-cerita
dewasa dan dengar dari
sana sini tentang
nikmatnya hubungan
seks dengan pria. Tapi
aku hanya bisa
membayangkannya.
Karena belum pernah
merasakannya. Yang
jelas ada hasrat di
batinku, hasrat untuk
merasakannya.
Tapi beginilah takdir
wanita timur. Sekalipun
ada hasrat yang
terpendam, aku tak bisa
seperti kaum pria yang
bisa seenaknya mencari
mangsa pelampiasan.
Apalagi untuk berstatus
belum menikah seperti
aku.
Kemelut dan hasrat
terpendam ini
berlangsung berbulan-
bulan. Sampai pada
suatu hari, aku teringat
pada Robby, anak buah
ayahku yang sering
datang ke rumah. Aku
punya nomor
handphonenya, tapi tak
pernah
memanfaatkannya. Pada
hari itu, aku
memberanikan diri
menelepon pria 26
tahunan itu.
“Lagi ngapain Rob?”
“Ehh…Mbak
Emmy….tumben
nelepon? Aku lagi di
bengkel Mbak. Lagi
benerin motor.”
“Sendirian?”
“Iya. Kenapa Mbak? Mau
ditemenin?”
“Mau sih…tapi takut
istrimu ngambek.”
“Hahaha…masa nemenin
putri bossku ngambek?”
“Tapi aku pengen
ditemaninnya seharian.
Bisa gak?”
“Siap Mbak. Tapi harus
di hari libur.”
“Minggu mendatang ini
gimana?”
“Boleh.”
“Tapi hanya kita berdua
saja Rob. Jangan ngajak
sapa-sapa. Dan jangan
bilang-bilang sama
Papa.”
“Iya…iya…mau ditemenin
ke mana?”
Aku lalu menyebutkan
salah satu daerah wisata
di dekat kotaku.
“Ke sana harus pake
mobil Mbak.”
“Iya, pake taksi aja. Nanti
kujemput di tempat
yang sudah ditentukan.
Deal?”
“Deal…tapi aku lagi
bokek Mbak. Pas
tanggung bulan nih.”
“Semua aku yang
tanggung Rob. Santai
aja.”
“Oke deh kalau gitu.
Jam berapa
berangkatnya?”
“Lebih pagi lebih baik.
Biar jangan kemalaman
pulangnya.”
Pada hari Minggu yang
sudah dijanjikan, jam 9
pagi aku dan Robby
sudah duduk-duduk
berdua di gubuk
beratap ijuk dan berada
di dekat air terjun.
Suasana masih sepi,
maklum massih pagi.
Dalam perjalanan aku
belum bicara apa-apa.
Karena aku tak mau
sopir taksi mendengar
masalah yang harus
dirahasiakan ini.
“Rob…tau nggak kenapa
aku ngajak ke sini?”
tanyaku setelah belasan
menit menikmati
indahnya pemandangan
di sekitar air terjun ini.
“Mungkin di rumah
Mbak lagi jenuh, lalu
ingin refreshing di sini,”
sahut Robby sambil
menyalakan rokoknya.
“Bukan Rob. Aku butuh
bantuanmu, please…”
“Dibantu dalam soal apa
Mbak?” Robby
menatapku. Hmm…
memang ganteng anak
buah ayahku ini.
Rasanya aku tak salah
pilih meski aku tahu dia
sudah beristri.
“Ini sangat rahasia Rob.
Maukah kamu berjanji
untuk tidak
menyampaikan hal ini
kepada siapa pun?”
“Iya Mbak, saya janji…”
Robby mengangguk-
angguk. Lalu
mengepulkan asap
rokok dari mulutnya.
Aku sendiri suka
merokok. Karena itu
kukeluarkan rokok
mentholku dari tas
kecilku, untuk
menenangkan diri,
karena aku akan
mengucapkan kata-kata
yang terlalu penting
buatku.
Setelah menyalakan
rokok dan mengisapnya
dalam-dalam, aku
memegang pergelangan
tangan Robby sambil
mendekatkan mulutku
ke telinganya. Dan
berkata setengah
berbisik, “Aku ingin
merasakan hubungan
seks, Rob…please
Rob….kamu bisa kan?”
Robby tersentak, pasti
kaget dan tak
menyangka kalau aku
mau membicarakan
masalah itu.
“Mbak becanda apa
serius?” Robby
menatapku, masih
dengan tatapan sopan,
karena aku ini putri
bossnya.
“Serius Rob. Umurku
sudah tigapuluhlima
tahun. Wajar kan kalau
aku ingin
merasakannya?”
“Emangnya Mbak belum
pernahsama sekali?”
“Belum Rob. Jangankan
hubungan seks. Ciuman
aja belum pernah.
Sumpah deh. Tadinya
aku mempertahankan
kesucianku, untuk
suamiku di malam
pertama. Tapi sampai
hari ini belum juga ada
yang mau nikah
dnganku. Makanya
kupikir tak ada gunanya
menahan-nahan diri
lagi. Biarlah virginitasku
buat kamu saja Rob.”
“Tapi Mbak kan tahu,
aku sudah punya istri.”
“Biar saja. Aku gak minta
dikawin kok. Aku hanya
ingin merasakan
hubungan seks aja. Ingin
banget…..”
Suasana saat itu masih
tetap sepi. Biasanya jam
12 mulai banyak
pengunjung yang ingin
refreshing di tempat
yang sejuk dan indah ini.
Robby terdiam. Tapi
tangannya tidak diam.
Mulai mengelus betisku.
Membuatku merinding
syur. Ih, belum apa-apa
sudah dag-dig-dug gini.
Kubiarkan saja
tangannya menyelinap
ke balik gaun putihku,
menyelusuri pahaku
sampai ke pangkalnya.
Mungkin memang harus
seperti itu awalnya.
Dan tanpa basa-basi lagi
tangan Robby
menyelinap ke balik
celana dalamku. Tetap
kubiarkan. Bahkan aku
ingin diperlakukan
seperti itu. Maka
kurasakan jemarinya
mulai mengelus-elus
jembut dan bibir
kemaluanku…oooh…
baru dielus jari saja
sudah terasa enaknya.
