Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Hubungan kami berawal
dari dimuatnya surat
pembacaku, ketika aku
masih mahasiswa, di suatu
surat kabar yang beroplah
nasional tentang kesulitan
mengirim surat ke luar
negeri. Seminggu
kemudian datang surat
kepadaku mengomentari
suratku dan menceritakan
hal yang sama dengan
yang kualami. Ia
mengatakan hobinya juga
surat-menyurat
(korespondensi) dan
mengajak bertukar hobi
denganku.Semenjak itu
kami rajin saling berkirim
surat. Walaupun belum
pernah saling ketemu,
karena saling pandai
menyusun kata-kata, kami
serasa sudah akrab.
Amelia, sahabat penaku
itu, waktu itu bekerja
sebagai asisten apoteker di
kota Cikampek. Ia
memang lahir di situ,
ayahnya mempunyai
penggilingan beras. Seperti
lazimnya pengusaha di
kota kecil, ayahnya
keturunan Cina. Ia sulung
dari 6 bersaudara dan
akhirnya aku juga akrab
dengan keluarganya akibat
sering main ke sana kalau
liburan. Ia lebih tua 1
tahun dariku. Waktu itu
aku sendiri punya pacar di
fakultas dan Lia beberapa
mempunyai "teman
dekat", seperti
diceritakannya kepadaku
lewat surat-suratnya.
Tiga tahun setelah kami
akrab, ia pindah ke Jakarta
dan diserahi pekerjaan
mengelola apotik di
daerah Jakarta Barat.
Waktu itu aku sendiri
sudah selesai kuliah dan
mulai mencari pekerjaan
di ibukota. Hubunganku
dengannya sudah cukup
akrab. Beberapa kali aku
menginap di rumah
kostnya. Ia kos bersama
adik laki-laki tertuanya,
yang kuliah di salah satu
fakultas kedokteran.
Waktu itu ia sedang
pacaran dengan seorang
bule, John, karyawan suatu
perusahaan Belgia. Aku,
John, Lia dan Erik (adiknya)
, sering berjalan bersama.
Waktu itu aku sendiri juga
bekerja di daerah Jakarta
Barat dan kos di dekat
camer (calon mertua).
Pacarku sendiri sedang
kuliah di Gajah Mada,
Yogya.
Sampai akhirnya si John
meninggal dunia, karena
kecelakaan pesawat ketika
sedang pulang ke Belgia.
Ayah Lia waktu itu sedang
masuk RS dan aku setiap
malam menunggui,
bergantian berdua dengan
Erik atau dengan Lia,
sampai juga meninggal
setelah 10 hari dirawat.
Kesedihan karena ditinggal
si John dan ayahnya,
membuat Lia memintaku
banyak mendampinginya.
Kalau selesai bekerja,
kalau Erik sibuk kuliah, Lia
memintaku menjemput ke
apotik. Kalau ia dinas
malam, aku biasa
menungguinya sebelum ia
selesai bekerja. Sering aku
dan Erik (kalau sudah
pulang kuliah), menunggui
berdua lalu pulang
bertiga. Semua teman
kerja dan induk semang
kosnya sudah mengenalku
semua. Dan di antara kami
semuanya berjalan biasa
saja. Amelia ini tinggi
badannya lumayan, ada 5
cm di atas tinggi badanku.
Jadi orang pasti tidak
mengira kalau kami
sedang pacaran. Lia tahu
mengenai pacarku di
Yogya.
Walaupun demikian,
kedekatan kami lama-
lama membuat adanya
"rasa lain". Kami biasa
menonton berdua kalau
Lia pulang sore. Dia juga
biasa jalan bergayut di
lenganku, itupun kalau
bertiga dengan Erik. Sore
itu, hari Sabtu, ia pulang
jam 2 dari apotik. Erik
sedang pulang ke
Cikampek dan ia
kelihatannya sedang sedih
("Aku ingat John", katanya)
, maka tangannya tak mau
lepas dari lenganku.
Kesedihan itu dibawanya
masuk gedung, selama
film ia menyandarkan
kepalanya di bahuku.
Spontan, kalau ia
terdengar mengeluh
sedikit, aku mengelus-elus
kepalanya.
Setelah beberapa saat,
tiba-tiba saja, aku sudah
menciumi pipinya. Ia
mengeluh lirih dan
merangkulku sambil
mulutnya bergeser
mencari bibirku. Kami
berpagutan bibir cukup
lama, ia seakan sedang
menumpahkan semua
beban pikirannya kepada
pagutan bibir-bibir kami.
