Koleksi Foto bugil terlengkap, Foto bugil Tante Girang, Foto Bugil Pelajar, Foto Bugil Jilbab, Gambar Memek, Video XXX, Cerita Sex, Foto Bugil Terbaru, Foto Bugil 2014, Video Bokep Indo, Jepang, Barat, Video Streaming
|
WARNING : THIS SITE CONTAINS ADULT
CONTENT, MAKE SURE YOUR AGE ABOVE 18+
YEARS
Sesaat lamanya aku hanya berdiri di
depan
pintu gerbang sebuah rumah
mewah tetapi
berarsitektur gaya Jawa kuno.
Hampir separuh
bagian rumah di depanku itu adalah
terbuat dari
kayu jati tua yang super awet. Di
depan terdapat
sebuah pendopo kecil dengan
lampu gantung
kristalnya yang antik. Lantai keramik
dan halaman
yang luas dengan pohon-pohon
perindangnya
yang tumbuh subur memayungi
seantero
lingkungannya. Aku masih ingat, di
samping
rumah berlantai dua itu terdapat
kolam ikan Nila
yang dicampur dengan ikan
Tombro, Greskap,
dan Mujair. Sementara ikan
Geramah dipisah,
begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang
sana masih
dapat kucium adanya peternakan
ayam kampung
dan itik. Tante Yustina memang
seorang arsitek
kondang dan kenamaan. Enam
tahun aku tinggal
di sini selama sekolah SMU sampai
D3-ku,
sebelum akhirnya aku lulus wisuda
pada sebuah
sekolah pelayaran yang
mengantarku keliling
dunia. Kini hampir tujuh tahun aku
tidak
menginjakkan kakiku di sini. Sama
sekali tidak
banyak perubahan pada rumah
Tante Yus. Aku
bayangkan pula si Vivi yang dulu
masih umur
lima tahun saat kutinggalkan, pasti
kini sudah
besar, kelas enam SD. Kulirik jarum
jam tanganku,
menunjukkan pukul 23:35 tepat.
Masih sesaat tadi
kudengar deru lembut taksi yang
mengantarku ke
desa Kebun Agung, sleman yang
masih asri
suasana pedesaannya ini. Suara
jangkrik
mengiringi langkah kakiku menuju
ke pintu
samping. Sejenak aku mencari-cari
dimana dulu
Tante Yus meletakkan anak
kuncinya. Tanganku
segera meraba-raba ventilasi udara
di atas pintu
samping tersebut. Dapat. Aku
segera membuka
pintu dan menyelinap masuk ke
dalam. Sejenak
aku melepas sepatu ket dan kaos
kakinya. Hmm,
baunya harum juga. Hanya
remang-remang
ruangan samping yang ada. Sepi.
Aku terus saja
melangkah ke lantai dua, yang
merupakan letak
kamar-kamar tidur keluarga. Aku
dalam hati terus-
menerus mengagumi figur Tante
Yus. Walau
hidup menjada, sebagai single
parents, toh dia
mampu mengurusi rumah besar
karyanya sendiri
ini. Lama sekali kupandangi foto
Tante Yus dan
Vivi yang di belakangnya aku berdiri
dengan
lugunya. Aku hanya tersenyum.
Kuperhatikan
celah di bawah pintu kamar Vivi
sudah gelap. Aku
terus melangkah ke kamar
sebelahnya. Kamar
tidur Tante Yus yang jelas sekali
lampunya masih
menyala terang. Rupanya pintunya
tidak terkunci.
Kubuka perlahan dan hati-hati. Aku
hanya
melongo heran. Kamar ini kosong
melompong.
Aku hanya mendesah panjang.
Mungkin Tante
Yus ada di ruang kerjanya yang ada
di sebelah
kamarnya ini. Sebentar aku
menaruh tas ransel
parasit dan melepas jaket kulitku.
Berikutnya kaos
oblong Jogja serta celana jeans
biruku.