Maka kubiarkan saja
semuanya itu terjadi.
Dengan hasrat semakin
menggila.
“Kita tak mungkin bisa
melakukannya di sini
Mbak,” kata Robby
setengah berbisik,
“Kalau kelihatan orang
lain kan bisa heboh.”
“Ya iyalah,” sahutku
sambil menahan tangan
Robby agar jangan
menjauh dulu dari
vaginaku, karena
elusannya geli-geli enak.
Dan ini pertama kalinya
vaginaku disentuh
tangan pria.
“Emang aku gak ngajak
di sini. Di situ kan ada
hotel, jalan kaki sepuluh
menit juga sampai,”
kataku sambil menunjuk
ke arah selatan, “Nanti
di sana aja mainya. Tapi
oooh…jangan cabut
dulu tanganmu Rob…
elusanmu kok enak
sekali….”
Sebagai jawaban, Robby
mengangsurkan bibirnya
ke bibirku sambil
bertanya, “Beneran
belum pernah dicium?”
“Bener Rob…ngapain
aku bohong..” sahutku
sambil membiarkan
bibirnya makin dekat
dan makin dekat ke
bibirku. Lalu ia melumat
bibirku, sementara
tangannya tetap
mengelus vaginaku,
sehingga aku terkejang-
kejang dalam perasaan
yang indah dan nikmat.
Tapi lalu kubayangkan
alangkah indahnya
kalau semua ini
dilakukan di dalam
kamar tertutup,
sehingga aku dan Robby
akan bebas melakukan
apa saja.
“Ayo Rob…kita ke hotel
aja yok,” kataku sambil
mencium pipi Robby.
Robby mengangguk dan
mengeluarkan
tangannya dari balik
celana dalamku.
Kami tinggalkan gubuk
yang sengaja dibangun
oleh dinas parawisata
itu, kemudian menuju
hotel yang tak jauh dari
pintu masuk ke taman
itu. Sebuah hotel kecil
tapi bersih, membuatku
senang cek ini di situ.
Kamarnya tidak besar.
Hanya berisi satu tempat
tidur besar dan kursi
dua buah. Ada juga
cermin besar di dinding
dan disediakan dua helai
handuk bersih berikut
sabun mandi.
Berbeda dengan waktu
di dekat air terjun tadi,
setelah berada di dalam
kamar hotel itu Robby
jadi agressif. Begitu
masuk ke dalam kamar
dan setelah
menguncikan pintunya,
dia langsung
menerkamku.
Memelukku dengan
ciuman ganas di bibir
dan leherku.
Ini memang yang
kuinginkan. Tapi aku tak
tahu cara membalasnya.
Aku hanya memeluknya
dengan penuh hasrat,
dengan jantung
berdegup kencang dan
membayangkan apa
yang akan terjadi
dengan benak penuh
tanda tanya.
“Buka ya bajunya, biar
jangan kusut,” kata
Robby sambil mencium
pipiku dengan bibir
terasa hangat.
Aku mengangguk sambil
tersenyum.
Walaupundengan malu-
malu kutanggalkan
gaun dan underwearku,
sehingga tinggal CD dan
BH saja yang masih
melekat di tubuhku.
“Hmmm…ternyata
tubuhmu mulus banget
Mbak,” kata Robby
sambil mengelus
perutku.
“Mulus tapi gendut…”
kataku.
“Ah…gak seberapa
gendut…malah tampak
seksi gini….” Robby
melepaskan kancing
BHku yang bernomor 40.
“Wow…ini baru toge…”
kata Robby setelah
menanggalkan behaku.
Lalu meremas buah
dadaku yang besar ini
dengan lembut.
“Kok kamu sendiri masih
pakaian lengkap gitu?
Buka juga dong biar
adil,” kataku sambil
melepaskan kancing
baju kausnya, kemudian
ia sendiri yang
menanggalkannya.
Disusul dengan
pelepasan celana
denimnya yang
berwarna biru gelap.
Robby malah bertindak
lebih cepat. Ia
menanggalkan segala
yang melekat di
tubuhnya. Sehingga ia
duluan telanjang bulat.
Yang membuatku
berdebar-debar adalah
ketika melihat penisnya
yang tampak sudah
keras, mengacung
dengan gagahnya. Aku
tidak tahu apakah penis
Robby itu tergolong
besar atau kecil, panjang
atau pendek, entahlah…
karena baru sekali itu
aku melihat penis dalam
kenyataan (kalau
nonton dari film-film
bokep sih sering).
Ketika Robby naik ke
atas tempat tidur, aku
tak kuat lagi menahan
hasrat, ingin memegang
penisnya yang tampak
sudah tegang itu.
“Ini harus diapain Rob?”
tanyaku lugu sambil
menggenggam penis
Robby yang memang
sudah keras dan hangat
itu.
“Ya dimasukin ke dalam
memek Mbak nanti…
makanya buka dong
celana dalamnya biar
leluasa…” sahut Robby
sambil menurunkan
celana dalamku dengan
hati-hati. Sedikit demi
sedikit kemaluanku
mulai terbuka….lalu
terbuka sepenuhnya
setelah celana dalamku
dilemparkan ke dekat
bantal oleh Robby.
“Hmm…kebayang…m
emek perawan pasti
enak,” kata Robby
sambil mengelus-elus
jembutku yang
kubiarkan tumbuh liar
dan lebat sekali.
Kemudian Robby
mendorong dadaku
dengan lembut, supaya
aku merebahkan diri di
tempat tidur yang
lumayan besar ini. Aku
pun manut saja. Bahkan
kataku, “Aku ikuti
instruksi kamu aja Rob.
Jangan diketawain ya…
soalnya aku masih
bodoh banget. Anggap
aja sekarang ini aku
cuma anak TK.”
“Santai aja, Mbak…kita
lakukan secara smooth
and clear…tapi
bagaimana kalau Mbak
hamil nanti?”
“Wah, jangan bikin
hamil dong. Aku gak
akan nuntut apa-apa,
asal jangan sampai
hamil aja.”
“Berarti padaa waktu
mau ejakulasi, harus
dicabut dan dilepaskan
di luar.”
“Terserah…pokoknya
asal jangan hamil aja.