Aku betul-betul terhanyut,
tetapi masih dapat
"menjaga kesopanan"
dengan hanya memegangi
pipinya saja. Di taksi
pulang ia diam saja. Hanya
pegangan di lenganku
semakin bertambah erat.
Sampai di kosnya, ia
memintaku masuk
kamarnya. Tante kos
sudah kenal baik
denganku dan aku
memang biasa masuk
kamar mereka. Hanya saja
kali ini ia langsung
memelukku dan
mengulangi kembali
pagutan di bibirku. Aku
sedikit bingung, sebelum
kemudian memutuskan
untuk mengikuti
keinginannya.
Kupeluk erat-erat ia yang
sedang duduk di pinggir
tempat tidur. Aku duduk
di sampingnya sambil
memegangi kedua pipinya.
Otomatis, saking serunya
ciuman kami, Lia akhirnya
terdorong ke belakang
dan posisinya menjadi
tertidur. Tiba-tiba saja
tanganku sudah pindah ke
dadanya dan dari luar (ia
masih memakai bajunya)
mengelus payudara
sebelah kanannya. Lia
melenguh (bukan hanya
mengeluh!) dan tangan
kirinya menaikkan posisi
kaos yang dipakainya.
Lalu aku sudah
menggenggam payudara
kanannya tanpa halangan
apa-apa. Wow..., tak begitu
besar, tetapi putihnya
mulus. Aku mengelus
payudaranya sambil sekali-
kali memijit bundaran di
bawah ujung putingnya.
Lia seakan kesetanan, ia
langsung melepas kaos
yang dipakainya. Dadanya
telanjang dan.....
Aku tak dapat lagi
menahan diri. Sejenak
kuteliti wanita di
hadapanku ini. Lehernya
putih, anak-anak rambut
yang menggerai di
sekeliling lehernya
membuat penisku
mengejang. Bahunya yang
pualam menyangga
mulutnya yang sedikit
menganga dan
mengeluarkan desis lirih
yang memburu. Matanya
terpejam. Rok bawahnya
masih terikat, tetapi
pantatnya sudah
membuat gerak memutar-
mutar sedikit.
Lalu kutelusuri lehernya.
Tanganku turun ke arah
payudara kanannya. Ia
menempelkan badan erat-
erat ke badanku. Kuputar
telapakku di payudara
kanannya. Ia mengelinjang.
Ketika tanganku pindah ke
payudara sebelah kiri,
gelinjangannya bertambah
dan tangannya langsung
ke bawah badanku,
mencari sela-sela pahaku.
Ketika aku mulai menjilati
puting susunya, tangannya
menerobos ritsleting
celanaku dan..., aku sedikit
menggelinjang ketika ia
mulai menggenggam
penisku.
Kedua tangannya
berusaha menurunkan
celana dalamku, tetapi
masih sulit karena celana
panjangku masih
bertengger di sana.
Sementara itu mulutku
mulai mengulum puting
susunya bergantian.
Dilepaskannya penisku
dan, karena kegelian dan
merasa nikmat, ia
merengkuh kepalaku,
ditariknya ke arah puting
susunya. Lalu tiba-tiba
didorongnya badanku,
sambil nafasnya terburu,
dilepaskannya rok yang
masih dipakainya. Lalu
tanganku diraihnya,
dimasukkannya ke dalam
CD-nya. Pelan-pelan
kuelus bulu vaginanya.
Wah, lebat betul. Dari
sekian wanita yang pernah
"kutelanjangi", baru kali
itu aku melihat pubis
(rambut vagina) yang
demikian lebat. Lebat,
panjang, ketat. Hitam
bukan main.
Kuelus-elus bulu
vaginanya, kugelitik-gelitik
rambut-rambutnya
mencari lubang vaginanya.
Tidak mudah ketemu,
tetapi sudah basah karena
air nikmatnya sudah
keluar. Lia sendiri
membantuku dengan
menekan-nekan tanganku
yang di permukaan
vaginanya.
"Euuuhh..., eeuuuhh..",
gelinjangnya. Lalu, tak
sabar, diturunkannya CD-
nya yang sudah di
pahanya. Telanjang
bulatlah ia.
Gila, putihnya! Pantatnya
yang bulat, yang biasanya
kupegangi (dari luar)
kalau ia lagi bergelayut di
lenganku, betul-betul
indah. Pinggulnya apalagi.
Penisku langsung berdiri
menegang melihat itu
semua dan mengantisipasi
"tugas lanjutannya".
Kugosok-gosokkan ujung
hidungku ke pinggul itu,
pelan-pelan kujilati
memutar menuju ke
pantatnya yang indah.