Kuperhatikan tubuhku yang hitam
ini kian berkulit
gelap dan hitam saja. Tetapi
untungnya, di tempat
kerjaku pada sebuah kapal pesiar itu
terdapat
sarana olah raga yang komplit,
sehingga aku kian
tumbuh kekar dan sehat. Tidak
perduli dengan
kulitku yang legam hitam dengan
rambut-rambut
bulu yang tumbuh lebat di sekujur
kedua lengan
tangan dan kakiku serta dadaku
yang membidang
sampai ke bawahnya, mengelilingi
pusar dan terus
ke bawah tentunya. Air. Ya aku
hanya ingin
merasakan siraman air shower dari
kamar mandi
Tante Yus yang bisa hangat dan
dingin itu. Aku
hendak melepas cawat hitamku saat
kudengar
sapaan yang sangat kukenal itu dari
belakangku,
"Andrew..? Kaukah itu..?" Aku
segera memutar
tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat
penampilan
Tante Yus yang agak berbeda. Dia
berdiri
termangu hanya mengenakan
kemeja lengan
panjang dan longgar warna putih
tipis tersebut
dengan dua kancing baju bagian
atasnya yang
terlepas. Sehingga aku dapat melihat
belahan buah
dadanya yang kuakui memang
memiliki ukuran
sangat besar sekali dan sangat
kencang, serta
kenyal. Aku yakin, Tante Yus tidak
memakai BH,
jelas dari bayangan dua bulatan
hitam yang
samar-samar terlihat di ujung kedua
buah
dadanya itu. Rambutnya masih lebat
dipotong
sebatang bahunya. Kulit kuning
langsat dan bersih
sekali dengan warna cat kukunya
yang merah
muda. "Ngg.., selamat malam Tante
Yus.. maaf,
keponakanmu ini datang dan untuk
berlibur di sini
tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau
tujuh tahun
lamanya ini tidak pernah datang
kemari. Hanya
lewat surat, telpon, kartu pos, e-
mail.., sekali lagi,
saya minta maaf Tante. Saya sangat
merindukan
Tante..!" ucapku sambil kubiarkan
Tante Yus
mendekatiku dengan wajah haru
dan senangnya.
"Ouh Andrew.. ouh..!" bisik Tante
Yus sambil
menubrukku dan memelukku erat-
erat sambil
membenamkan wajahnya pada
dadaku yang
membidang kasar oleh rambut. Aku
sejenak
hanya membalas pelukannya
dengan kencang
pula, sehingga dapat kurasakan
desakan puting-
puting dua buah dadanya Tante
Yus. "Kau pikir
hanya kamu ya, yang kangen berat
sama Tante,
hmm..? Tantemu ini melebihi
kangennya kamu
padaku. Ngerti nggak..? Gila kamu
Andrew..!"
imbuhnya sambil memandangi
wajahku sangat
dekat sekali dengan kedua
tangannya yang tetap
melingkarkan pada leherku, sambil
kemudian
memperhatikan kondisi tubuhku
yang hanya
bercawat ini. Tante Yustina
tersenyum mesra
sekali. Aku hanya menghapus air
matanya. Ah
Tante Yus.. "Ya, untuk itulah aku
minta maaf pada
Tante.." "Tentu saja, kumaafkan.."
sahutnya
sambil menghela nafasnya tanpa
berkedip tetap
memandangiku, "Kamu tambah
gagah dan
ganteng Andrew. Pasti di kapal,
banyak crew
wanita yang bule itu jatuh cinta
padamu. Siapa
pacarmu, hmm..?" "Belum punya
Tan. Aku masih
nabung untuk membina rumah
tangga dengan
seorang, entah siapa nanti. Untuk
itu, aku mau
minta Tante bikinkan aku desain
rumah.."