Kamu tentu lebih
pengalaman dalam soal
itu.”
“Iya, tenang aja. Aku
jamin takkan hamil. Tapi
besok-besok kalau mau
aman, pasang alat KB
aja di dokter. Bilangnya
sudah punya suami gitu.
Jangan ngaku masih
lajang.”
“Oke….” sahutku dengan
senyum.
Robby rebah di
sampingku, saling
berhadapan dan mulai
asyik mempermainkan
payudaraku. Mula-mula
cuma diremasnya
dengan lembut. Lama
kelamaan ia mulai
mengulum pentilnya,
terasa disedot-sedot
seperti anak kecil
menyusu pada ibunya.
Tapi ujung lidahnya
terasa bergerak-gerak,
menyapu-nyapu pentil
payudaraku yang sangat
montok ini. Aku jadi
geli-geli enak dibuatnya.
Dan jarinya merayap ke
bawh, ke arah vaginaku
lagi. Mungkin
melanjutkan yang
terhenti di dekat air
terjun tadi. Tapi…oh…
elusannya di bibir
kemaluanku…lalu
elusan di clitorisku ini…
benar2 membuatku
mengejang-ngejang
dalam nikmat yang luar
biasa. Baru dimainkan
dengan jemari saja
sudah begini enaknya,
apalagi kalau penisnya
sudah dimasukkan…
oooh…aku tak sabar lagi
untuk merasakannya.
Tapi aku harus menahan
diri agar acaranya tidak
kacau, karea aku belum
mengerti apa-apa.
Tak lama kemudian ia
minta agar aku
menelentang. Pikirku
sudah mau
memasukkan penisnya
ke dalam vaginaku. Tapi
ternyata tidak. Ia malah
menciumi pusar
perutku. Lalu menurun
ke arah kemaluanku.
Aku terkejut ketika ia
mulai menciumi
kemaluanku. Tapi lalu
teringat film-film bokep
yang pernah kutonton
dari laptopku. Karena
itu aku diam saja, karena
mungkin seharusnya
seperti itu. Maka aku
pun menurut saja ketika
kedua pahaku disuruh
agar direntangkan
selebar mungkin.
Menuruti perintahnya
dengan jantung semakin
deg-degan.
LAlu aku diam saja
sambil menatap langit-
langit kamar hotel. Dan
tiba-tiba aku merasa
sesuatu yang geli luar
biasa, tapi gelinya geli
enak. Rupanya Robby
mulai menjilati vaginaku.
Oh, ini edan banget
enaknya. Terlebih ketika
kurasakan jilatannya
terpusat di kelentitku,
oooh..aku mulai tak bisa
menahan rintihan-rintih
an histerisku, “Rooob…
ooooh…kok enak
banget Rob….oooh….iya
Rob…terus Rob….iya
clitorisnya enak
sekali….kamu edan Rob…
kamu pandai banget
Rob…..oooh….add
duuuh….”
Aku menggeliat-geliat
dalam arus nikmat yang
luar biasa. Sekujur
tubuhku seolah dialiri
arus listrik yang
membuatku berdenyut
dari ujung kaki sampai
ke ubun-ubun. Bahkan
tak lama kemudian aku
merasakan liang
vaginaku berkedut-
kedut….dan aku merasa
seperti melesat ke
angkasa, lalu jadi takut
jatuh…membuatku
merintih, “Rooobiiiii….oo
oooh….”
Aku tidak tahu apa yang
sedang terjadi saat itu.
Belakangan lalu tahu
bahwa itu yang disebut
orgasme.
Saat itu yang aku tahu,
Robby seperti sengaja
ingin membuat vaginaku
basah sebasah-basahny
a. Bukan hanya lendirku
sendiri yang membasahi
vaginaku, tapi juga air
liur Robby yang begini
banyaknya.
Kemudian Robby naik
dan menelungkup di
atas dadaku sambil
mengarahkan moncong
penisnya ke mulut
vaginaku. “Sengaja
kubikin becek dulu,
supaya tidak sakit waktu
penetrasi,” katanya
sambil berusaha
meletakkan penisnya di
tengah-tengah mulut
vaginaku. Kemudian aku
rasakan desakan
penisnya, membuat
napasku tertahan.
“Pahanya lebih
direnggangkan lagi
Mbak,” kata Robby yang
kuturuti juga.
Lalu terasa desakan
penis Robby…kuat
sekali….aaah…mulai
membenam sedikit. Aku
makin merenggangkan
pahaku supaya Robby
tidak kesulitan
membenamkan batang
kemaluannya.
Aku sering mendengar
betapa sulitnya
menerobos kegadisan di
malam pertama, malah
katanya ada yang
sampai seminggu baru
berhasil. Tapi Robby
tidak seperti itu. Aku
merasakan sedikit demi
sedikit batang
kemaluannya
membenam ke dalam
liang vaginaku. Tapi dia
tidak mendorong
langsung sampai tuntas,
melainkan digeser-geser
dulu, lalu makin lama
makin dalam masuknya.
“Sakit?” tanyanya ketika
kurasa ada yang sedikit
perih di dalam vaginaku.
Mungkin karena selaput
daraku (hymen) sudah
tertembus penis Robby.
“Sakit sedikit….” sahutku.
“Tahan ya sakitnya…
hanya pertama kali ini
saja terasa agak sakit,
nantinya sih gak sakit
lagi.”
“Iya….aku kuat nahan
sakit kok…tuntaskan aja
Rob,” sahutku sambil
mencumi hidung dan
mata Robby .
Lalu desir-desir nikmat
itu makin lama makin
nyata ketika penis Robby
mulai menggelusur-gel
usur di dalam liang
vaginaku. Oh, pantaslah
orang bilang
bersenggama ini laksana
berada di surga dunia.
Aku mulai
merasakannya kini,
ketika Robby mulai
menggerakkan penisnya
secara teratur…masuk
semakin dalam,
ditariklagi, didorong
lagi…oooh…ini luar biasa
nikmatnya…sehingga
rintihan-rintihan
nikmatku berlontaran
begitu saja : “Rob…
oooh…Rob…enak sekali
Rob….oooh….Rob…iya
Rob….enak
Rob….oooh….”