Kuremas-remas bulatan
pantatnya, sambil kugesek-
gesekkan ujung hidungku
terus. Harum baunya,
harum sekali. Penisku yang
tegang bergerak-gerak
terus.
Ia tak sabar, dipegangnya
tanganku, dibimbingnya
untuk kembali menusuk-
nusuk vaginanya. Ia sendiri
seakan kesetanan
menunggu lubang
vaginanya dimasuki jari-
jariku. Tetapi aku kembali
berkonsentrasi pada
puting susunya. Kujilat,
kuelus memakai lidah,
kusedot pelan-pelan
sambil ia melenguh-
lenguh dan menggelinjang-
gelinjang. Akhirnya ia
sudah tak sabar lagi.
Tangannya mulai
menurunkan celana
panjangku. CD-ku
langsung dipelorotnya ke
bawah. Lalu tangannya
menggenggam-genggam
penisku.
Aku serasa melayang.
Sebagai laki-laki, selama
ini kalau ia bergayut di
lenganku sambil berjalan-
jalan, aku sering
membayangkan tangannya
yang putih dengan jari-
jarinya yang panjang
mengelus-elus penisku.
Atau kujilati puting
susunya yang sering
membayang kalau ia
memakai baju tipis. Hanya,
selama itu aku hanya
berani membayangkan,
karena aku
menghormatinya sebagai
rekan akrab. Rupanya sore
itu lain.
Ia langsung membalik,
mengarahkan mulutnya ke
penisku. Lalu tanpa basa-
basi di kulum penisku. Aku
sendiri langsung
meneroboskan muka ke
arah vaginanya. Tanganku
memisahkan rambut-
rambut di situ dan kulihat
clitorisnya sudah kelihatan
di luar. Kugosok-gosok
perlahan permukaan
clitorisnya. Lia
menggelinjang-gelinjang.
Kujilati clitorisnya sambil
kuisap-isap.
"Ouww Wied...,. ouw
Wwwiieedddd", lenguhnya,
"Terusss.., teruuuss",
lenguhnya dalam.
Isapannya di penisku
melemah akhirnya. Kupikir
ia sudah selesai. Tiba-tiba,
ia membalikkan badan lagi
dan langsung berbaring di
atasku. Penisku
dipegangnya dan dicoba
dimasukkannya ke dalam
vaginanya yang sudah
sangat basah. Rasanya
oouw, ketika kepala
penisku mulai masuk. Aku
yang kegelian hampir tak
tahan. Maklum, waktu itu
penisku baru punya jam
terbang yang dapat
dihitung dengan jari, dan
karena masih muda, jarang
memakai "pendahuluan"
yang cukup lama. Biasanya
kalau keduanya sudah
tegang (kalau main
dengan cewek lain), lalu
langsung kumasukkan,
ejakulasi sama-sama dan
kucabut. Ini lain. Dengan
Lia permainan
permulaannya sudah seru
duluan! (Buatku waktu itu,
ketika aku "belum
berpengalaman"!)
Betul, saking gelinya, aku
yang di bawah sampai
mengangkat kepala tak
tahan geli dan mau
bangkit. Pas saat itu,
kepalaku dipegang Lia,
dibawanya ke payudara
sebelah kiri. Melihat ada
gumpalan daging kenyal
putih menantang,
langsung kujilati dan
kuisap-isap. Baru sebentar,
Lia mengerang, "Ohh...,
Wied..., Lia nyampeee".
Gile, baru sebentar ia
sudah nyampe!
"Kamu belum apa-apa,
ya?", tanyanya sambil
menciumi mulutku. Aku
diam tak bisa menjawab
karena mulutnya
menyerang sana-sini.
"Gantian Lia di bawah,
deh, biar kamu juga
nyampe!".
Ia membalikkan badan.
Melihat sekilas badannya
yang indah dan putih itu,
penisku terasa nikmat-
nikmat nyeri, rasanya ada
yang akan mengalir keluar
dari ujung penisku. "Gile,
aku udah mau keluar...",
pikirku. Betul, ketika aku
baru tiga kali memompa,
spermaku keluar. Kupeluk
erat-erat badannya, ia juga
memegangi pantatku erat-
erat sambil berbisik,
"Masukkan semua, Wied...,
masukkan semua..".
Kutekan erat-erat penisku
ke dalam vagina
bidadariku ini,
kumasukkan semua benih
hidupku ke dalam jaringan
tubuhnya.