"Bayarannya..?" tanya Tante Yus
cepat sambil
menyambar mulutku dengan bibir
tipis Tante Yus
yang merah. Aku terkejut, tetapi
dalam hati
senang juga. Bahkan tidak kutolak
Tante Yus untuk
memelukku terus menerus seperti
ini. Tapi sialnya,
batang kemaluanku mulai merinding
geli untuk
bangkit berdiri. Padahal di tempat
itu, perut Tante
Yus menekanku. Tentu dia dapat
merasakan
perubahan kejadiannya. "Aku..
ngg.." "Ahh, kamu
Andrew. Tante sangat kangen
padamu, hmm..
ouh Andrew.. hmm..!" sahut Tante
Yus sambil
menerkam mulutku dengan
bibirnya. Aku sejenak
terkejut dengan serbuan ganas
mulut Tante Yus
yang kian binal melumat-lumat
mulutku,
mendasak-desaknya ke dalam
dengan buas.
Sementara jemari kedua tangannya
menggerayangi seluruh bagian kulit
tubuhku,
terutama pada bagian punggung,
dada, dan
selangkanganku. Tidak karuan lagi,
aku jadi
terangsang. Kini aku berani
membalas ciuman
buas Tante Yus. Nampaknya Tante
Yus tidak mau
mengalah, dia bahkan tambah liar
lagi. Kini mulut
Tante Yus merayap turun ke bawah,
menyusuri
leherku dan dadaku. Beberapa
cupangan yang
meninggalkan warna merah
menghiasi pada leher
dan dadaku. Kini dengan liar Tante
Yus menarik
cawatku ke bawah setelah jongkok
persis di depan
selangkanganku yang sedikit terbuka
itu. Tentu
saja, batang kemaluanku yang
sebenarnya telah
meregang berdiri tegak itu langsung
memukul
wajahnya yang cantik jelita. "Ouh,
gila benar.
Tititmu sangat besar dan kekar, An.
Ouh.. hmm..!"
seru bergairah Tante Yus sambil
memasukkan
batang kejantananku ke dalam
mulutnya, dan
mulailah dia mengulum-ngulum,
yang seringkali
dibarengi dengan mennyedot kuat
dan ganas.
Sementara tangan kanannya
mengocok-ngocok
batang kejantananku, sedang jemari
tangan kirinya
meremas-remas buah kemaluanku.
Aku hanya
mengerang-ngerang merasakan
sensasi yang
nikmat tiada taranya. Bagaimana
tidak, batang
kemaluanku secara diam-diam di
tempat kerjaku
sana, kulatih sedemikian rupa,
sehingga menjadi
tumbuh besar dan panjang.
Terakhir kuukur,
batang kejantanan ini memiliki
panjang 25
sentimeter dengan garis lingkarnya
yang hampir
20 senti. Rambut kemaluan sengaja
kurapikan.
Tante Yus terus menerus masih aktif
mengocok-
ngocok batang kemaluanku.
Remasan pada buah
kemaluanku membuatku merintih-
rintih kesakitan,
tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan
gilanya Tante
Yus kadangkala memukul-mukulkan
batang
kemaluanku ini ke seluruh
permukaan wajahnya.
Aku sendiri langsung tidak mampu
menahan lebih
lama puncak gairahku. Dengan
memegangi kepala
Tante Yus, aku menikam-nikamkan
batang
kejantananku pada mulut Tante Yus.
Tidak karuan
lagi, Tante Yus jadi tersendak-
sendak ingin muntah
atau batuk. Air matanya malah telah
menetes,
karena batang kejantananku mampu
mengocok
sampai ke tenggorokannya. Pada
satu
kesempatan, aku berhasil mencopot
kemejanya.
Aku sangat terkejut saat melihat
ukuran buah
dadanya. Luar biasa besarnya.
Keringat benar-
benar telah membasahi kedua tubuh
kami yang
sudah tidak berpakaian lagi ini.