Robby mendekap
leherku sambil berbisik,
“Memek Mbak juga
enak banget…wah..ini
bener-bener memek
perawan…luar biasa
enaknya Mbak….”
Aku tidak tahu apakah
ucapannya itu keluar
dari kejujurannya atau
hanya ingin
menyenangkan hatiku.
Yang jelas tanganku
meremas-remas rambut
Robby sampai kusut
masai, karena menahan
geli-geli enaknya
enjotan penis Robby
yang berada di dalam
jepitan liang
kemaluanku.
Robby pun mulai ganas
melumat bibirku sambil
meremas-remas buah
dadaku dengan agak
keras, sementara
penisnya tetap
mengenjot liang
kemaluanku. Oh, ini
nikmat sekali. Sehingga
aku sering terpejam-
pejam dibuatnya.
Batinku seolah
melayang-layang di
langit ketujuh. Luar
biasa indah dan
nikmatnya.
Saat itu aku belum tahu
apa yang sedang terjadi
ketika tiba-tiba saa
sekuur tubuhku
mengejang di puncak
kenikmatanku,
kemudian bagian dalam
vaginaku terasa
berkedut-kedut, lalu
seperti ada yang
mengalir di dalamnya.
Sekarang aku tahu
bahwa saat itu aku
sedang mengalami
puncak orgasme. Puncak
dari segala kenikmatan
dalam bersenggama.
Entah berapa kali aku
mengalami hal itu. Yang
jelas keringat Robbi
mulai berjatuhan di
tubuhku. Terasa makin
lama makin hangat. Tapi
aku tak peduli lagi
dengan semuanya itu,
kecuali satu hal..bahwa
enjotan batang
kemaluan Robby luar
biasa enaknya.
Membuatku terkadang
memejamkan mata
dengan mulut
ternganga, terkadang
melotot dan menahan
napas dalam syur.
Sampai pada suatu saat,
tiba-tiba saja Robby
mencabut batangg
kemaluannya, kemudian
bergegas naik ke atas
perutku, sambil
memegang penisnya
yang sudah berlumuran
lendirku.
Lalu terdengar ia
mendengus panjang.
Dan moncong penisnya
menyembur-nyemb
urkan cairan kental
hangat ke buah dadaku,
ke leherku dan ke
pipiku.
Aku sudah dapat
menduga bahwa itu air
mani Robby. Gilanya aku
malah senang dada dan
mukaku disemproti
cairan kental itu. Bahkan
yang di pipi kuusap dan
kujilati dari telapak
tanganku.
Robby pun mencium
keningku disusul dengan
bisikan hangat, “Mbak
sangat memuaskan….”
“Masa sih?” aku bangkit
dan meraih handuk
yang disediakan oleh
hotel. Kuseka keringatku
yang telah bercampur
aduk dengan keringat
Robby. Ketika melirik ke
arah seprai, kulihat ada
genangan darah yang
sudah muai mengering.
Hmm…itulah darah
perawanku.
Aku sudah menjadi
wanita yang lengkap,
yang benar-benar
dewasa. Aku tidak
menyesalinya, bahkan
hatiku bahagia sekali.
Maka dengan mesra
kupeluk Robby diiringi
bisikan, “Terimakasih
Rob. Sekarang aku
benar-benar sudah
menjadi wanita yang
dewasa. Aku bahagia
sekali.”
“Terimakasih juga Mbak.
Karena Mbak sudah
mempercayakannya
padaku. Selain daripada
itu, aku mengalami
kepuasan yang luar
biasa,” sahut Robby
disusul dengan kecupan
hangat di bibirku.
“Kalau dibandingkan
dengan istrimu pasti aku
gak ada apa-apanya
kan?”
“Gak Mbak. Mungkin
karena dengan istri
seolah hanya
menunaikan kewajiban
saja. Sudah terlalu hapal
seluk beluknya. Tapi
dengan Mbak barusan,
luar biasa. Sebenarnya
Mbak ini seksi banget.
Bodoh juga cowok-
cowok yang tidak mau
sama Mbak.”
MINGGU itu benar-
benar Minggu yang
indah dan
mengesankan. Di hari itu
aku sudah menjadi
wanita yang lengkap,
meski belum bersuami.
Setelah berada di
rumah, sampai larut
malam aku tak bisa
tidur. Bukan karena
resah, melainkan
sebaliknya. Asyik
mengenang keindahan
yang terjadi siang
harinya.
Robby memang penuh
kelembutan dan sangat
berhati-hati
memperlakukanku.
Waktu kutanya,
benarkah pengantin
baru bisa 5 kali
bersetubuh di malam
pertamanya, Robby
menjawab, “Memang
benar. Tapi aksi seperti
itu menyiksa wanitanya.
Karena luka di vaginanya
belum kering, lalu
dihajar lagi terus-
terusan. Aku gak mau
seperti itu. Aku ingin
luka di vagina Mbak
mengering dulu. Kalau
sudah benar-benar
sembuh, ayo kita habis-
habisan. Aku punya
banyak cara untuk
memuasi Mbak nanti.
Santailah dulu.
Sembuhkan dulu luka di
vagina Mbak. Nanti kita
ketemuan lagi. Gak usah
jauh-jauh ke sini…di
dalam kota juga banyak
hotel yang bisa kita
pakai. Jadi gak buang-
buang waktu di jalan.”
Aku setuju pada
pendirian Robby itu. Aku
akan bersabar sampai
perih di vaginaku lenyap.
Lalu habis-habisan
menikmati keindahan
berhubungan badan
dengan Robby lagi.
Hanya dalam dua hari
perih di dalam vaginaku
hilang. Tapi lalu ada
gatal-gatal. Mungkin
karena luka yang sudah
mengering biasa
menimbulkan gatal. Tapi
gilanya, aku bayangkan
gatal-gatal ini pasti enak
sekali kalau digesek oleh
penis Robby. Dengan
kata lain, aku ingin
disetubuhi oleh anak
buah ayahku itu.
Aku mencoba
meneleponnya. Tapi
ternyata dia sedang di
luar kota, bersama
ayahku.
O, kecewanya hatiku.
Tapi di telepon tadi aku
tidak berterus terang
bahwa sebenarnya aku
ingin digaulinya lagi.