Ketika aku mau berguling
ke sebelah badannya,
dilarangnya aku. Ia ingin
aku tetap di atas
tubuhnya, dengan penisku
masih di dalam vaginanya.
Kunikmati saat itu dengan
mempermainkan dagunya,
menjilati payudaranya dan
menggesek-gesekkan
penisku ke dalam
vaginanya. Ia tetap
menciumiku. Penisku
sendiri tetap tegang di
dalam vaginanya.
Lima menit kemudian
nafsunya bangkit lagi. Ia
mengerang pelan, sambil
menggoyang-goyangkan
pantat. "Lia nafsu lagi,
nihh", erangnya. Penisku
sendiri yang tadi sempat
sedikit mengecil menjadi
besar kegelian tergesek-
gesek permukaan dalam
vaginanya. Lalu...,
"Uuuuuuhh.." Bibir
vaginanya seakan memijat
penisku. Aku merasa
penisku kegelian, geli-geli
nikmat sampai seakan-
akan badanku meronta-
ronta di atas badan Lia. Lia
sendiri terangsang dengan
gerakanku, memelukku
erat-erat sambil keras
menggoyangkan
pantatnya memutar.
Dalam 20 menit kemudian,
2 kali lagi ia mengalami
orgasme. Gila, pikirku.
Pijatan vaginanya
membuatku seakan
melayang ke surga, tetapi
aku sendiri baru sempat
orgasme sekali. Lalu ia
mulai melemas seakan tak
berdaya. Habis itu lalu
terjadi "perkosaan". Aku
tidak tahan lagi. Lia
kugulingkan ke sana ke
mari menuruti nafsuku.
Kadang kucabut penisku
dari vaginanya,
kumasukkan ke dalam
mulutnya, lalu kucabut
dan kugesekkan di antara
lembah tetek-teteknya,
lalu kumasukkan
mulutnya lagi, lalu
kumasukkan ke dalam
vaginanya. Aku orgasme 2
kali lagi. Sekali di
mulutnya, sekali di ujung
vaginanya (dasar belum
pengalaman, karena
kegelian digesek bulu
vaginanya, begitu penisku
sampai di ujung vaginanya
langsung keluar spermaku)
. Lia sendiri pasrah saja
kuperlakukan seperti itu.
Ia seakan sudah tidak
berdaya. Kugulingkan ikut
saja, kusuruh mengulum
penisku yang basah mau
saja, mengurut-urut
kepala penis di dadanya
juga ikut, membantu
memasukkan penisku ke
vaginanya juga turut saja.
Ketika kami berdua sudah
tidak berdaya lagi, kulihat
jam. Dua setengah jam
sudah berlalu sejak kami
masuk ke kamar itu.
Akhirnya kami tak kuat
lagi dan terkapar
kepayahan. Mata terpejam
rapat, kelihatannya ia
lelah sekali dan
mengantuk berat.
Aku bangkit dan barulah
tercium bau sperma
bercampur keringat di
kamar itu. Lia sendiri
sudah tidak berdaya lagi.
Ia sudah tergeletak begitu
saja telanjang bulat.
Kuselimuti badannya dan
aku mulai memunguti
pakaianku yang terserak di
sana-sini. Kusemprotkan
Bayfresh ke dinding-
dinding kamar untuk
mengurangi bau "mesum"
itu. Untung Erik sedang
pulang ke Cikampek.
Kucium dahi Lia, kututup
pintu kamar dan aku
pamit ke tante kos.
Esoknya aku datang lagi.
Hari Minggu ini Lia
mengaku sakit kepada
tante kos dan minta, "Si
Wied ngerawat saya, ya
tante". Jadinya kami
berdua berbulan madu di
kamarnya sepanjang hari.
Dan terjadi perkosaan lagi,
yang ternyata disenanginya.
Dalam perjalanan pulang
aku berpikir bahwa
hubungan kami sudah
berubah. Kalau selama ini
aku menganggap dia
sebagai kakak, karena
lebih tua 1 tahun, lagi
pula ia lebih tinggi
dibandingkan badanku,
malam ini hal itu sudah
berubah. Kakakku sayang
itu telah membuatku
merindukannya sebagai
orang lain (Kalau aku
boleh berterus-terang: aku
akan merindukannya
untuk merasakan
vaginanya yang sangat
basah dibelah penisku,
untuk kudekap ketika ia
telanjang bulat-bulat,
untuk menggeser-geserkan
ujung hidungku di
permukaan vaginanya
yang hitam, lebat dan
merangsang itu, untuk
genggaman baik tangan
maupun mulutnya bagi
penisku yang tegang