Dengan ganas,
kedua tangan Tante Yus kini
mengocok-ngocok
batang kemaluanku dengan
genggamannya yang
sangat erat sekali. Tetapi karena
sudah ada
lumuran air ludah Tante Yus, kini
jadi licin dan
mempercepat proses ejakulasiku.
"Croot.. cret..
croot.. creet..!" menyemprot air
maniku pada
mulut Tante Yus. Saat spremaku
muncrat, Tante
Yus dengan lahap memasukkan
batang
kemaluanku kembali ke dalam
mulutnya sambil
mengurut-ngurutnya, sehingga
sisa-sisa air
maniku keluar semua dan ditelan
habis oleh Tante
Yus. "Ouhh.. ouh.. auh Tante..
ouh..!" gumamku
merasakan gairahku yang indah ini
dikerjai oleh
Tante Yus. "Hmm.. Andrew.. ouh,
banyak sekali
air maninya. Hmm.., lezaat sekali.
Lezat. Ouh..
hmm..!" bisik Tante Yus menjilati
seluruh bagian
batang kemaluanku dan sisa-sisa air
maninya.
Sejenak aku hanya mengolah
nafasku, sementara
Tante Yus masih mengocok-ngocok
dan
menjilatinya. "Ayo, Andrew..
kemarilah Sayang..,
kemarilah Baby..!" pintanya sambil
berbaring
telentang dan membuka kedua
belah pahanya
lebar-lebar. Aku tanpa membuang
waktu lagi,
terus menyerudukkan mulutku pada
celah vagina
Tante Yus yang merekah ingin
kuterkam itu.
Benar-benat lezat. Vagina Tante Yus
mulai
kulumat-lumat tanpa karuan lagi,
sedangkan
lidahku menjilat-jilat deras seluruh
bagiang liang
vaginanya yang dalam. Berulang kali
aku temukan
kelentitnya lewat lidahku yang kasar.
Rambut
kemaluan Tante Yus memang lebat
dan rindang.
Cupangan merah pun kucap pada
seluruh bagian
daging vagina Tante Yus yang
menggairahkan ini.
Tante Yus hanya menggerinjal-
gerinjal kegelian
dan sangat senang sekali
nampaknya. Kulirik tadi,
Tante Yus terus-menerus
melakukan remasan
pada buah dadanya sendiri sambil
sesekali
memelintir puting-putingnya.
Berulang kali
mulutnya mendesah-desah dan
menjerit kecil saat
mulutku menciumi mulut vaginanya
dan menerik-
narik daging kelentitnya. "Ouh
Andrew.. lakukan
sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!"
pintanya
mengerang-erang deras. Selang
sepuluh menit
kemuadian, aku kini merayap
lembut menuju
perutnya, dan terus merapat di
seluruh bagian
buah dadanya. Dengan ganas aku
menyedot-
nyedot puting payudaranya. Tetapi
air susunya
sama sekali tidak keluar, hanya
puting-puting itu
yang kini mengeras dan
memanjang
membengkak total. Di buah
dadanya ini pula aku
melukiskan cupanganku banyak
sekali. Berulang
kali jemariku memilin-milin gemas
puting-puting
susu Tante Yus secara bergantian,
kiri kanan. Aku
kini tidak tahan lagi untuk
menyetubuhi Tanteku.
Dengan bergegas, aku
membimbing masuk
batang kemaluanku pada liang
vaginanya.
"Ooouhkk.. yeaah.. ayoo.. ayoo..
genjot
Andrew..!" teriak Tante Yus saat
merasakan batang
kejantananku mulai menikam-nikam
liar mulut
vaginanya. Sambil menopang
tubuhku yang
berpegangan pada buah dadanya,
aku semakin
meningkatkan irama keluar masuk
batang
kemaluanku pada vagina Tante Yus.
Wanita itu
hanya berpegangan pada kedua
tanganku yang
sambil meremas-remas kedua buah
dadanya.