Percuma kukatakan
juga, karena dia sedang
mendampingi ayahku di
luar kota. Mungkin dua
atau tiga hari lagi baru
pulang, karena ayahku
juga bilang begitu.
Tapi khayalan tentang
nikmatnya kalau
vaginaku yang agak
gatal ini digesek oleh
penis….ah…makin lama
makin menggila.
Sehingga aku resah
sendiri di dalam
kamarku.
Seperti orang
kesurupan, aku
telanjang di dalam
kamarku. Kupandang
bayangan sekujur tubuh
bugilku di cermin besar
yang ada di lemari
pakaianku. Lalu
kuremas-remas sepasang
buah dadaku yang
sangat montok ini.
Kuelus kemaluanku
yang berbulu sangat
lebat ini. Aaaah…
seandainya tangan yang
menyentuh kemaluanku
ini bukan tanganku
sendiri….seandainya ada
seorang lelaki yang
menyentuhku malam
ini….aaaah….seandainya
malam ini ada seorang
lelaki yang mau
menggelutiku, mengelus
kemaluanku, meremas
buah dadaku…lalu
memasukkan penisnya
ke celah vaginaku…
alangkah indahnya
kalau khayalanku ini
menjadi suatu
kenyataan.
Bermenit-menit aku
tenggelam di dalam
khayalanku. Tiba-tiba
aku teringat Seno, anak
muda yang tugasnya
mengurus taman, kolam
dan membersihkan
mobil ayahku. Kenapa
aku baru berpikir
sekarang mengenai
orang itu?
Ya, di rumahku hanya
ada tiga orang malam
ini, Bi Iyem yang sudah
tua itu, Seno dan aku
sendiri.
Bi iyem yang sudah tua
itu tidak kupikirkan.
Yang menyelinap ke
dalam pikiranku adalah
Seno itu. Cowok 22
tahunan itu sudah
hampir setahun bekerja
di rumahku. Menurutku,
dia tidak jelek. Lumayan
lah. Kenapa baru
sekarang aku
memperhitungkannya?
Bukankah biasanya aku
jutek-jutek aja padanya?
Lalu kukenakan gaun
tidurku yang putih dan
transparant, tanpa
mengenakan apa-apa
lagi di dalamnya. Kulihat
jam sudah menunjukkan
pukul 10 malam. Bi Iyem
sudah tidur, seperti
biasa. Tapi pintu kamar
Seno masih terbuka.
Aku lalu melangkah ke
arah pintu yang terbuka
itu.
Sesampainya di depan
pintu yang terbuka itu,
kulihat Seno sedang
menyisiri rambutnya
yang agak gondrong.
Tampak kelimis.
Mungkin baru selesai
mandi, karena biasanya
dia suka mandi malam-
malam.
“Seno…malam ini kamu
tidur di kamarku ya,”
kataku, “aku lagi takut
tidur sendiri. Kemaren
juga mimpiku serem
banget.”
Seno kaget,
memandangku sesaat.
Tapi lalu mengangguk,
“Ba…baik Mbak.”
Lalu ia menggulung tikar
yang terhampar di dekat
dipannya.
“Buat apa tikar itu?”
tanyaku heran.
“Buat tidur saya Mbak,”
sahutnya sopan.
“Gak usah. Nanti tidur di
tempat tidurku aja.
Tempat tidurku kan
gede banget. Ngapain
bawa-bawa tikar segala,”
kataku sambil kembali
ke kamarku.
Sesaat terkilas
pertentangan di dalam
batinku : Apakah aku
tidak salah?
Pembantuku sendiri
mau dijebak agar mau
menggauliku? Di mana
letak harga diriku?
Ahhh…persetan dengan
segala harga diri !
Bukankah Seno juga
manusia? Bukankah aku
sedang sangat
membutuhkan lelaki
malam ini? Ya, yang
penting lelaki ! Lelaki
yang lengkap dengan
kejantanannya !
Tak lama kemudian
Seno masuk ke dalam
kamarku, dengan
mengenakan kaus
oblong dan sarung.
Mudah-mudahan
sarungnya tidak bau.
Tapi yang aku tahu, dia
menjaga kebersihan
juga, meski statusnya
cuma seorang
pembantu di rumah ini.
“Kamu bisa mijet No?”
tanyaku ketika Seno
masih berdiri canggung
di dekat tempat tidurku
yang luas dan ditutupi
bad cover bercorak
bunga lotus.
“Mijet asal-asalan sih
bisa Mbak.”
“Yang penting urut-urut
aja, badanku pegel-
pegel,” kataku sambil
mengambil baby lotion
dari meja riasku.
“Baik Mbak,” katanya
sambil menerima botol
lotion itu.
Aku pun lalu telungkup
di atas tempat tidur.
“Sarungmu lepasin dulu
gih…gak enak lihatnya,”
kataku, “Nanti kalau
mau tidur sih ada
selimut buatmu.”
“Ba…baik Mbak…tapi…
tapi saya cuma pake
celana dalam. Saya mau
pake celana panjang
dulu ya Mbak.”
“Gak usahlah. Buang-
buang waktu aja. Laki-
laki kan gak usah
tertutup-tutup banget.
Anggap aja di kolam
renang. Hihihi…”
“I..iya Mbak…yang mau
dipijet apanya Mbak?”
Seno melepaskan
sarungnya, sehingga
tinggal mengenakan
celana dalam dan kaus
oblong aja, lalu duduk
di pinggiran tempat
tidurku.
“Semuanya lah. Dari kaki
sampai kepala.”
“Ba..baik Mbak…”
Lalu terasa Seno mulai
memijit-mijit telapak
kakiku. “Enak juga
pijetanmu No. Belajar
dari mana?”
“Ah asal-asalan aja
Mbak. Dulu waktu kecil
suka disuruh pijetin ayah
saya…”
“Terus naik ke atas,”
kataku sambil
menyingkapkan gaun
tidurku sampai ke paha.
“Iya Mbak,” sahutnya
sambil membalurkan
lotion ke betisku.
“Yang agak kuat
ngurutnya ya,” kataku.
“Iya Mbak,” sahutnya.
Lalu tangannya mulai
mengurut-urut betisku.
Dan aku justru
membayangkan sedang
dipijat oleh Robby. Tapi
Seno setelah tangannya
berada di lipatan lutut,
seperti ragu memijat ke
arah paha, sehingga aku
harus memberi instruksi
yang jelas, “Ayo terus ke
atas. Justru yang pegel di
pangkal pahaku, No.”
Kusingkapkan gaun
tidurku sampai ke
pinggangku. Padahal
saat itu aku tidak
mengenakan beha
maupun celana dalam.
Maka pastilah sekujur
pantatku dilahap oleh
mata Seno.
“Iya Mbak,” sahut Seno
dengan suara agak
terengah. Pasti karena
melihat pantat besarku
yang tak tertutup apa-
apa lagi. Bahkan
sebagian jembutku pasti
ada yang nyembul di
pantatku, karena
memang lembutku
lebat sekali tanpa
pernah dicukur.
Sambil menelungkup
kuamati perilaku Seno,
dengan mata disipitkan
seolah-olah sedang
terpejam.
Dia mengurut pahaku
dengan mulut
ternganga. Dan kulihat
di celana dalamnya ada
yang menonjol. Ah,
rasanya aku tak sabar
lagi, ingin memegang
yang berada di balik
celana dalam itu. Tapi
aku harus menahan diri
dulu. Aku harus yakin
dulu bahwa dia mau
kuajak bersetubuh.
Ketika tangan Seno
mulai memijati buah
pinggulku, aku mulai
menyelidikinya, “Kamu
pernah main sama
cewek, No?”
“Ma…main gimana
Mbak?”
“Bersetubuh, gitu…
pernah kan?”
“Hehehe…pernah, di
kampung saya dulu,
waktu baru umur
tujuhbelas.”
“Sama siapa?”
“Sama janda Mbak.
Sekarang dia malah
sudah nikah, dijadikan
istri ketiga sama bandar
tembakau.”
“Sering kamu main sama
janda itu?”
“Gak terlalu sering…
kalau dihitung-hitung,
paling juga baru lima
kali.”
“Enak gak maen sama
janda itu?”
“Mmm…ya enak Mbak…
tapi sudah lama sekali,
sudah lupa rasanya.”
Aku tersenyum sendiri
mendengarnya. Dan aku
semakin tak sabar,
rasanya ingin sekali liang
vaginaku digesek dan
dienjot oleh batang
kemaluan lelaki. Lalu
aku membalikkan
badan, menelentang
sambil menarik gaunku
sampai ke perut. “Ininya
pijit tapi jangan terlalu
keras,” kataku sambil
menunjuk ke pangkal
pahaku.
“I…iya Mbak…pa…pakai
minyak ini juga?” sahut
Seno tergagap, pasti
gugup karena melihat
kemaluanku yang
berjembut lebat liar ini.
“Iya,” sahutku sambil
mengamati bagian yang
menonjol di balik celana
dalamnya itu.
Sebenarnya saat itu aku
juga gugup. Tapi aku
bisa menguasainya.
Bahkan kurentangkan
sepasang pahaku lebar-
lebar, biar dia bisa
mengamati kemaluanku
sepuasnya. Lalu kutarik
tangannya yang baru
saja dibasuh dengan
baby lotion, kuletakkan
telapak tangan itu di
kemaluanku sambil
berkata binal, “Ini
urutnya yang lembut
ya.”
“I…iya…ininya diurut juga
Mbak?” ucap Seno
dengan suara hampir
tak terdengar,
sementara tangannya
terasa gemetaran.
“Iya,” sahutku sambil
menjulurkan tanganku
ke arah celana dalam
Seno. Dan kupegang
bagian yang menonjol
itu. Hihihi…benar-benar
sudah ngaceng. Dan
Seno terkejut. Terlebih
lagi waktu aku
menyelinapkan
tanganku ke balik
celana dalamnya, karena
aku ingin memegang
penisnya tanpa
terhalang celana dalam
lagi.
Seno gelagapan. Tapi
dengan senyum binal
aku berkata, “Ya sudah,
kamu elus memekku,
aku elus kontolmu yang
udah ngaceng ini, biar
adil kan?”
“I…iya Mbak…ta…tapi…du
uuh…perasaan saya jadi
gak bener nih…” kata
Seno sambil berusaha
mengikuti perintahku,
mulai mengelus-elus
kemaluanku dengan
tangan yang sudah
berlumuran baby lotion.
“Iya begitu ngelusnya,
No…enak nih…oooh…”
kata-kataku berlontaran
begitu saja ketika tangan
Seno mengelus bibir
kemaluanku, “Masukin
jarinya sedikit gak apa-
apa No….duuuh…enakn
ya sih pake kontolmu ini
No….” kataku lagi sambil
meremas-remas batang
kemaluan Seno.
“Ah…ma…masa pake
punya saya Mbak….”
“Kamu mau nggak?
Kalau mau ya masukin
aja kontolmu ke
memekku..yang jujur
dong kalau jadi cowok…
kalau mau bilang mau,
kalau gak bilang gak…”
“Ma…mau Mbak…mau…
mau…”
“Ya udah masukin aja
kontolmu…pasti lebih
enak…”
Dengan sikap
bersemangat, Seno
melepaskan celana
dalamnya, lalu
menempelkan puncak
penisnya di mulut
vaginaku.
Aku degdegan juga
menunggu semuanya ini,
karena tampaknya penis
Seno sedikit lebih besar
daripada penis Robby.
Panjangnya pun
melebihi penis Robby.
Karena sudah dilumuri
baby lotion, meskipun
penis Seno lumayan
gede, mudah saja ia
mendorongnya sampai
amblas ke dalam liang
vaginaku.
“Ooooh…sudah masuk
No…..ayo mainkan,
kenapa didiamkan aja?
Entotin aja seperti waktu
kamu ngentot janda itu
ayo…..nnaaaahhh…gitu
No….oooh…enak
No….entot terus No…ini
enak sekali….”
“Duuuh Mbk….kita jadi
bersetubuh ya Mbak…
duuuh, punya Mbak
masih kecil banget…enak
sekali Mbak…”
“Ya iyalah masih kecil.