"Blesep.. sleep.. blesep..!" suara
senggama yang
sangat indah mengiringi dengan
alunan lembut.
Selang dua puluh menit puncak
klimaks itu kucapai
dengan sempurna, "Creet.. croot..
creet..!"
"Ouuhhkk.. aoouhkk.. aahhk..," seru
Tante Yus
menggelepar-gelepar lunglai.
"Tante.. ouhh..!"
gumamku merasakan keletihanku
yang sangat
terasa di seluruh bagian tubuhku.
Dengan batang
kemaluan yang masih tetap
menancap erat pada
vagiana Tante Yus, kami jatuh
tertidur. Tante Yus
berada di atasku. Karena kelelahanku
yang sangat
menguasai seluruh jaringan
tubuhku, aku benar-
benar mampu tertidur dengan pulas
dan tenang.
Entah sudah berapa lama aku
tertidur pulas, yang
jelas saat kubangun udara dingin
segera
menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di
desa dekat
Merapi, tentu saja dingin. Tidak
berapa lama jam
dinding berdentang lima sampai
enam kali. Jam
enam pagi..! Dengan agak malas aku
beranjak
berdiri, tetapi tidak kulihat Tante Yus
ada di kamar
ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..?
Aku terus
mencoba ingin tahu. Dalam keadaan
bugil ini, aku
melangkah mendekati meja lampu.
Secarik kertas
kutemukan dengan tulisan dari
tangan Tante
Yustina. Andrew sayang, Tante
kudu buru-buru
ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput.
Ada pameran di
sana. Tolong jaga rumah dan Vivi.
Ttd, Yustina.
Aku menghela nafas dalam-dalam.
Gila, setelah
menikmati diriku, dia minggat.
Tetapi tidak apa-
apa, aku dapat beristirahat total di
sini, ditemani
Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku
segera mengambil
selembar handuk putih kecil yang
segera kulilitkan
pada tubuh bawahku. Tanpa
membuang waktu
lagi aku segera menyusuri rumah,
dari ruang ke
ruang dari kamar ke kamar. Tetapi
sosok bocah
SD itu tidak kelihatan sama sekali.
Aku hampir
putus asa, tetapi mendadak aku
mendengar suara
gemericik air pancuran dari kamar
mandi ruang
tamu di depan sana. Vivi. Ya itu
pasti dia. Aku
segera memburu. Kubuka pintu
kamar tamu yang
luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu
kamar
mandinya tidak ditutup, ada
bayangan orang di
situ yang sedang mandi sambil
bernyanyi
melagukan Westlife. Edan, anak SD
nyanyinya
begitu. Aku hanya tersenyum saja.
Perlahan aku
mendekati gawang pintu. Aku
seketika hanya
menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri
membelakangiku masih asyik
bergoyang-goyang
sambil menggosok seluruh
tubuhnya yang
telanjang bulat itu dengan sabun.
Rambut
panjangnya tumbuh lurus dan
hitam sebatas
pinggang. Berkulit kuning langsat
dan nampaknya
halus sekali. Kusadari dia telah
tumbuh lebih
dewasa. Air shower masih
menyiraminya dengan
hangat. Pantatnya sungguh indah
bergerak-gerak
penuh gairah. Hanya aku belum lihat
buah
dadanya. Tanpa kuduga, Vivi
membalikkan
badannya. Aku yang melamun,
seketika terkejut
bukan main, takut dan khawatir
membuatnya
kaget lalu marah besar. Ternyata
tidak. "Mas..? Mas
Andrew..?" bertanya Vivi tidak
percaya dengan
wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya
menghela nafas lega. Dapat
kuperhatikan kini,
buah dadanya Vivi telah tumbuh
cukup besar.
Puting-putingnya hitam memerah
kelam dan
tampak menonjol indah. Kira-kira
buah dadanya
ya, sekitar seperti tutup gelas itu.
Seperti belum
tumbuh, tetapi kok terlihat sudah
memiliki daging
menonjolnya. Sedangkan rambut
kemaluannya
sama sekali belum tumbuh. Masih
bersih licin. "Hai
vivi, apa kabarnya..?" tanyaku
mendekat. Vivi
hanya tersenyum, "Masih ingat
ketika kita renang
bersama di rumahku dulu..? Kita
berdua kan..?
Hmm..?" sambungku meraih
bahunya. Air terus
menyirami tubuhnya, dan kini juga
tubuhku. Vivi
mengangguk ingat. "Ya. Ngg..,
bagaimana kalau
kita mandi bareng lagi Mas. Vivi
kangen.. Mas
andrew.. ouh..!" ujarnya memeluk
pinggangku.
Aku mengangkut tubuhnya yang
setinggi dadaku
ini dengan erat. "Tentu saja, yuk..!"
Aku
menurunkan Vivi. "Kapan Mas
datangnya..?" "Tadi
malam. Vivi lagi tidur ya..?" "Hm..
Mh..!" Aku
melepas handukku yang kini basah.
Saat kulepas
handukku, Vivi tampak kaget
melihat rambut
kemaluanku yang tumbuh rapih.
Segera saja
tangannya menjamah buah
kemaluan dan
bantang kejantananku. "Ouh.., Mas
sudah punya
rambut lebat ya. Vivi belum Mas..,"
ujarnya sambil
memperhatikan vaginanya yang
kecil. Tentu saja
aku jadi geli, batang kemaluanku
diraba-raba dan
ditimang-timang jemari tangan
mungil Vivi yang
nakal ini. "Itu karena Vivi masih kecil.
Nanti pasti
juga memiliki rambut kemaluan.
Hmm..?" ucapku
sambil membelai wajahnya yang
manis sekali.
Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini
jadi kian geli
saat Vivi menarik-narik batang
kejantananku
dengan candanya. "Ihh.., kenyal
sekali.. ouh..,
seperti belalai ya Mas..!" Aku jadi
terangsang. Gila.
"Belalai ini bisa akan jadi tumbuh
besar dan
panjang lho. Vivi mau lihat..?" "Iya
Mas.., gimana
tuh..?" "Vivi mesti mengulum,
menghisap-hisap
dan menyedotnya dengan kuat
sekali batang zakar
ini. Gimana..? Enak kok..!" kataku
merayu dengan
hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak
berpikir, lalu tanpa menoleh ke
arahku lagi, dia
memasukkan ujung batang
kejantananku ke
dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil
ini langsung
melakukan perintahku, lebih-lebih
aku
mengarahkan juga untuk
mengocok-ngocok
batang kemaluanku ini, Vivi
menurut saja, dia
malah kegirangan senang sekali.
Dianggapnya
batang ku adalah barang mainan
baginya. "Iya
Mas. Tambah besar sekali dan
panjang..!" serunya
kembali melumat-lumatkan batang
kejantananku
dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi
kuajari lagi untuk meremas buah
kemaluanku. Aku
membayangkan semua itu bahwa
Tante Yus yang
melakukan. Indah sekali sensasinya.
Tetapi
nyatanya aku tengah dipompa nafsu
seksku dari
bocah cilik ini. Edan, sepupuku lagi.
Tetapi apa
boleh buat. Aku lagi kebelet sekali
kini. Yang ada
hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh
tetapi
mengasyikan sekali. Batang
kejantananku kini
benar-benar telah tumbuh
sempurna keras dan
panjangnya. Vivi kian senang. Aku
kian tidak
tahan. "Teruskan Vi, teruskan.. ya..,
ya.. lebih
keras dan kenceng.. lakukanlah
Sayang..!"
perintahku sambil mengerang-
erang. Setelah
hampir lima belas menit kemudian,
air maniku
muncrat tepat di dalam mulut Vivi
yang tengah
menghisap batang kemaluanku.