Aku baru satu kali
ngerasain dientot. Ini
yang kedua kalinya
No…”
“Oooh, pantesan masih
kecil banget
lubangnya….enak sekali
Mbak….mmm…”
“Tetekku remas atau
diemut dong, jangan
dibiarkan nganggur,”
kataku sambil menarik
gaun tidurku tinggi-
tinggi dan kulepaskan
sekalian. Sehingga aku
kini benar-benar
telanjang bulat.
Seno patuh saja pada
perintahku. Dia mulai
mengentotku sambil
meremas-remas buah
dadaku, terkadang juga
mengemutnya seperti
yang dilakukan oleh
Robby 3 hari yang lalu.
“Ooooh…enak No…
kontolmu gede No…
lebih gede daripada
punya pacarku…mantap
No…iya…oooh…enak
banget No…..” ucapku
berlontaran begitu saja
sambil meremas-remas
rambut Seno, terkadang
menjambaknya dengan
gemas….bukan main
nikmatnya.
Seno sendiri tampak
sangat menikmati
persetubuhan ini.
Hmm…namanya
kusimpan di hatiku,
sebagai cowok yang bisa
kuajak bersetubuh
kapan pun aku
menginginkannya.
“Mbak…nanti kalau sa…
saya mau keluar…
lepasinnya di mana?”
tanyanya terengah-
engah.
“Di dalam memekku
saja,” sahutku sambil
memeluk lehernya
dengan gemas. Aku
memang tak takut hamil
lagi. Karena kemarin aku
sudah dipasangi alat KB
oleh dokter. Aku
mengaku pengantin
baru yang belum mau
punya anak. Maka
dipasanglah alat KB,
yang membuatku
leluasa bersetubuh
dengan cowok yang
kuinginkan, tanpa takut
hamil.
Dan memang waktu
bersetubuh dengan
Seno ini aku ingin tahu
bagaimana rasanya
waktu air mani pria
menyembur di dalam
liang vaginaku.
Pada waktu Seno sedang
asyik mengayun batang
kemaluannya, aku masih
sempat menarik kaus
oblongnya agar terlepas
dari tubuhnya, supaya
sama-sama telanjang
bulat. Lalu kudekap
pinggangnya erat-erat,
sambil berusaha
menggoyang-goyang
pinggul dengan gerakan
seadanya, karena aku
belum berpengalaman
dalam menggoyang
pinggul. Yang penting
jangan diam seperti
gebok pisang aja.
Tapi baru kira-kira
seperempat jam
berlangsungnya
persetubuhan ini, tiba-
tiba Seno melenguh,
“Oooh…Mbak…saya
sudah mau keluar….”
Aku agak heran, karena
aku belum mencapai
orgasme, justru sedang
enak-enaknya
disetubuhi oleh Seno.
Dan tiba-tiba saja ia
mendesakkan batang
kemaluannya sedalam-
dalamnya…kemudian
terasa ada cairan hangat
menyembur-nyembur di
dalam liang
kewanitaanku. Oh, ini
nikmat sekali. Tapi
sayangnya, aku belum
mencapai orgasme.
“Kok cepat sekali kamu
meletusnya?” bisikku
ketika kurasakan penis
Seno jadi mengecil dan
melemah.
“Iya Mbak,” Seno
mengangguk malu-
malu, “Maklum sudah
lama sekali tidak
merasakan. Tapi asal
Mbak mau, dalam
semalam ini saya kuat
sampai lebih dari 5 kali.
Biasanya yang kedua
lebih lama. Yang ketiga
jauh lebih lama lagi….”
“Ohya?” aku tersenyum,
“Nanti buktikan ya. Aku
mau nyoba sesering
mungkin malam ini. Tapi
ingat, ini rahasia No.
Jangan sampai Papa tau.
Bi Iyem juga jangan
dikasihtau.”
“Tentu saja Mbak. Kalau
Bapak tau, wah…saya
bisa diusir dari sini.”
Ketika penis Seno
dicabut, terasa ada yang
mengalir dari vaginaku.
Pasti itu air mani Seno.
Aku pun turun
mengambil handuk kecil
dari lemariku. Kulap
vaginaku, kemudian
handuknya diberikan
kepada Seno sambil
menyuruhnya melap
penisnya yang
berlepotan lendir. Aku
sendiri melangkah ke
kamar mandi di dalam
kamarku. Kusemprot
vaginaku dengan air
hangat shower.
Kemudian
menyabuninya dan
membilasnya sampai
bersih. Lalu kuambil
salah satu handuk yang
terlipat di dinding kamar
mandi. Kubelitkan ke
badanku dan kembali ke
ruang tidur.
Kulihat Seno sudah
duduk di karpet sambil
menonton televisi yang
sejak tadi tidak
dimatikan, hanya
suaranya dipelankan
sekali. Ada rasa iba,
kasihan bercampur
sayang menjalar di
dalam batinku. Karena
itu aku tidak
menegurnya meski
kulihat dia sudah
memakai sarung lagi.
Tiba-tiba aku ingat
bahwa di dalam dvd
player yang tersambung
ke televisi itu masih ada
film bokep yang belum
jadi kutonton. Maka
kuambil remote control
TV dan DVD player.
Begitu layar LCD
televisiku menayangkan
isi DVD, Seno menoleh
padaku yang menonton
sambil rebahan di
tempat tidurku.
“Waduh, filmnya seru
Mbak,” katanya ketika
melihat layar televisi
mulai memperagakan
dua orang cowok
sedang berdiri, di
tengahnya ada cewek
sedang duduk di kursi
kecil sambil memegang
penis kedua cowok itu.
Lalu tampak cewek itu
mulai disetubuhi sama
lelaki yang satu,
sementara lelaki yang
lainnya tampak asyik
karena penisnya diemut
oleh cewek itu.
“Wah, ceweknya pasti
keenakan. Kenyang
banget tuh, bisa dapet
dua cowok sekaligus,”
kata Seno lagi.
“Sini nontonnya No,
jangan di bawah gitu
duduknya,” kataku
sambil menarik
tangannya.
Seno patuh saja. Naik
lagi ke atas termpat
tidurku setelah
meletakkan sarungnya
di lantai.