"Creet.. croot..
creet.. cret..!" "Hup.. mhHP..!" teriak
kaget Vivi
mau melepaskan batang
kemaluanku. Tetapi
secepat itu pula dia kutahan untuk
tetap
memasukkan batang kemaluanku di
dalam
mulutnya. "Telan semua spermanya
Vi. Itu
namanya sperma. Enak sekali kok,
bergizi tinggi.
Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu..
terus
bersihkan sisa-sisanya dari
batangnya Mas..!"
perintahku yang dituruti dengan
sedikit enggan.
Tetapi lama kelamaan Vivi tampak
keasyikan
mencari-cari sisa air maniku. "Enak
sekali Mas. Tapi
kental dan baunya, hmm.., seperti
air tajin saat
Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..!
Lagi dong
Mas, keluarkan spermanya..!" Gila.
Gila betul. Aku
masih mencoba mengatur jalannya
nafasku, Vivi
minta spermaku lagi..? Edan anak
ini. "Baik, tapi
kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti
tambah asyik,
tapi sakit. Gimana..?" "Kalau enak
dan asyik, mauh.
Nggak papa sakit dikit. Tapi
spermanya ada lagi
khan..?" Aku mengangguk. Vivi
mulai kubaringkan
sambil kubuka kedua belahan
pahanya yang
mulus itu untuk melingkari di
pinggangku. Vivi
memperhatikan saja. Air dari
shower masih
mengucuri kami dengan dingin
setelah tadi
sempat kuganti ke arah cool. "Auuh,
aduh.. Mas..!"
teriak vivi kaget saat aku
memasukkan batang
kejantananku ke dalam liang
vaginanya yang jelas-
jelas sangat sempit itu. Tetapi aku
tidak perduli lagi.
Kukocok vagina Vivi dengan deras
dan kencang
sambil kuremas-remas buah
dadanya yang kecil,
serta menarik-narik puting-puting
buah dadanya
dengan gemas sekali. Vivi semakin
menjerit-jerit
kesakitan dan tubuhnya semakin
menggerinjal-
gerinjal hebat. "Sakiit.. auuh Mas..,
Mas hentikan
saja.. sakiit, perih sekali Mas,
periihh.. ouuh akkh..
aouuhkk..!" menjerit-jerit mulut
manisnya itu yang
segera saja kuredam dengan
melumat-lumat
mulutnya. "Blesep.. blesep.. slebb..!"
suara
persetubuhkan kami kian indah
dengan siraman
shower di atas kami. Aku semakin
edan dan
garang. Gerakan tubuhku semakin
kencang dan
cepat. Dapat kurasakan gesekan
batang
kemaluanku yang berukuran
raksasa ini
mengocok liang vaginan Vivi yang
super rapat
sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti
dengan posisi
Vivi yang menungging, aku
menyodok vaginanya
dari belakang. Lalu ke posisi dia
kupangku,
sedangkan aku yang bergerak
mengguncangkan
tubuhnya naik, lalu kuterima dengan
menikam ke
atas menyambut vaginanya yang
melelehkan
darah. "Tidak Mass.. ouh sakit..
uhhk.. huuk..
ouhh.. sakiit..!" tangisnya sejadi-
jadinya. Tetapi aku
tidak perduli, sepuluh posisi
kucobakan pada
tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi
nyaris
pingsan. Tetapi disaat gadis itu
hendak pingsan,
puncak ejakulasiku datang. "Creet..
croot.. sreet..
crreet..!" muncratnya air mani yang
memenuhi
liang vaginanya Vivi bercampur
dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya
mengatur nafasku
saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi
pingsan saat
aku memasangkan kembali batang
kemaluanku ke
posisi dia, kugendong di depan
dengan dadanya
merapat pada dadaku. Pelan-pelan
kujatuh
menggelosor ke bawah dengan
batang
kemaluanku yang masih menancap
erat di
vaginanya.