Rupanya celana dalam
Seno sudah dipakai lagi.
Tapi biarlah, nanti
gampang lepasinnya.
Mungkin dia memang
masih malu-malu, meski
sudah menyetubuhiku
tadi.
Seno duduk di pinggiran
tempat tidur, dengan
kaki terjuntai ke lantai
seperti duduk di kursi.
Aku pun memeluknya
dari belakang, dalam
keadaan cuma ditutupi
handuk yang dililitkan di
tubuhku.
Aku yang belum
orgasme merasa belum
terpuasi. Maka dengan
binal tanganku
menyelinap ke balik
celana dalam Seno.
Wow, ternyata batang
keemaluannya sudah
ngaceng lagi!
“Kamu benar-benar
kuat lima kali?” tanyaku
sambil meremas-remas
penis Seno yang sudah
tegang itu.
“Saya kalau lagi
kepengen suka dikocok
Mbak. Dalam semalam
saya bisa ngook sampai
tujuh atau delapan kali.”
“Praktekkan malam ini
ya,” kataku sambil
menyembulkan penis
Seno dari celana
dalamnya, “tuh sudah
ngaceng. Ayo main lagi
No. Tapi sekarang kamu
di bawah, aku di atas.
Pengen nyobain posisi
itu.”
Seno tidak membantah
sepatah kata pun. Lalu
menanggalkan celana
dalam dan kaus
oblongnya. Aku
melepaskan belitan
handukku ketika Seno
sudah menelentang
dalam keadaan sudah
sama-sama telanjang
bulat.
Meski belum pernah
melakukan sebelumnya,
aku sudah sering nonton
film bokep. Tentu tak
sulit bagiku untuk
berlutut dengan kedua
kaki terletak di kanan
kiri pinggul Seno. Lalu
kupegang batang
kemaluan Seno dan
kutempelkan “topi
baja”nya di mulut
vaginaku. Kuturunkan
pantatku dengan hati-
hati. Dan…blessss….penis
pembantuku itu terasa
masuk ke dalam liang
vaginaku.
Ini pertama kalinya aku
merasakan bersetubuh
dengan posisi di atas
begini. Tapi aku bisa
melakukannya dengan
baik. Karena aku sering
menonton posisi begini
di film-film bokep.
Lagian aku sudah tahu
prinsip dalam
persetubuhan, yang
penting penis bisa
menggesek-gesek liang
kenikmatanku. Mudah
sekali mempraktekkanny
a.
Ketika aku menatap
wajah Seno yang berada
di bawah wajahku, sekali
lagi hatiku dijalari
perasaan sayang
padanya. Karena meski
cuma seorang
pembantu, ia bisa
menjadi sarana
kepuasanku. Maka
seharusnya aku
berterimakasih padanya,
tanpa harus diucapkan,
tapi dengan tindakan.
Maka tanpa ragu lagi,
ketika aku semakin asyik
mengayun pantatku
berputar dan naik turun,
kulumat bibirnya, yang
ternyata disambut
dengan lumatan penuh
kehangatan juga.
Bahkan kedua
tangannya meremas-
remas bahuku, buah
pinggulku dan
terkadang buah dadaku
yang bergelantungan di
atas dadanya pun tak
luput dari remasan.
Tapi benar kata orang-
orang, bahwa kalau
cewek main di atas,
biasanya lebih cepat
mencapai orgasme.
Belum sampai setengah
jam aku mengenjot dari
atas, aku tak kuasa lagi
menahan puncak
kenikmatanku. Lalu
seperti orang kesurupan
aku menggelepar-gel
epar di atas tubuh Seno.
“Aku mau keluar No…
mau keluar…keluar…o
ooh..oooh….”
Lalu tibalah aku di titik
orgasme yang sangat
nikmat. Di saat itulah
kucium bibir Seno
dengan penuh rasa
terimakasih, karena ia
telah memberikan
kepuasan padaku.
Ternyata Seno itu
sesosok cowok yang bisa
memuaskan hasratku.
Bahkan kalau aku harus
bicara jujur, Seno itu
lebih memuaskan
daripada Robby.
Di malam yang indah itu
Seno membuktikan
ucapannya. Bahwa ia
sanggup bersenggama
lebih dari 5 kali dalam
semalam.
Di kamar mandi, kami
mandi bersama. Dengan
telaten ia menyabuni
sekujur tubuhku. Dan
ketika kutantang untuk
bersetubuh lagi, ia
mengangguk dengan
senyum. Lalu kami
bersetubuh lagi untuk
ketiga kalinya, sambil
berdiri di bawah
semburan shower air
hangat.
Setelah kembali ke
kamar, aku ingin
mencoba posisi dogy
seperti di film bokep
yang sedang kuputar.
Seno pun langsung
setuju saja. Lalu aku
menungging, Seno
mengenjotku dari
belakang. Ini adalah
persetubuhan yang
keempat kalinya.
Persetubuhan yang
kelima, kami lakukan di
ruang keluarga, di atas
sofa. Tentu saja setelah
pintunya dikunci dulu,
takut Bi Iyem masuk,
karena hari sudah
hampir subuh.
Kelihatannya Seno
masih mampu untuk
menyetubuhiku keenam
kalinya. Tapi aku
menyerah, letih dan
ngantuk.
“Nanti aja kita lanjutin
ya. Sekarang kita harus
iistirahat dulu,” kataku
sambil mengelus rambut
Seno.
“Iya Mbak,” Seno
mengangguk patuh.
“Tapi ingat No…
semuanya itu harus
dirahasiakan ya.”
“Tentu aja Mbak.”
Di pagi yang masih gelap
itu aku baru mulai
merebahkan diri di atas
tempat tidur. Dengan
batin puas. Puas sekali.
Terdengar suara Bi Iyem
dan Seno di luar:
“Lho kamu dari mana
No? Pagi-pagi gini sudah
ngelayap.”
“Nongkrong di tukang
bubur kacang ijo, Bi.”
Ooo, kirain ngelayap ke
mana….”
Aku tersenyum sendiri di
kamarku. Seno jelas
berbohong. Dia bukan
habis nongkrong di
tukang bubur kacang
ijo.Dia habis menggasak
“kacang”ku. Hihihihi